Latest News

Friday, August 31, 2012

That�s the Way Ahok Ahok, I Like It


TRIBUNNEWS.COM - Mendadak konsentrasi saya di depan komputer pecah dan buyar gara-gara keberisikan canda tawa anak bungsu saya yang masih duduk di bangku sekolah dasar dan teman-temannya, saling bersahutan menyanyikan acapella, That�s the Way Ahok Ahok I Like It... That�s the Way Ahok Ahok I Like It...! Mereka memplesetkan lagu yang lawas yang pernah ngetop pertengahan tahun 1970-an, berjudul "That's the Way (I Like It)", yang dipopulerkan oleh kelompok musik KC and the Sunshine Band.

Berisik banget, dasar bocah. Nyanyian itu benar-benar mengganggu dan membuyarkan konsentrasi saya yang lagi asyik-asyiknya di depan komputer. Jadi nggak mood, akhirnya saya �Close� saja file tersebut, klik!

Saya pun keluar bermaksud menegur jangan berisik, ada orang tidur. Tapi yang terlontar dari mulut saya, justru �Tau nggak siapa itu Ahok?� Yang menang Pilkada sama Jokowi, jawab dari salah seorang anak. Ternyata anak tingkat sekolah dasar pun sudah cedas, sudah kenal Pilkada, meski pengetahuaannya tentang itu sebatas usia dan tingkat pendidikannya.

�Pa, Ahok itu Cina, orang Kristen ya?� tanya anak saya, spontan, polos, apa adanya tanpa tendensi dan pretensi apapun. Pertanyaan ini tidak lantas saya tafsir sebagai SARA, justru pertanyaan kritis. Belum sempat menjawab pertanyaan itu, mereka sudah kabur duluan sambil mengulang-ulang That�s the Way Ahok Ahok I Like It. Karena buat mereka jawaban � Ahok itu Cina atau orang Kristen � tidaklah penting lagi. Justru yang penting buat mereka bagaimana That�s the Way Ahok Ahok I Like It bisa membawa kegembiraan, daripada harus dipusingkan oleh jawaban yang mereka anggap tidak substansif dan tidak kontekstual. 

Dalam hitungan tidak sampai semenit ternyata lagu plesetan That�s the Way Ahok Ahok I Like It menginspirasi saya untuk buka file; �New�, mending dibikin tulisan saja, semengalirnya.

Saya sendiri tidak banyak mengetahui sepak terjang pemilik nama lengkap Basuki Tjahaya Purnama yang lebih akrab dipanggil Ahok ini dikancah politik. Ternyata ia pernah menjadi Bupati Bangka Belitung Timur. Pernah menjadi anggota DPR RI dari Partai Golkar, dan memutuskan mundur dari partai berlambang pohon beringin, demi mewujudkan obsesinya untuk maju di Pilkada DKI 2012.

Akhirnya ia diusung Partai Gerinda untuk mendampingi Jokowi yang ditandu oleh PDI Perjuangan, maju ke Pilkada DKI 2012. Nama dan figur Ahok yang tak banyak dikenal sebelumnya, sontak melesat bagai meteor menggegerkan dunia persilatan Pilkada DKI 2012 yang gaungnya sampai menasional. Konstelasi dunia persilatan Pilkada DKI 2012 pun sempat dibikin geger oleh gunjingan-gunjingan yang dilatari hanya karena si Ahok warga keturunan Cina, non muslim.

Semua tahu bahwa gunjingan ini sengaja digulirkan dan ditebarkan sebagai senjata politik, lalu digesek-gesekan menjadi benih isu yang sangat sensitif, yaitu sentimen politik primodial kesukuan dan keagamaan. Tak ayal lagi, ibarat bensin yang disulut api, langsung menyambar menambah panasnya temperatur suhu politik Pilkada DKI.

Suka atau tidak suka, setuju atau tidak setuju, Ahok telah menjadi bintang panggung  dalam pertarungan perhelatan Pilkada 2012. Suka atau tidak suka, setuju atau tidak setuju, Akok telah melakukan pendobrakan atas hegemoni kekuasaan politik yang berbasis sentimen promodial kesukuan dan keagamaan. Suka atau tidak suka, setuju atau tidak setuju, Ahok telah menyibak tirai kabut yang selama ini dianggapnya menutupi kebhinnekaan sinar pelangi multikulturalisme demokratisasi politik.

Di luar masih terdengar acapella Ahok Ahok dan canda tawa. Tapi kali ini tidak lagi mengganggu konsentrasi di depan komputer, justru  menikmati, anggap saja backsound. Dunia anak adalah dunia keluguan, polos, apa adanya, tidak ada tendensi dan tidak punya pretensi. Mereka tidak menggunjingkan bahwa Ahok Ahok yang mereka sebut-sebut itu adalah Ahok yang China, orang Kristen. Karena buat mereka tidak substansif dan tidak kontekstual.

Ahok itu China, orang Kristen? Apakah pertanyaan ini juga menjadi isu sentral yang mengarah ke sentimen SARA di masyarakat Bangka Belitung Timur yang mayoritas beragama Islam, ketika pria bernama Basuki Tjahaya Purnama ini mencalonkan diri, dan berhasil memenangkan pertarungan jadi bupati Bangka Belitung Timur?

Soal pilihan, rakyat sudah cerdas dan dewasa, tidak mau terjebak dan terprovokasi, serta tidak mau dimanipulir dan dipolitisir oleh kepentingaan kekuasaan politik atas nama isu-isu maupun sekat-sekat sentimen politik primodialisme sempit. Rakyat tidak lagi mempersoalkan suku atau agama seseorang. Rakyat lebih membutuhkan pemimpin yang jujur, tidak korup, membawa harapan baru, pegang amanah mengabdi untuk mensejahterakan rakyat. Itu tujuan rakyat memilih pemimpinnya, siapapun itu!            

Ahok itu China, orang Kristen? Apakah pertanyaan ini juga masih relevan disandingkan dengan spirit nyanyian multikulturalisme �135 Juta� yang didendangkan Rhoma Irama.

Itu saja yang bisa saya petik dan tulis tentang Ahok.  Sampai tulisan ini saya akhiri, di luar masih terdengar backsound acapella disertai tawa canda bocah sambil terus mengulang-ulang; That�s the Way Ahok Ahok I Like It... That�s the Way Ahok Ahok I Like It..., Ahok Ahok!

*Alex Palit, penulis lirik lagu, pendiri Forum Apresiasi Musik Indonesia (Formasi)

Sumber : http://tribunnews.com/2012/08/31/thats-the-way-ahok-ahok...-i-like-it

Paus Benediktus XVI: Kita Mengerti Karena Kita Telah Percaya



Pada hari Minggu (26 Agustus 2012), Paus Benediktus berdoa Angelus bersama dengan umat beriman yang berkumpul di kediaman musim panas Paus di Kastil Gandolfo. Sebelum mendaraskan doa Marian, Bapa Suci berefleksi mengenai bacaan hari itu. Injil hari itu berhungan dengan cerita mengenai reaksi murid-murid Kristus terhadap pembicaraan Yesus mengenai Roti Hidup. Banyak murid-murid meninggalkan Yesus. Paus berkata hal ini karena wahyu Kristus bahwa Ia adalah �Roti Hidup yang turun dari surga� tidak dapat diterima oleh mereka. Mereka memahami kata-kata Yesus dalam sense materi (sense seperti Kanibalisme, red), ketika dalam realitas kata-kata tersebut adalah wahyu mengenai Misteri Paskah Yesus. Para Rasul, bagaimanapun juga, tetap bersama dengan Tuhan. Paus Benediktus, mengutip St. Agustinus, berkata bahwa Para Rasul memahami bahwa Yesus memiliki perkataan hidup yang kekal karena mereka telah lebih dulu percaya.


Salah seorang dari mereka tetap bersama Yesus, walaupun tidak percaya. Yudas, mengharapkan Mesias duniawi, merasa dikhianati oleh Yesus dan memutuskan untuk mengkhianati Yesus pula. Masalah Yudas, kata Paus Benediktus, adalah bahwa Yudas tidak percaya Yesus tetapi meskipun demikian Yudas tetap bersama dengan Yesus. �Masalahnya adalah Yudas tidak pergi dan kesalahannya yang paling serius adalah kebohongan (dusta) yang merupakan tanda Iblis.� Menutup itu, Paus Benediktus XVI berdoa semoga Maria �menolong kita untuk percaya pada Yesus, seperti yang St. Petrus lakukan, dan untuk tetap selalu tulus hati kepada Dia dan semua orang.�

Teks Penuh dari Pesan Angelus Paus Benediktus XVI dapat dibaca di bawah ini:

Saudara-saudari terkasih!
Dalam beberapa minggu yang lalu, kita telah merenungkan mengenai ceramah �Roti Hidup�yang Yesus ucapkan di Sinagoga di Kapernaum setelah memberikan makan ribuan orang dengan 5 roti dan 2 ikan. Hari ini, Injil menampilkan  reaksi para murid terhadap ceramah tersebut, sebuah reaksi yang Kristus sendiri pancing dengan sadar. Pertama-tama, Yohanes Penginjil � yang hadir bersama dengan Para Rasul lainnya � melaporkan bahwa �mulai dari waktu itu banyak murid-murid-Nya mengundurkan diri dan tidak lagi mengikut Dia.� (Yoh 6:66). Mengapa? Karena mereka tidak percaya akan kata-kata Yesus ketika Ia berkata: �Akulah Roti Hidup yang turun dari Surga. Barangsiapa makan daging-Ku dan minum darah-Ku, ia mempunyai hidup yang kekal� (bdk Yoh 6:51,54). Wahyu ini, seperti yang sudah saya katakan, tetap tidak dapat dimengerti oleh mereka karena mereka memahaminya dalam sense materi, sementara di dalam kata-kata ini dinubuatkan Misteri Paska Kristus di mana Ia akan memberikan Diri-Nya sendiri bagi keselamatan dunia: kehadiran baru dalam Ekaristi Kudus.

Melihat bahwa banyak murid-Nya pergi, Yesus bertanya kepada Para Rasul: �Apakah kamu tidak mau pergi juga?� (Yoh 6:67). Seperti di perkara-perkara lain, adalah Petrus yang menjawab mewakili Kedua Belas [Rasul]: Tuhan, kepada siapakah kami akan pergi? Perkataan-Mu adalah perkataan hidup yang kekal; dan kami telah percaya dan tahu, bahwa Engkau adalah Yang Kudus dari Allah.� (Yoh 6:68-69). Mengenai perikop ini kita memiliki komentar yang indah dari St. Agustinus, yang berkata dalam salah satu homilinya mengenai Yohanes 6: �Apakah kamu melihat bagaimana Petrus, oleh karena rahmat Allah, [dan] oleh karena inspirasi Roh Kudus telah mengerti? Mengapa Petrus mengerti? Karena dia percaya. Engkau memiliki perkataan hidup yang kekal. Engkau memberikan kamu kehidupan kekal dengan menawarkan tubuh-Mu dan darah-Mu, sungguh diri-Mu sendiri. Dan kami telah percaya dan mengerti. Ia (Yesus) tidak berkata bahwa kita telah mengerti baru kemudian kita percaya, tetapi kita percaya [lebih dulu] dan kemudian kita mengerti. Kita telah percaya supaya kita dapat mengerti; bila, dalam faktanya, kita ingin mengerti [lebih dulu] sebelum mempercayai, kita tidak dapat baik mengerti maupun mempercayai. Apa yang telah kita percaya dan apa yang kita telah mengerti? Bahwa Engkau adalah Kristus, Anak Allah, bahwa Engkau adalah sungguh hidup yang kekal dan bahwa Engkau memberikan hanya diri-Mu dalam daging dan darah-Mu.�

Akhirnya, Yesus mengetahui bahwa bahkan di antara Kedua Belas Rasul, ada seorang yang tidak percaya: Yudas. Yudas dapat pergi seperti para murid lain lakukan; tentu ia akan pergi bila ia jujur. Tetapi ia tetap bersama dengan Yesus. Ia tidak tetap tinggal karena iman atau karena cinta kasih tetapi dengan intensi rahasia untuk membalas Guru-nya. Mengapa? Karena Yudas merasa dikhianati Yesus dan memutuskan bahwa adalah giliran dia mengkhianati-Nya. Yudas adalah seorang kaum Zelot dan menghendaki Mesias yang jaya, yang akan memimpin sebuah pemberontakan melawan orang-orang Romawi. Yesus telah mengecewakan harapan-harapan tersebut. Masalahnya adalah bahwa Yudas tidak pergi dan kesalahannya yang paling serius adalah dusta, yang merupakan tanda dari Iblis. Inilah mengapa Yesus berkata kepada Kedua Belas Rasul: Seorang di antaramu adalah Iblis� (Yoh 6:70). Kita berdoa kepada Perawan Maria, untuk membantu kita percaya kepada Yesus, seperti yang St. Petrus lakukan dan untuk selalu tulus hati kepada Dia dan semua orang.


Diterjemahkan dari news.va oleh Indonesian Papist

Pax et Bonum

Sunday, August 26, 2012

Homili Minggu Biasa Ke-21 (26 Agustus 2012) oleh Pater Phil Bloom


Yesus Memberikan Komuni Kudus di Lidah Para Rasul - Luca Signorelli (1512)
Yesus menawarkan keselamatan baik material maupun spiritual. Ia mengundang kita kepada perjamuan-Nya � Perjamuan Anak Domba. Seperti yang akan kita lihat, perjamuan ini memiliki dimensi fisik dan spiritual.

Kita telah mempelajari Yohanes, Pasal 6 � Yesus Sang Roti Kehidupan. Lebih jauh kita telah melihat: 1) bahwa Yesus sendiri Roti yang dapat memuaskan rasa lapar kita, 2) bahwa Yesus adalah �Roti yang turun dari Surga� untuk penebusan � sehingga kita dapat memasuki hubungan dengan Bapa dan 3) bahwa menerima Yesus dalam Kurban Kudus Ekaristi adalah perlu untuk kehidupan kekal. �... jikalau kamu tidak makan daging Anak Manusia dan minum darah-Nya, kamu tidak mempunyai hidup di dalam dirimu.� (Yoh 6:53)


Terdapat pengajaran-pengajaran yang sangat keras, bahkan mengejutkan, seperti yang Yesus tunjukkan kali ini. Kita dapat memahami mengapa banyak orang mengundurkan diri dari Dia. Perhatikan bahwa Kristus tidak berkata, �Kembalilah. Saya hanya bermaksud simbolis saja.� Tidak, Kristus justru bertanya kepada para rasul-Nya, �Apakah kamu tidak mau pergi juga?�

Itulah pertanyaan yang Yesus berikan di hadapan kita sekarang: Apakah kita siap untuk menerima Yesus � tidak hanya secara spiritual tetapi juga secara fisikal?

Selama berabad-abad, orang-orang menghendaki untuk menspiritualisasikan Yesus � untuk membuang jauh-jauh aspek fisik-Nya. St. Yohanes mengingatkan kita mengenai mereka: �Sebab banyak penyesat telah muncul dan pergi ke seluruh dunia, yang tidak mengaku, bahwa Yesus Kristus telah datang sebagai manusia.� (2 Yoh 1:7 ; bdk 1 Yoh 4:1-6). Kita dapat melihat bahwa hal ini terlalu menspiritualkan Yesus terutama dalam Gnostisisme � ajaran sesat kuno yang masih berlangsung sampai sekarang. Gnostik berpikir bahwa mereka memilik sebuah pengetahuan rahasia (dalam bhs Yunani �gnosis�) yang membuat mereka lebih tinggi dibanding sesamanya. Mereka tidak memerlukan pembaptisan. Mereka tidak memerlukan Ekaristi. Mereka memiliki sebuah rahasia, pengetahuan superior. Gnostik berpikir bahwa pengetahuan itu � pencerahan itu, adalah semua yang ia butuhkan.

Umat Kristiani selalu menolak pendekatan spiritual berlebihan ini. Bagi kita, keselamatan membutuhkan baik spirit maupun materi. Di sinilah bagaimana C.S. Lewis mengekspresikan hal itu: �Ada tiga hal yang mewartakan kehidupan Kristus kepada kita: pembaptisan, keyakinan dan tindakan-tindakan misteri yang umat Kristiani sebut dengan nama-nama yang berbeda � Komuni Kudus, Misa Kudus, Perjamuan Anak Domba.� Keyakinan adalah spiritual tetapi Pembaptisan dan Komuni adalah peristiwa fisik � sakramen-sakramen (tanda kehadiran Allah yang kelihatan). Kita membutuhkan materi (hal-hal fisik) untuk keselamatan. Seperti yang Lewis tunjukkan, �Allah menyukai materi. Ia menemukannya.�

Untuk menerima realitas Kristus secara fisik dan materi berarti bahwa keselamatan memerlukan kerendahan hati. Saya tidak memiliki pengetahuan yang superior. Saya diselamatkan sama seperti orang-orang biasa � dengan dibersihkan dalam pembaptisan dan dengan makan Roti dan Anggur. Tindakan-tindakan ini adalah tindakan rendah hati seseorang, tetapi dalam kata-kata himne yang indah, �Ini adalah karunia untuk menjadi sederhana, ini adalah karunia untuk menjadi bebas, ini adalah karunia yang turun di mana kita seharusnya berada.�

Menerima material-material berarti bahwa keselamatan melibatkan sesuatu sebagai tambahan terhadap kerendahan hati. Keselamatan membutuhkan disiplin. Menerima sakramen-sakramen membuat kita menjadi bagian dari komunitas manusia. Hal itu memerlukan disiplin dan kerja keras. Tanyakan saja pada pasangan-pasangan yang sudah menikah.

Dalam bacaan kedua, St. Paulus berbicara mengenai komunitas perkawinan. Dia memberitahu istri untuk mempraktikan kerendahan hati. Sekali waktu seorang ibu memberitahu saya, �Bapa, Saya mencoba untuk menjadi istri yang rendah hati, tapi masalahnya adalah saya selalu benar dan suami saya selalu salah.� Saya tahu itu, tapi bagaimanapun juga tetaplah mempraktikkan kerendahan hati. Dan St. Paulus memberitahu suami untuk mencintai istrinya seperti Kristus mencintai Gereja. Kristus mencintai mempelai-Nya, yaitu Gereja, dengan memberikan hidup-Nya bagi Gereja sampai pada titik darah penghabisan. Dan Darah-Nya membawakan pengampunan dan membuat kita mampu memaafkan satu sama lain.

Adalah mudah untuk melihat mengapa orang-orang lebih mementingkan sebuah pendekatan spiritual secara murni [dan mengabaikan fisik]. Pendekatan seperti ini menghindarkan mereka dari berbagai pekerjaan rumit untuk membentuk sebuah komunitas.

Untuk menerima Yesus secara fisik � untuk memakan daging-Nya dan meminum darah-Nya dalam kehadiran Misa setiap minggu atau setiap hari � memerlukan usaha (kerja keras), sebuah upaya yang membutuhkan infusi (pemasukan) rahmat. Tetapi, saya memohon kepada anda, saudara-saudari, janganlah menyerah. Usaha ini akan membawakan sebuah hadiah, sebuah reward yang berada di luar bayangan kita.

Ketika saya menyampaikan seri homili ini, saya berbicara kepada anda mengenai bagaimana kita semua menginginkan surga dan bagaimana iblis mencoba untuk mengecoh kita dengan menawarkan surga duniawi kepada kita � sebagai contoh melalui obat-obatan, alkohol, hal-hal porno, perjudian dan lain-lain. Iblis tidak ingin membawakan kita kebahagiaan, melainkan kesengsaraan.

Yesus di sisi lain memanggil kita untuk rendah hati dan bekerja keras, tetapi ia memberikan kita damai yang membuat kita bertahan. Dan Ia menawarkan kita sekarang mencicipi surga [dalam Misa Kudus].

Dr. Scott Hahn telah menulis sebuah buku yang berguna berjudul �Perjamuan Anak Domba: Misa sebagai Surga di bumi.� Dia menunjukkan kepada kita bagaimana Kitab Wahyu dapat memperdalam pemahaman kita mengenai apa yang terjadi saat Misa dan bahwa Misa memberikan kita sebuah kunci untuk membuka Kitab Wahyu. Seperti yang dikatakan Dr. Hahn, �Menghadiri Misa adalah untuk memperbaharui perjanjian kita dengan Allah, seperti saat pesta perkawinan � karena Misa adalah Perjamuan Kawin Anak Domba.�

Misa adalah puncak dari seluruh kehidupan Kristiani. Di sini kita menerima Yesus tidak hanya secara spiritual tetapi juga secara fisik � Daging dan Darah-Nya. Terberkatilah mereka yang dipanggil hadir ke dalam Perjamuan Anak Domba. Amin.

Pater Phil Bloom adalah Pastor Paroki St. Mary of the Valley, Monroe
Homili di atas diterjemahkan dari situs resmiparoki tersebut.

Pax et Bonum

Friday, August 24, 2012

Respon Singkat Atas Artikel Mengenai Kejatuhan Konstantinopel


Kaisar Constantine XII - Pengepungan Konstantinopel oleh Sultan Mehmet II
Seorang teman menanyakan kebenaran cerita mengenai kejatuhan Konstantinopel yang dijelaskan secara singkat dalam teks berikut ini terutama pada bagian bahwa syarat untuk mendapatkan bantuan dari Kristen di barat adalah menundukkan diri kepada Paus Roma.
Pada tahun 1453 Konstantinopel ibukota negeri Kristen di Timur yang gereja-gerejanya bertaburan indah ditaklukkan tentara Muslim Turki di bawah pimpinan Sultan Mehmet II. Kaisar Byzantium semula sudah berusaha meminta bantuan pasukan Kristen dari Eropa Barat. Tetapi syarat menundukkan diri ke Roma dalam hirarki Paus di Roma (Uskup Roma) terlalu berat dirasakan umat Kristen Ortodoks Timur di Konstantinopel. Uskup Konstantinopel waktu itu akhirnya berkata, "Lebih baik kota ini diperintah Sultan Turki berserban itu daripada topi uskup Roma!" Sejarah akhirnya meninggalkan kepada kita warisan menyedihkan dalam dunia kekristenan kita; hanya oleh karena saling klaim sebagai bigbos, gereja hancur. Sultan Mehmet II begitu bergembira pada waktu pasukan tempurnya berhasil menghancurkan pasukan yang masih setia kepada Kaisar Byzantium.

Sultan begitu kota itu berhasil takluk, turun dari kudanya dan bersujud; memerintahkan hari itu juga untuk mengubah Kathedral Agung Hagia Sophia menjadi Masjid Aya Sofia; merusak patung-patung, ikon, altar, lonceng dan mimbar gereja yang sudah berusia ribuan tahun itu. Pada hari Jumat, Mei 1453 Sholat Jumat langsung diadakan di dalam bekas Katedral yang sudah diubah menjadi masjid itu. Menara masjid kemudian dibangun di samping kiri kanan bekas Gereja. Tahun 1923 Kemal Ataturk merubah masjid menjadi museum sampai sekarang! Kota itu kemudian diubah nama menjadi Istanbul (Kota Islam).
Respon Indonesian Papist:
Penjelasan di atas kurang tepat. Kekristenan Barat tidak mensyaratkan umat Kristen di Timur tunduk pada Paus Roma agar diberi bantuan karena faktanya Konsili Florence yang diadakan tahun 1439 sebelum penaklukan Konstantinopel telah lebih dulu membawa Ortodoks Timur (Konstantinopel dkk) bersatu [sementara waktu] dengan Roma. 2 Patriark Konstantinopel dari tahun 1439-1443 (Joseph II dan Metrophanes II) meninggal dalam status seorang Katolik (atau kalau mau disebut, Ortodoks dalam Persatuan dengan Roma). Kaisarnya juga, Constantine XII (1448-1453), meninggal dalam persatuan dengan Katolik.

Barulah sesudah kejatuhan Konstantinopel, penguasa Islam Turki (dalam usaha memuluskan niat mencegah/merusak persatuan antara barat dan timur yang telah dicapai dalam Konsili Florence) mengangkat Scholarius, kemungkinan seorang awam, untuk menjadi Patriark Konstantinopel (terhitung sejak kejatuhan Konstantinopel - 1456). Scholarius inilah yang dihormati oleh Ortodoks Timur sekarang sebagai Gennadius Scholarius. Scholarius ini anti-Roma. Hasil Konsili Florence baru secara resmi ditolak oleh Ortodoks Timur pada Sinode Konstantinopel 1472.

Faktanya, sebelum kejatuhan Konstantinopel tahun 1453, Paus Eugenius IV (yang memimpin Konsili Florence) melakukan apa yang dulu pernah dilakukan Beato Urbanus II pada permulaan Perang Salib pertama, yaitu menulis pesan dan meminta bantuan kepada para raja-raja dan pangeran-pangeran Eropa untuk membantu mempertahankan Konstantinopel, tapi sayangnya tidak diindahkan oleh para penguasa ini. Paus Eugenius IV sendiri akhirnya, dengan inisiatifnya sendiri, mengirimkan 2 kapal dan 300 tentara yang kalau dibandingkan dengan tentara Turki yang jumlahnya begitu banyak jelas gak ada apa-apanya.

Sementara itu, pengganti Paus Eugenius IV, yaitu Paus Nikolaus V (1447-1455), juga masih berusaha membujuk penguasa-penguasa di barat untuk mengirimkan bantuan, tetapi gagal. Hal ini karena penguasa-penguasa ini merasa Konstantinopel tidak akan jatuh, mereka juga kurang peduli sama Konstantinopel. Di samping itu Eropa sedang berada dalam proses pemulihan setelah diserang wabah penyakit besar-besaran. Di buku Fall of Constantinople hlm. 82-87 diceritakan kalau Paus Nikolaus V mengeluarkan dana untuk membeli tentara dan makanan lalu mengirimkannya ke Konstantinopel dalam 3 kapal. 5 April 1453, Roma mencoba mengirimkan 5 kapal lagi tapi tertunda karena utang Roma kepada Venezia dan juga karena kekurangan makanan untuk berangkat.

Meskipun banyak para penguasa Eropa tidak dapat membantu, Republik kecil Genoa memilih mengirim bantuan kepada Konstantinopel. Republik ini punya hubungan yang baik dengn Konstantinopel. Mereka mengirimkan satu armada dengan kekuatan 5 kapal perang dan 700 tentara (Ensiklopedia Katolik bilang 2000 tentara) di bawah pimpinan Kapten Laut Yohanes Yustinianus. Pada saat sampai di sekitar wilayah laut Konstantinopel, mereka menemukan bahwa jalur masuk ke Konstantinopel diblokade sama 150 kapal. Susah payah bertarung, mereka berhasil tembus, tapi kekuatan perang sudah berkurang.

Dan selanjutnya penyerangan terhadap Konstantinopel oleh Islam Turki berlangsung. Hasilnya kejatuhan Konstantinopel. jumlah tentara Turki 258.000 vs Pasukan yang ada di Konstantinopel 4973 (belum termasuk pasukan dari Genoa). Pnduduk Konstantinopel sendiri sekitar 100an ribu orang.


Referensi:
Adrian Fortesque, The Orthodox Eastern Church
Steven Runciman, The Fall of Constantinople

Pax et Bonum

Tuesday, August 21, 2012

Kisah-kisah Para Kudus dan Binatang - 2

Lanjutan dari artikel sebelumnya:  Kisah Para Kudus dan Binatang - 1

4. St. Korbinianus dan Beruang St. Korbinianus
St. Korbinianus dan Beruang St. Korbinianus (s:wikipedia.org)
St. Korbinianus lahir di Ch�tres, Prancis, pada tahun 680. Ayahnya bernama Waldegiso yang meninggal saat St. Korbinianus masih anak-anak. Tidak banyak yang kita ketahui dari masa muda St. Korbinianus. Dia hidup sebagai pertapa selama 14 tahun di Gereja St. Germanus di Ch�tres. St. Korbinianus terkenal akan kekudusannya, sebagai pembuat mujizat dan sebagai pembimbing spiritual.


St. Korbinianus ingin tetap hidup sebagai seorang pertama dan karena ia memiliki devosi pribadi yang dalam kepada St. Petrus Rasul, ia kemudian berangkat ke Roma. Saat berada di hutan di wilayah pegunungan Alpen dalam perjalanan menuju Roma, St. Korbinianus diserang oleh seekor beruang coklat besar. Kuda beban St. Korbinianus diserang hingga mati tercabik-cabik oleh beruang tersebut. St. Korbinianus memarahi beruang itu lalu dengan berani menjinakkan beruang tersebut. Beruang itu kemudian menjadi jinak dan St. Korbinianus mengikatkan tali kekang kuda beban yang sudah mati kepada beruang tersebut. St. Korbinianus juga menaruh barang bawaannya di atas beruang tersebut sebagai hukuman atas tindakan beruang tersebut menyerang kudanya. Beruang yang sudah jinak itu menemani St. Korbinianus sambil membawa barang-barangnya hingga ke Roma. Dan setelah sampai di Roma, St. Korbinianus melepaskan beruang itu dan beruang itu kembali ke hutan asalnya.

Di Roma, melihat kemampuan St. Korbinianus, Paus Gregorius II menahbiskannya sebagai Uskup Freising dan mengutusnya ke Bavaria untuk menginjili suku bangsa Bayern. St. Korbinianus, Uskup pertama Freising, meninggal pada tahun 730.
Lambang Kepausan Benediktus XVI
Paus Benediktus XVI dulunya adalah Uskup M�nchen und Freising, penerus Uskup St. Korbinianus di sana (tahun 1818, Keuskupan Freising dinaikkan statusnya menjadi Keuskupan Agung M�nchen und Freising). Ia menggunakan simbol Beruang St. Korbinianus sebagai bagian dari lambang kepausannya. Gambar beruang tersebut dapat dilihat di sebelah kanan atas perisai. Makna dari simbol Beruang St. Korbinianus ini adalah: Beruang yang dijinakkan oleh rahmat Allah adalah Uskup Freising sendiri dan beban yang dibawanya menggambarkan tanggungjawabnya sebagai seorang gembala Gereja.

5. Santo Martinus de Porres dan Tikus-tikus
St. Martinus de Porres dan Berbagai Binatang (s: catholicfire.blogspot.com)
St. Martinus de Porres adalah anak tidak sah dari seorang pria bangsawan Spanyol dan wanita budak Indian. Dia menjadi bruder di biara ordo Dominikan di Lima. Tugasnya sehari-hari sebagai tukang pangkas rambut, tukang kebun, perawat dan penjaga pintu. Ia dikenal sebagai santo pelindung karya penghapusan rasialisme.

St. Martinus de Porres, sama seperti St. Fransiskus Assisi, sangat mencintai binatang. Bila anda melihat pada gambar berikut ini, anda akan melihat anjing bersama kucing dan tikus dan merpati yang sedang makan dari satu tempat makan yang sama.

Tikus itu menjadi simbol penting karya pelayanan St. Martinus de Porres. Kisah ini dimulai dari sebuah problem � Ruangan Pakaian St. Martinus. St. Martinus de Porres menemukan tikus-tikus di ruangan. Tikus-tikus ini menggigit kemeja dan pakaian lainnya, membuat lubang dan menimbulkan yang sangat busuk.

St. Martinus tidak tahu apa yang harus dilakukan. Superior ordonya menyarankan untuk menyebarkan racun tikus untuk membunuh tikus-tikus tersebut. Tetapi, St. Martinus belum melakukan saran tersebut. Dia menunggu dan mengamati sampai suatu hari ia berhasil menangkap salah satu tikus-tikus tersebut. Dia memegang tikus tersebut di tangannya. Tampaknya tikus itu merasa bahwa saat itu adalah akhir hidupnya, jantungnya berdetak kencang. Tetapi kemudian St. Martinus berbicara dengan tikus dengan lembut dan bersahabat. Dalam waktu singkat, tikus itu merasa rileks dan tidak lagi takut terhadap St. Martinus.

St. Martinus menjelaskan permasalahan yang dia hadapi terhadap tikus itu. Dia berkata bahwa ia tidak dapat membiarkan tikus-tikus itu memakan semua persediaan yang dibutuhkan biara dan rumah sakit. St. Martinus menyadari bahwa tikus-tikus itu melakukan hal demikian karena mereka lapar dan tidak punya makanan. St. Martinus membuat kesepakatan dengan tikus itu. Bila tikus itu membawa teman-temannya ke ujung taman di mana mereka dapat menemukan tempat baru untuk hidup, St. Martinus berjanji bahwa tikus-tikus itu akan menerima makanan yang cukup setiap hari.

Ketika St. Martinus meletakkan teman kecilnya ke lantai, tikus itu bergegas pergi. Dalam hitungan beberapa menit, dari seluruh ruang pakaian, ratusan tikus kecil keluar dari setiap sudut dan celah. St. Martinus membimbing tikus-tikus itu keluar dari ruang pakaian dan pergi ke taman di mana ada tempat yang cocok untuk mereka. Tikus-tikus itu lalu mengendus tanah dan membuat lubang di mana mereka bisa membuat tempat tinggal. St. Martinus memegang kata-katanya, seperti yang tikus-tikus itu yakini. Setiap hari, setelah memberi makan orang-orang di tempat lain, para pekerja di biara dan orang-orang jalanan; St. Martinus pergi ke taman dengan membawa makanan bagi tikus-tikus tersebut. Tikus-tikus itu akhirnya tidak pernah kembali ke ruang pakaian atau mengganggu biara itu lagi.

6. St. Yohanes Bosco dan Seekor Anjing Bernama Grigio
St. Yohanes Bosco bersama Ibunya dan Grigio (s: angelsandsaintsandus.blogspot.com)
Revolusi Perancis telah menyebar ke Eropa. Rakyat mulai beralih pada pemikiran tentang kebesasan: kebebasan pribadi, kebebasan bernegara, kebebasan dari adat-istiadat, kebebasan dari Gereja. Ketika Tuhan dan Gereja mulai ditentang bahkan dihujat, St. Yohanes menggunakan segala daya upaya untuk menentang mereka. Khotbah-khotbahnya dan tulisan-tulisannya, semuanya itu menghambat usaha musuh-musuhnya dan amat menjengkelkan mereka. Peluru ditembakkan lewat jendela kapel, minuman beracun, api dan berbagai macam usaha dilakukan untuk merenggut nyawanya, tetapi St. Yohanes selamat.

Kisah pertama St. Yohanes Bosco dan Grigio terjadi pada tahun 1854 ketika St. Yohanes Bosco pulang larut malam. St. Yohanes berjalan di bagian buruk dari kota tersebut. Dia melihat dua orang pria berada di depannya, berjalan pelan dan tetap menjaga langkah mereka. St. Yohanes Bosco awalnya tidak yakin mereka mengejar dia, tetapi ketika ia mempercepat langkahnya, mereka juga demikian; ketika ia memperlambat langkahnya, mereka juga melakukan hal yang sama.

St. Yohanes Bosco menyeberang ke sisi lain jalan. Ketika melihat mereka melakukan hal yang sama, St Yohanes tahu bahwa ia sedang berada dalam masalah. Dia berbalik untuk mundur tetapi mereka melompat ke arah dia dan melemparkan jubah hitam ke kepalanya. St. Yohanes mencoba melawan tetapi sia-sia. Mereka mencoba untuk menyumbatkan kain ke dalam mulutnya, tetapi tiba-tiba seekor anjing besar dan mengerikan muncul dari kegelapan malam dan datang ke tempat mereka menyerang St. Yohanes. Geramannya terdengar seperti seekor serigala atau beruang. Anjing itu menyerang kedua orang tersebut. Kedua orang tersebut sangat ketakutan dan memohon kepada St. Yohanes agar menyuruh anjing itu berhenti. St. Yohanes setuju ketika mereka berjanji untuk berhenti menyerangnya dan pejalan kaki lain. Setelah St. Yohanes menyuruh anjing itu berhenti, Kedua orang itu lalu kabur. Anjing itu tidak mengejar mereka melainkan tetapi tinggal di samping St. Yohanes. Anjing itu dinamai Grigio oleh St. Yohanes yang artinya �abu-abu�.

St. Yohanes Bosco dan Grigio menjadi rekan. St. Yohanes senang dengan kehadiran Grigio. Suatu ketika tembakan di arahkan kepadanya dan Grigio menyelamatkannya. Dua orang berusaha melemparkan sebuah buntalan besar ke arah kepala St. Yohanes dan Grigio menyelamatkannya. Dua belas orang datang untuk menyerang St. Yohanes dan Grigio menyelamatkannya pula.

Kadang-kadang Grigio mampir ke rumah St. Yohanes Bosco. Ia menolak makanan maupun minuman. Anak-anak kecil bermain-main dengannya dan Grigio amat jinak terhadap mereka. Tetapi ia tak pernah datang tanpa alasan. Sekali waktu ia datang untuk memastikan bahwa St. Yohanes sudah tiba di rumah jika ia naik kereta kuda. Sekali waktu ia datang untuk mencegah St. Yohanes pergi. Ia berbaring di ambang pintu dan menghalangi jalan keluar. Ketika St. Yohanes menyuruhnya pergi, ia akan menggeram bahkan ia tidak akan segan-segan menggigit tuannya itu jika St. Yohanes bersikeras. Keesokan harinya barulah St. Yohanes tahu bahwa sore itu musuh-musuhnya telah menyiapkan perangkap untuk merenggut nyawanya. Ketika keadaan sudah aman, Grigio tidak pernah muncul kembali.

Sepuluh tahun kemudian, St. Yohanes hendak mengunjungi keluarga Moglia. Ia telah diperingatkan untuk berhati-hati karena perjalanan ke sana tidak aman. �Oh, andaikan saja Grigio ada di sini!� gumam St. Yohanes. Malam telah larut. Seekor anjing berlari-lari datang ke arahnya, melompat-lompat dan mengibas-ngibaskan ekornya dengan gembira. Tentu saja, anjing itu Grigio. Ia menemani St. Yohanes hingga selamat tiba di tempat pertanian, lalu menghilang.

Pada tahun 1883 - 31 tahun sejak ia hadir pertama kalinya - Grigio muncul kembali di Bordighera untuk menunjukkan jalan kepada St. Yohanes yang sedang tersesat. St. Yohanes berkomentar, �Terdengar konyol untuk memanggilnya seorang malaikat; tetapi dia sungguh bukanlah anjing biasa...�

Referensi:
4. Saint Corbinian di situs SQPN
    Penjelasan Mengenai Lambang Kepausan di situs Vatican
5. St. Martinus de Porres di situs Discover Catholic Miracles
6. St. Yohanes Bosco di situs Discover Catholic Miracles
    St. Yohanes Bosco di situs Yesaya

Pax et Bonum


Recent Post