Latest News

Tuesday, November 29, 2011

Sepuluh Hal yang Perlu Anda Ketahui Mengenai Adven



1. "Persiapan untuk Natal� pertama yang terekam dalam sejarah ditemukan dalam Sinode Zaragoza (Spanyol) pada tahun 380 M. Sinode ini mendeklarasikan bahwa semua orang Kristen yang sudah dibaptis hendaknya hadir di Gereja dari tanggal 17 Desember sampai 25 Desember. Jika kita menghitung waktunya, maka persiapan ini hanyalah 8 hari sebelum Natal. Masa persiapan ini bukan merupakan sebuah masa Adven yang penuh seperti sekarang tetapi ini adalah permulaan dari sejarah Advent.

2. Bapa Gereja St. Sesarius dari Arles (502-542) dilaporkan sebagai orang pertama yang menyampaikan homili mengenai Adven.

3. Sinode Macon di daerah Gaul (Prancis) pada tahun 581 adalah saksi teguh pertama kita mengenai suatu masa yang kita sebut masa Adven. Sinode ini menyatakan bahwa norma liturgis untuk Masa Pertobatan  dilakukan sejak tanggal 11 November hingga 24 Desember (sekitar 40 hari). Hubungan yang dibuat di sini antara Adven dan Masa Pertobatan (Lent/Prapaskah) menunjukkan hubungan mengapa warna pertobatan yaitu ungu menjadi warna yang umum dijumpai baik pada masa Adven ataupun Lent (Masa Pertobatan/Prapaskah).


4. Kita juga memiliki sebuah salinan dari homili yang diberikan oleh Paus St. Gregorius Agung (590-604) untuk Minggu kedua Adven.

5. Pada abad ketujuh, Adven dirayakan di Spanyol selama 5 Minggu. The Gelasian Sacramentary yang menurut tradisi ditulis oleh Paus St. Gelasius I (wafat tahun 496 M) juga memberikan Proper untuk �Lima Minggu Adven�. Proper  adalah bagian-bagian dari pelayanan Sakramen seperti Perayaan Ekaristi yang bervariasi mengikuti masa liturgi.

6. Gereja-gereja Timur (Katolik Timur, Ortodoks Timur, Ortodoks Oriental, dll) mulai merayakan Adven pada abad keempat sebagai masa puasa dan pantang ketat � sebuah praktik yang masih umum dilakukan di Ortodoks Timur. Praktik ini juga merefleksikan kesamaan dengan Lent (Masa Pertobatan/Prapaskah).

7. Paus St. Gregorius VII (1073-1085) adalah orang yang mengurangi jumlah Minggu dalam Adven dari 5 minggu menjadi  4 minggu.

8. Minggu ketiga Adven disebut Gaudete Sunday (Minggu Sukacita) dan ditandai dengan Vestmentum (pakaian khusus Imam) berwarna merah muda dengan hiasan-hiasan. Gaudete berarti sukacita karena Minggu ketiga menandakan lebih dari setengah jalan masa Adven. Penggunaan Vestmentum merah muda ini berhubungan dengan penggunaan Vestmentum  warna merah muda pada Laetare Sunday (Minggu Gembira), Minggu keempat dari Masa Prapaskah (juga lebih dari setengah jalan masa Prapaskah). Kedua Minggu ini, Minggu Sukacita pada Masa Adven dan Minggu Gembira pada Masa Prapaskah, menggambarkan sukacita umat Allah dalam menyambut Natal atau Paskah.

9. Kebiasaan menyalakan Lilin Adven yang sering ditemukan di rumah-rumah Katolik agaknya adalah sebuah penemuan modern. Kebiasaan ini berasal dari kebiasaan orang-orang Jerman pada abad ke-19 yang ternyata memiliki asal usul dari kebiasaan orang-orang Protestan denominasi Lutheran (denominasi Protestan yang didirikan langsung oleh Martin Luther). Praktik ini kemudian segera diadopsi oleh umat Katolik di Bavaria (Jerman) dan menyebar ke seluruh dunia.

10. Masa Adven mengantisipasi Kedatangan Kedua (Second Advent) Kristus sementara juga untuk mengingat Kedatangan Pertama (First Advent) Kristus pada saat Natal. Oleh karena itu, masa ini secara umum merayakan perbuatan-perbuatan Allah yang terjadi dalam sejarah dan yang terjadi melalui Tuhan kita Yesus Kristus. Adven adalah  pembuka dari seluruh sejarah Kekristenan.

diterjemahkan dari Cantuar.

Pax et Bonum

Sunday, November 20, 2011

Katekese tentang Siksa Kekal / Neraka menurut Katolik (bag. 2)



2. Jalan ke Neraka

Apabila kita mengetahui bahwa Tuhan telah mempersiapkan siksa yang wajar bagi para pendosa, maka kita dapat bertanya lagi: siapa saja yang masuk neraka dan karena dosa apa saja. Pada tempat yang pertama kali harus ditegaskan bahwa yang menghukum adalah Allah yang adil, Allah yang begitu bijaksana, baik dan belaskasih. Tidak ada satu makhluk pun diciptakan Tuhan untuk neraka dan tidak ada seorang pun dihukum tanpa dosa pribadinya. Neraka menurut kodratnya adalah suatu siksa. Tuhan hanya menolak mereka yang layak disiksa karena kesalahannya yang besar. Pendosa yang diceburkan ke dalam neraka mengerti bahwa ia menuai apa yang ditaburnya sendiri. Ia sudah berpaling dari Tuhan dan membelakangi Tuhan. Ia menolak pertobatan dan meninggal tanpa sesal.

Dikatakan pula bahwa murka Allah nyata dari Surga atas segala kefasikan dan kelaliman manusia yang menindas kebenaran dengan kelaliman. (Rom 1:18). Dari Kristus sendiri kita mendengar bahwa mereka telah berbuat jahat akan bangkit untuk dihukum. (Yoh 5:29). Dan Santo Yakobus memberi peringatan bahwa dosa yang sudah matang akan melahirkan kematian. (Yak 1:15). Pikiran ini tersebar di seluruh Kitab Suci; dosa membawa kematian yaitu kematian jiwa dan badan; hanya kebenaran membawa kehidupan yang benar.

Kadang-kadang disebut juga macam dosa secara konkrit, dosa tidak percaya: Barangsiapa tidak percaya ia telah berada di bawah hukuman, sebab ia tidak percaya dalam nama Anak Tunggal Allah. (Yoh 3:18)

Tidak ada seorang terkutuk dapat berkata bahwa apa yang ia lakukan tidak seberapa beratnya. Juga Tuhan tidak dapat dipersalahkan karena Tuhan memberi rahmat yang cukup untuk mencapai kebahagiaan. Hanya kehendak jahat dari pihak pendosa membuat dia layak menerima siksa neraka.

Dosa menyesatkan orang lain: Barangsiapa menyesatkan salah satu dari anak-anak kecil ini yang percaya pada-Ku, lebih baik baginya jika sebuah batu kilangan diikatkan pada lehernya lalu ia ditenggelamkan ke dalam laut. (Mat 18:6). Santo Paulus sendiri menyusun suatu daftar perbuatan yaitu percabulan, kecemaran, hawa nafsu, penyembahan berhala, sihir, perseteruan, perselisihan, iri hati, amarah, kepentingan diri sendiri, percederaan, roh pemecah belah, kedengkian, kemabukan, pesta pora dan sebagainya. Lalu ia melanjutkan: terhadap semuanya itu aku peringatkan kamu bahwa barangsiapa melakukan hal-hal yang demikian, ia tidak akan mendapat bagian dalam kerajaan Allah. (Gal 5:19-21). Dan pada saat perpisahan definitif antara orang yang baik dan orang yang buruk, dikatakan: Tinggal di luar, hai anjing-anjing dan tukang-tukang sihir, orang sundal, orang pembunuh, penyembah berhala dan setiap orang yang mencintai dosa dan yang melakukannya. (Why 22:15). Bersama orang penakut, orang yang tidak percaya dan orang keji, mereka akan mendapat bagian mereka di dalam lautan yang bernyala-nyala oleh api dan belerang; inilah kematian yang kedua. (Why 20:8)

Setiap orang yang mati dalam keadaan berdosa berat masuk ke neraka, juga orang yang menamakan dirinya Kristen. Santo Paulus menasehati saudara-saudaranya di dalam iman agar mereka tidak menipu diri di dalam masalah ini. tidak tahukah kamu bahwa orang yang tidak adil tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan Allah? Kita harus mempunyai pengharapan yang kokoh kuat kepada Kristus tetapi kita juga harus selalu taat sesuai dengan perkataan Kitab Suci: Kerjakanlah keselamatanmu dengan takut dan gentar. (Fil 2:12)

3. Pelaksanaan Siksa

Neraka berarti ketidakhadiran Tuhan dan siksa api. Siksa-siksa ini dirasakan oleh pendosa sesudah kematian, langsung dan tidak diulur-ulurkan. Neraka itu kekal sifatnya. Kitab Suci mempergunakan bahasa yang jelas untuk menandaskan kekekalan mereka. Pendosa diancam dengan siksa yang kekal (Mat 25:46), dengan api yang kekal (Mat 18:8), dengan hukuman kekal (Ibr 6:2); tidak ada ampun selama-lamanya karena ia berbuat dosa kekal. (Mrk 3:29)

4. Sifat Siksa

4.1 Kekal

Untuk mendapat pandangan yang lebih jelas mengenai semuanya itu, kita patut memiliki pengertian yang mendalam tentang kebesaran Tuhan dan tentang keburukan dosa. Mengapa siksa itu harus kekal? Baiklah kita mulai dengan berkata bahwa siksa itu harus kekal oleh karena dosa besar adalah kejahatan yang luar biasa. Pendosa memberontak terhadap Tuhan: ia menghina Tuhan dengan melanggar perintah Tuhan dan dengan melekatkan diri kepada salah satu makhluk seakan-akan makhluk inilah yang tertinggi nilainya dan tujuannya yang terakhir. Seringkali pendosa tidak secara terang-terangan membangkang terhadap Tuhan; tetapi perbuatannya adalah suatu penolakan terhadap Tuhan karena ia memandang makhluk ciptaan sebagai sesuatu yang paling utama; manusia pendosa mengkehendaki secara implisit agar tidak ada Tuhan yang melarang dosa.

Siksa itu kekal justru karena kesalahan pun kekal sifatnya. Seorang terkutuk tidak mendapat ampun selama-lamanya melainkan bersalah karena berbuat dosa kekal. (Mrk 3:29). Dan kesalahan itu kekal karena yang terkutuk berpegang teguh pada kehendaknya yang jahat. Ia tidak akan bertobat karena ia tidak mau bertobat. Tuhan yang mahabaik dan mahabijaksana selalu siap dengan rahmat-Nya. Ia mengundang pendosa dan menantikannya tetapi sia-sia. Karena itu Tuhan menyiksa sesuai dengan keadilan-Nya.

4.2 Perbedaan

Walaupun para terkutuk kehilangan pandangan Tuhan dan walaupun mereka disiksa oleh api, namun ada perbedaan di dalam penderitaan. Tuhan itu adil dan ia tidak menghukum seorang pun lebih daripada yang patut diterimanya. Oleh karena kesalahan mereka berbeda-beda maka siksa pun berbeda-beda pula.

Kristus sendiri telah menyatakan itu ketika Ia berkata kepada yang tidak mau menerima pewartaan Para Rasul: Pada hari penghakiman tanah Sodom dan Gomora akan lebih ringan tanggungannya daripada kota itu. (Mat 10:15). Pada suatu kesempatan lain Kristus berkata:  Hamba yang tahu akan kehendak tuannya tetapi yang tidak mengadakan persiapan atau tidak melakukan apa yang dikehendaki tuannya, ia akan menerima banyak pukulan. Tetapi barangsiapa tidak tahu akan kehendak tuannya dan melakukan apa yang harus mendatangkan pukulan, ia akan menerima sedikit pukulan. (Luk 12:47)

Perkataan ini membuat kita menduga bahwa ada perbedaan yang sangat besar di dalam siksa oleh karena ada perbedaan yang besar pula di dalam kesalahan. Kita tidak mengerti apakah arti yang sebenarnya dari �banyak� dan �sedikit� itu. Yang pasti ialah bahwa makin banyak rahmat yang kita terima makin besar pula resiko yang dan tanggungjawab kita. Oleh karena itu kita dapat mendengarkan dari mulut Kristus sendiri: Setiap orang yang kepadanya banyak diberi, daripadanya akan banyak dituntut dan kepada siapa yang banyak dipercayakan, daripadanya akan lebih banyak lagi dituntut. (Luk 12:48). Ucapan Kristus ini mengajak kita untuk bermawas diri secukupnya dan sejujurnya.

oleh Pater H. Embruiru, SVD dalam buku Aku Percaya hlm. 183-186

Katekese tentang Siksa Kekal / Neraka menurut Katolik (bag. 1)



Keputusan Tuhan membawa perpisahan yang sangat radikal. Di dalam dunia ini yang baik dan yang buruk masih bercampur-baur. Yang buruk kelihatan di tengah yang baik sebagai ilalang di antara gandum. (Mat 13:25). Menang dan kalah silih berganti. Tetapi pada akhir zaman mereka dipisahkan; yang baik dikumpulkan dan yang buruk dibuang. Berlainan sekali dengan perkataan Kristus: Marilah kamu yang diberkati oleh Bapa-Ku, kedengaranlah suara: Enyahlah daripada-Ku hai kamu orang terkutuk, enyahlah ke dalam api yang kekal. Dan mereka akan masuk ke tempat siksaan kekal, tetapi orang benar akan masuk dalam hidup yang kekal. (Mat 25:41-46).

1. Siksa Neraka

Kristus tidak mau menegaskan secara konkrit sifat-sifat yang sebenarnya daripada siksa neraka itu. Ia selalu menyesuaikan diri dengan kebiasaan setempat, juga dalam memilih kata-kata. Ia berbicara tentang dapur api (Mat 13:42), tentang api yang tak terpadamkan (Mrk 9:43).
1.1 Adanya siksa

Sang Penebus datang bukan untuk mengancam. Tugas-Nya ialah membawakan kabar gembira mengenai Kerajaan Allah. (Mat 4:23). Tidak semua orang menerimanya. Dan mereka yang menolaknya akan dibuang ke luar. Yohanes Pembabtis menerangkan: Hasilkanlah buah yang sesuai dengan pertobatan ... setiap pohon yang tidak menghasilkan buah yang baik pasti ditebang dan dibuang ke dalam api. (Mat 3:8-10). Dan Kristus sendiri berkata dalam suatu perumpamaan: Seperti ilalang dikumpulkan dan dibakar dalam api, demikian juga pada akhir zaman. Anak manusia akan menyuruh malaikat-malaikat-Nya dan mereka akan mengumpulkan segala sesuatu yang menyesatkan dan semua orang yang melakukan kejahatan. Semuanya akan dicampakkan ke dalam dapur api. Di sana akan terdapat ratapan dan kertakan gigi. (Mat 13:44-46). Hal yang sama masih diungkapkan oleh Yesus dalam banyak perumpamaan lain: perumpamaan tentang pukat, di mana orang membuang ikan yang tidak baik. (Mat 13:48); lalu perumpamaan tentang perjamuan. Ketika para undangan menolak undangan dan menyiksa para hamba dan membunuhnya, murkalah raja; ia mengirim pasukan ke sana untuk membinasakan pembunuh-pembunuh itu dan membakar kota mereka.(Mat 22:7). Tentang hamba yang tidak setia diberitakan bahwa tuan akan membunuh dia dan membuat senasib dengan orang munafik. (Mat 24:51). Aku tidak tahu darimana kamu datang, enyahlah dari pada-Ku, hai kamu sekalian yang melakukan kejahatan. (Luk 12:37). Bagi mareka yang tidak melaksanakan cintakasih, akan terdengar: Enyahlah dari hadapan-Ku, hai kamu orang yang terkutuk, enyahlah ke dalam api yang kekal. (Mat 25:41). Dan akhirnya, kesimpulan ringkas dari tugas yang diberikan Yesus kepada Para Rasul-Nya; pergilah ke seluruh dunia dan wartakanlah Injil kepada segala makhluk. Siapa yang percaya dan dibabtis akan diselamatkan, tetapi siapa yang tidak percaya akan dihukum. (Mrk 16:15-16).

Santo Paulus pun berbicara dengan jelas sekali. Pada waktu Tuhan Yesus dari dalam Surga menyatakan diri-Nya bersama dengan malaikat-malaikat-Nya, dalam kuasa-Nya, di dalam api yang bernyala-nyala dan mengadakan pembalasan terhadap mereka yang tidak mau mengenal Allah dan tidak menaati Injil Yesus, Tuhan kita. Mereka akan menjalani hukuman kebinasaan selama-lamanya, dijauhkan dari  hadirat Tuhan dan dari kemuliaan kekuatan-Nya. (2 Tes 1:7-9). Oleh karena itu, Rasul Paulus menasehati para pendosa dengan sangat: Oleh kekerasan hatimu yang tidak mau bertobat, engkau menimbun murka atas dirimu sendiri pada waktu  mana murka dan hukuman Tuhan yang adil akan dinyatakan. Ia akan membalas setiap orang menurut perbuatannya yaitu hidup kekal kepada mereka yang dengan tekun berbuat baik, mencari kemuliaan, kehormatan dan ketidakbinasaan, tetapi murka dan geram kepada mereka yang mencari kepentingan sendiri, yang tidak taat kepada kebenaran, melainkan taat kepada kelaliman. Penderitaan dan kesesakan akan menimpa setiap orang yang berbuat jahat, sebab Allah tidak memandang bulu. (Rom 2:5-11)

Allah yang belaskasihan-Nya tidak terbatas akan menghukum para pendosa yang tidak mau bertobat dengan hukuman berat di kehidupan yang lain.

1.2 Kehilangan Tuhan

Kalimat �Enyahlah daripadaKu, hai kamu orang terkutuk, enyahlah ke dalam api yang kekal. (Mat 25:41)� mencakup dua masalah yaitu kehilangan Tuhan dan siksa api.
Para terkutuk tahu bahwa Tuhan ada: mereka juga tahu bahwa Ia adalah kebaikan yang tidak terhingga, tetapi mereka tidak memandang-Nya dan mereka tidak mencintai-Nya; mereka merasakan bahwa kebenaran, kebaikan dan keindahan yang tidak terkatakan itu menolak mereka dan membuang mereka. Selama mereka hidup di dunia mereka tidak mau tahu-menahu mengenai Tuhan; mereka menganggap Tuhan sebagai suatu halangan bagi kebahagiaan mereka; mereka mau hidup tanpa Tuhan; mereka mau hidup sesuka hatinya. Mereka tidak membutuhkan Tuhan dan sekarang juga mereka harus hidup tanpa Tuhan. Segala macam kegembiraan duniawi sudah hilang lenyap; mereka merasakan suatu kekosongan yang mengerikan. Bagaikan bayang-bayang kesemuanya itu berlalu, laksana kabar yang melintas dengan cepatnya, laksana asap yang dicerai-beraikan angin. Keb 5:11-14.

Mereka sangat merasakan kehilangan Tuhan. Kerinduan dasar dari jiwa mereka ingin memiliki Tuhan, kebenaran, kebaikan dan keindahan yang sempurna. Tetapi keinginan itu mengalami frustrasi terus-menerus. Sekarang mereka tahu bahwa Allah adalah kehidupan dari kehidupan mereka, tetapi mereka tahu juga bahwa mereka sudah terputus daripada-Nya. Mereka tahu bahwa mereka sudah hilang, ditinggalkan oleh Tuhan dan diusir oleh Tuhan. Pikiran kepada Tuhan tidak pernah melepaskan mereka; pikiran itu selalu menyiksa mereka dan mengejar mereka. Tetapi bukan itu saja. Kedukaan mereka tidak hanya terdiri dari kehilangan Tuhan. Mereka juga merasakan suatu kekosongan. Di dalam hatinya terdapat suatu kerinduan yang tidak terhapuskan akan kebenaran, kebaikan dan keindahan tetapi didorong oleh kehendak jahat mereka telah memilih kebohongan, ketidakbenaran dan keburukan.

Sebab dari kesemuanya itu ialah kehendak mereka yang telah memilih yang buruk. Di dalam mereka tidak ada bekas cintakasih. Kebajikan kepercayaan sudah mati di dalam mereka. Mereka masih menerima bahwa Tuhan itu ada tetapi sinar Tuhan tidak menyinari mereka. Ada lagi satu masalah khusus di neraka yaitu bahwa di sana tidak ada pengharapan lagi. Para terkutuk tahu bahwa mereka tidak mengharapkan lagi sesuatu. Tiap kesengsaraan akan lebih mudah terpikul apabila ada harapan di neraka. Tetapi pembuangan ini sifatnya kekal sehingga tidak terdapat harapan sama sekali.

Apabila kita meresapkan semuanya ini dan memperhatikan apa yang dilakukan oleh Tuhan yang mahabelaskasih terhadap para pendosa yang tidak bertobat, maka kita harus dapat berkata: Sungguh ngeri apabila jatuh ke dalam tangan Allah yang hidup. (Ibr 10:31)

1.3 Api Neraka

Kitab Suci mempergunakan beberapa istilah untuk menyatakan siksa di neraka. Ulat yang tidak mati (Mrk 9:48), ratapan dan kertakan gigi (Mat 24:51); kegelapan yang paling gelap (Mat 8:12); lautan api dan belerang (Why 20:10); gua-gua gelap di mana malaikat berdosa ditahan (2 Pet 2:4); belenggu abadi di dalam dunia kekelaman (Yud 1:6); tempat penderitaan (Luk 16:28). Istilah yang paling banyak dipergunakan ialah:  api yang tidak terpadamkan, api kekal. (Mrk 9:44). Tuhan hendak menyampaikan kepada kita siksa neraka melalui pengertian api.

Kita tidak mengetahui sifat dan cara kerja api tersebut. Kita hanya dapat mengatakan bahwa di samping kehilangan Tuhan, masih ada lagi satu makhluk yang menyiksa para terkutuk, dan makhluk itu dinyatakan dalam istilah api. Dunia pengertian kita tidak dapat menggambarkan siksa ini lebih baik daripada api. Tidak ada gunanya menanyakan bagaimana api ini menyiksa jiwa dan bagaimana badan-badan di neraka menyala tanpa menjadi hangus. Suatu tabir rahasia menyelubungi semuanya itu dan kita tidak mampu mengungkapkannya.

oleh Pater H. Embruiru, SVD dalam buku Aku Percaya hlm. 180-183

Katekese tentang Siksa Kekal / Neraka menurut Katolik (bag. 2)

Friday, November 18, 2011

Pesan Pastoral Sidang KWI 2011 tentang Katekese

mirifica.net


"Mewartakan Injil adalah rahmat dan panggilan khas Gereja,
merupakan identitasnya yang terdalam" 
(Evangelii Nuntiandi, a.14)


Pendahuluan

�1.    Gereja mempunyai tugas utama untuk mewartakan, sesuai perintah Kristus: "....pergilah, jadikanlah segala bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu" (Mat 28:19-20). Perintah Kristus ini menjadi dasar perutusan Gereja dalam karya katekese. Ulang Tahun ke-50 Hierarki Gereja Katolik Indonesia yang kita rayakan pada tahun ini, kita syukuri sebagai peristiwa iman dan anugerah Tuhan. Peristiwa ini kita gunakan sebagai kesempatan untuk menyadari bersama-sama betapa pentingnya memastikan bahwa tugas pewartaan dijalankan dengan sebaik-baiknya di bumi Nusantara.
�2.    Sadar akan pentingnya tugas tersebut, pada Sidang Tahunan Konferensi Waligereja Indonesia tahun 2011, para Uskup menyelenggarakan hari studi tentang katekese, dengan tema: "Mewartakan Injil adalah rahmat dan panggilan khas Gereja, merupakan identitasnya yang terdalam" (EN 14). Hari studi yang diselenggarakan pada 7-9 November 2011 itu dihadiri oleh para Uskup, perwakilan Koptari, perwakilan Unio Indonesia, koordinator komisi kateketik tiap-tiap regio, wakil lembaga pendidikan kateketik, wakil lembaga pendidikan calon imam, serta para nara sumber yang terdiri dari para katekis lapangan dan ahli teologi serta ahli katekese. Selama tiga hari para peserta mengadakan tukar pengalaman dan perenungan atas karya katekese  dalam Gereja kita. Para peserta juga mendalami keadaan karya katekese di Indonesia melalui penuturan para nara-sumber serta pemaparan hasil penjajakan sederhana dalam konteks ajaran Gereja tentang katekese ("Petunjuk Umum Katekese", dari Kongregasi untuk Imam). Sebagai rangkuman dari hari studi katekese, para peserta mengajukan saran untuk merumuskan beberapa langkah nyata sebagai tindak-lanjut pastoral katekese di masa depan.


Mencermati Karya katekese di Indonesia
�3.    Setelah mencermati karya katekese di Indonesia pertama-tama pantaslah disyukuri adanya arah yang jelas, yang dirumuskan dan dikembangkan dalam Pertemuan Kateketik antar Keuskupan se Indonesia (PKKI) I-IX, yaitu Katekese Umat. Rumusan mengenai Katekese Umat setiap kali diperdalam dan disesuaikan dengan konteks zaman, sehingga menjawab kebutuhan umat. Selain arah yang jelas, karya katekese di Indonesia juga ditandai dengan kehadiran para pastor yang sungguh-sungguh menggerakkan karya katekese di paroki-paroki mereka. Sementara itu, keterlibatan umat untuk menjalankan pastoral katekese baik sebagai katekis purna waktu, maupun sebagai pelaksana karya katekese paruh waktu merupakan kekuatan bagi gerak pastoral katekese di Indonesia. Harus diakui bahwa karya katekese sangat tergantung dari keterlibatan saudara-saudari kita itu. Menggembirakan pula adanya Program Studi Kateketik di sejumlah Perguruan Tinggi yang tersebar di beberapa wilayah Indonesia untuk mempersiapkan, mendidik dan membina tenaga-tenaga yang cerdas, terampil serta berkomitmen dalam bidang katekese.
�4.    Namun para peserta hari Studi Katekese juga menyadari bahwa karya katekese di Indonesia berjumpa dengan pelbagai tantangan dan keprihatinan, sehingga hasil perumusan katekese umat dalam PKKI tidak seutuhnya dapat dilaksanakan.
�4.1.    Para pastor sebagai penanggungjawab katekese tingkat paroki tidak jarang dirasakan kurang memberikan perhatian pada karya katekese. Sementara itu, tidak sedikit pula para petugas katekese yang tidak mempunyai kemampuan yang memadai dalam menjalankan katekese karena kurangnya pembinaan yang berkelanjutan. Disadari pula kenyataan  bahwa beberapa keuskupan tidak  mengangkat katekis purna waktu karena berbagai alasan. Ada juga gejala  para guru agama katolik PNS yang  tidak bersedia melibatkan diri dalam karya katekese di tengah umat. Keprihatinan-keprihatinan itu perlu ditanggapi dengan pembinaan dan pengembangan kesadaran akan pentingnya katekese dan spiritualitas yang mendukung dalam diri semua penanggungjawab dan pelaku katekese bahkan dalam diri seluruh umat.
�4.2.    Isi katekese seringkali dirasakan kurang memadai. Di satu pihak, katekese yang memberi tekanan pada tanggapan iman atas hidup sehari-hari seringkali kurang memberi tempat pada aspek doktrinal, sehingga umat seringkali canggung dan takut ketika berhadapan dengan orang-orang yang mempertanyakan iman mereka. Di lain pihak, ketika katekese lebih memberi perhatian pada unsur-unsur doktriner, katekese dirasakan menjadi terlalu sulit bagi umat dan kurang bersentuhan dengan kenyataan hidup sehari-hari. Katekese yang kurang menyentuh hati dan memenuhi harapan ini rupanya merupakan salah satu alas an yang mendorong  sejumlah orang katolik, khususnya anak-anak dan orang muda yang pindah dan lebih tertarik cara doa dan pembinaan Gereja-gereja lain yang dirasakan lebih menarik. Kenyataan ini menantang kita untuk lebih bersungguh-sungguh menciptakan dan mengembangkan model katekese yang bermutu dan menanggapi harapan.

Refleksi Iman
�5.    Gereja dipanggil untuk mewartakan Kabar Gembira kepada dunia. Tugas ini adalah "rahmat dan panggilan khas Gereja, merupakan identitasnya yang terdalam" (EN 14). Gereja mewartakan Injil, karena Injil itu "ragi yang menimbulkan perombakan di dunia ini" (FABC V, 8.1.4). Katekese merupakan bagian integral dari pelaksanaan tugas pewartaan Gereja. Komunitas Basis Gerejawi merupakan salah satu medan yang amat penting dalam pelaksanaan tugas ini.  Gereja bertugas untuk "memajukan dan mematangkan pertobatan awal, mendidik orang yang bertobat dalam iman dan menggabungkannya dalam komunitas Kristiani" (Pedoman Umum Katekese no. 61). Maka katekese menyangkut pembinaan iman anggota-anggota Gereja, sejak mereka berniat masuk menjadi anggota Gereja sampai mencapai kedewasaan rohani. Termasuk juga dalam proses katekese ini ialah pelajaran agama di sekolah.
�6.    Sebagai proses pendewasaan iman, tugas fundamental katekese ialah mengantar orang masuk ke dalam kehidupan umat dan perutusannya serta membantu umat beriman untuk mengetahui, merenungkan dan merayakan misteri Kristus. Katekese juga membantu orang untuk mengembangkan sikap misioner dan dialog (Pedoman Umum Katekese no 85-86). Oleh karena itu, katekese perlu dilihat sebagai suatu proses yang terencana dan sistematis, yang meliputi pengembangan pengetahuan dan sikap serta penghayatan iman pribadi maupun kelompok, yang dilaksanakan untuk membantu umat sehingga semakin dewasa dalam iman.
�7.    Katekese merupakan tanggungjawab seluruh Gereja. Dalam Gereja partikular, Uskup adalah penanggungjawab utama karya katekese, karena "di antara tugas-tugas mendasar para Uskup, pelayanan Injil menduduki tempat utama" (LG 25). Tentu saja, pelaksanaan tugas ini dibantu oleh para imam, kaum religius dan kaum awam yang terlibat dalam karya katekese.

Langkah Tindakan Pastoral
�8.    Untuk membangkitkan dan menggairahkan karya katekese di Indonesia diperlukan langkah-langkah pastoral sebagai berikut:
8.1.   Katekese Umat sebagai arah karya katekese di Indonesia perlu ditumbuh-kembangkan dalam lingkungan hidup umat, khususnya melalui komunitas-komunitas basis atau pun kategorial. Katekese umat perlu diperkaya dengan Injil, Tradisi dan ajaran Gereja.
8.2.   Katekese sekolah tidak jarang merupakan satu-satunya kesempatan bagi banyak orang muda untuk menerima pengajaran dan pendidikan agama. Kerjasama antara penanggungjawab pastoral setempat dengan sekolah dan khususnya guru agama sekolah, perlu dikembangkan.
8.3.   Perlu dikembangkan  program katekese yang menyeluruh dan berkesinambungan sejak usia dini sampai usia lanjut. Untuk itu perlu kerjasama antara Komisi Kateketik KWI maupun Komisi Kateketik Keuskupan-keuskupan, dengan komisi-komisi lain yang terkait dengan pembinaan iman.
8.4.   Berjalannya karya katekese sangat tergantung pada para petugas pastoral yang menjalankan katekese di tengah umat. Maka, perlulah pembinaan terus-menerus bagi para pelaksana atau fasilitator katekese umat tersebut.
8.5.   Demi kemajuan karya katekese di Indonesia diperlukan orang-orang yang sungguh ahli dalam bidang katekese, yang harus disiapkan dengan sungguh-sungguh.
8.6.   Karya katekese di tingkat paroki seringkali tergantung pada para imam pemimpin paroki. Maka pembinaan katekese bagi para imam dan calon imam mutlak diperlukan.
8.7.   Salah satu tanda bahwa karya katekese merupakan prioritas utama dalam Gereja ditampakkan dalam dukungan finansial bagi program-program katekese maupun bagi pembinaan dan penghidupan para petugas pastoral yang berkarya di bidang katekese.
8.8.   Perlu ditingkatkan mutu dan peranan lembaga pendidikan pastoral katekese dan kerjasamanya dengan lembaga pendidikan calon imam.
8.9.   Dengan menyadari betapa pentingnya katekese dalam hidup dan perkembangan Gereja, kerjasama dengan pelbagai pihak, misalnya Bimas Katolik, perlu diusahakan dan dikembangkan.
Pemikiran-pemikiran penting tersebut mendesak untuk dituangkan dalam kebijakan-kebijakan praktis, baik di tingkat KWI, Regio atau Provinsi Gerejawi, keuskupan maupun di paroki-paroki.

Penutup
�9.    Pada kesempatan ini, kami ucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada Anda semua yang sungguh terlibat dalam karya katekese, pertama-tama kepada para katekis baik purna waktu maupun paruh waktu, para guru agama di sekolah maupun di lingkungan, para pelaksana karya katekese di komunitas-komunitas basis, para imam dan religius yang setia mengabdikan diri untuk pengembangan karya katekese. Berkat ketekunan Anda, banyak umat beriman diantar menuju iman katolik dan dibimbing kepada kedewasaan iman. Kami ucapkan terima kasih kepada seluruh umat yang dengan aneka cara mendukung karya katekese ini. Hanya dengan dukungan seluruh umatlah, karya katekese dapat terlaksana dan dikembangkan.
�10. Akhirnya, kita percaya bahwa Allahlah Sang Penabur, yang menaburkan benih Injil dalam kehidupan kita. Melalui karya katekese, kita semua dipanggil untuk bersama Allah menumbuhkan dan memelihara benih yang tumbuh itu hingga berbuah. Kita serahkan segala upaya pastoral katekese kita dalam penyelenggaraan dan tuntunan Allah. Semoga Ia yang telah memulai karya yang baik ini di antara kita, berkenan menyelesaikannya juga (Flp 1:6).  
Berkat Tuhan selalu menyertai kita semua.
Jakarta, 17 November 2011

Konferensi Waligereja Indonesia,

Mgr. Martinus D. Situmorang, OFM.Cap
K e t u a
Mgr. Johannes Pujasumarta
Sekretaris Jenderal

Doa Sebelum Membuka Internet

St. Isidorus dari Sevilla, Uskup dan Pujangga Gereja serta Santo Pelindung Internet

Versi Indonesia

Doa Sebelum Membuka Internet
Allah yang mahakuasa dan kekal, yang menciptakan kami dalam rupa-Mu dan memanggil kami untuk mencari semua yang baik, benar, dan indah, terutama di dalam pribadi ilahi Putra-Mu yang tunggal, Tuhan kami Yesus Kristus;

kami mohon kepada-Mu, dengan pengantaraan Santo Isidorus, Uskup dan Pujangga Gereja, supaya selama perjalanan kami di internet kami mengarahkan tangan dan mata kami kepada apa yang berkenan kepada-Mu dan memperlakukan semua orang yang kami temui dengan kasih dan kesabaran. Demi Kristus Tuhan kami. Amin.

Versi Latin

Oratio ante colligationem in interrete:
Omnipotens aeterne Deus, qui secundum imaginem Tuam nos plasmasti et omnia bona, vera, et pulchra, praesertim in divina persona Unigeniti Filii Tui Domini nostri Iesu Christi, 
quaerere iussisti, praesta, quaesumus, ut, per intercessionem Sancti Isidori, Episcopi et Doctoris, in peregrinationibus per interrete, et manus oculosque ad quae Tibi sunt placita intendamus et omnes quos convenimus cum caritate ac patientia accipiamus. Per Christum Dominum nostrum. Amen.

by ucatholic.com

Arti Kematian Kristen


Oleh Pater Herman Embruiru, SVD


Titik Akhir Kehidupan. Di dalam kehidupan manusia tidak ada sesuatu yang begitu mengajak kita berpikir-pikir daripada kematian. Tidak ada yang begitu goyah daripada kemewahan dan kesehatan. Seringkali kita berkenalan dengan kematian, yang  biasanya mengacaukan kehidupan kita sendiri. Tiap peristiwa kematian mempunyai bahasanya sendiri terhadap kita pribadi, karena manusia yang masih hidup dan sehat mengerti bahwa ia solider dengan seluruh umat manusia yang harus mati. Anggota tubuh yang sekarang ini masih kokoh kuat dan menjalankan fungsinya dengan baik, wajah yang indah ini, akan hilang lenyap.

Kematian sangat mengerikan bagi kodrat kita, dalam arti kata yang sebenarnya. Apabila kematian tiba, kodrat kita merasa takut dan gemetar karena kita masih ingin hidup. Kematian adalah pemusnahan kehidupan, pemecahan dari kesatuan yang hidup dari manusia itu sendiri. Di samping itu timbul pula pertanyaan yang menakutkan: Apakah yang akan terjadi sesudah itu? Manusia gemetar melewati pintu gelap gulita itu untuk sampai ke tempat di mana belum ada seorang pun yang pulang kembali. Pikiran kita tidak dapat mengatakan yang jelas tentang kehidupan di balik dinding kematian.

Akibat Dosa. Iman kita juga mengajarkan kita tentang asal mula kematian itu. Dari wahyu, kita mengetahui bahwa kematian tidak termasuk dalam rencana asaliah Tuhan. Sebelum manusia mengacaukan keadaan dengan dosa, sebelum itu belum ada kematian. Dosa adalah sebab utama dari kematian. Kematian telah masuk ke dalam dunia oleh dosa. Kematian telah menjalar kepada semua orang karena semua orang telah berbuat dosa. (Rom 5:12). Kematian tidak dibuat oleh Allah dan Ia pun tidak bergembira atas kemusnahan yang hidup. Allah telah menciptakan manusia untuk kebakaan tetapi kedengkian setan telah memasukkan kematian ke dalam dunia. (Kebijaksanaan Salomo 2:23-24). Karena kesalahan pribadi maka manusia sendiri bertanggungjawab atas kematian; kematian adalah siksa yang adil dari pihak Tuhan untuk dosa yang dilakukan oleh manusia.

Di kayu salib, Kristus telah mengalahkan segala kekuatan yang bertentangan dengan Allah. Ia telah melemparkan penguasa dunia ini ke luar. (Yoh 12:31). Ia telah menghapuskan surat hutang kita dengan darah-Nya (Kol 2:14) dan telah mematahkan kuasa maut (2 Tim 1:10). Tetapi bersama itu tidak dikatakan bahwa sekarang tidak ada lagi dosa dan kematian di atas dunia ini. Salib Kristus adalah sebab universal dari pada kebahagiaan kita; itulah kekuatan yang membuat setiap orang dapat memperoleh pengampunan dan kehidupan. Setan sudah kalah, tetapi perjuangan berlangsung terus selama sejarah umat manusia dari turunan yang satu ke turunan yang lain. Selama ada manusia baru, selama ada turunan dari Adam lama, firdaus tidak akan kembali. Dan selama kekuatan dosa masih ada, selama itu kematian juga masih ada. Karena itu semua orang akan mati dalam persekutuan dengan Adam (1 Kor 15:22) dan karena itu juga kematian adalah musuh terakhir yang dibinasakan. (1 Kor 15:26)

Pembersihan. Kematian masih mempunyai suatu arti yang lebih mendalam bagi kehidupan manusiawi. Kehidupan adalah jalan menuju Allah. Tetapi di dalam kodrat kita yang sudah dicemari oleh dosa terdapat banyak rintangan. Untuk dipersatukan lagi dengan Allah dibutuhkan kemurnian hati yang besar. Seluruh kehidupan harus merupakan suatu proses pembersihan. Pembersihan yang terus menerus ini adalah mutlak perlu. Fase yang terakhir dan yang menentukan di dalam proses ini adalah kematian. Kematian berarti perpisahan dari segala yang fana.

Kelahiran Baru. Seorang Kristen memandang kematian bukan sebagai titik akhir, tetapi sebagai titik mula. Memang, kematian mengakhiri banyak hal: kenikmatan duniawi, kekayaan duniawi dan kehormatan duniawi; semuanya itu berakhir untuk selama-lamanya. Bagi mereka yang tidak merindukan sesuatu yang lain dan bagi mereka yang tidak mengharapkan sesuatu sesudah kehidupan ini, kematian merupakan suatu bencana. Tetapi seorang Kristen memandang kematian sebagai suatu kelahiran untuk kehidupan baru. Baginya kematian merupakan perpisahan yang menyedihkan dari sekian banyak hali yang begitu berkenan kepadanya. Tetapi ia tahu juga bahwa ia menuju ke suatu kehidupan yang lebih baik, suatu kehidupan penuh terang, kegembiraan dan kebebasan. Jikalau dipandang demikian, maka kematian adalah sesuatu yang baik, sesuatu yang patut diterima dan tidak boleh ditolak. Seorang Kristen harus merindukannya di dalam Kristus. Dan apabila seluruh kehidupan kita di dunia ini dapat disimpulkan dalam satu perkataan ialah perkataan Kristus, maka kematian adalah suatu keuntungan. (Fil 1:21)

Persamaan dengan Kristus. Kita mati bersama Kristus. Kematian tidak hanya pintu yang menghantar kita ke sesuatu yang lebih baik bagi kita secara pribadi. Kematian juga adalah suatu persatuan yang khusus dengan Kristus. Pikiran ini memberi semangat dan penghiburan. Bagi seorang Kristen tidak ada yang lebih baik daripada hidup bersama Kristus. Dengan demikian kematian Kristiani mempunyai sifat khas. Di mana Aku berada, di situ pelayan-Ku akan berada. (Yoh 12:26). Sebelum Kristus masuk ke dalam kemuliaan-Nya, Ia tergantung di salib. Bukankah Kristus harus menderita semuanya itu untuk masuk dalam kemuliaan-Nya? (Luk 24:26). Demikianlah jalan yang harus dilalui seorang Kristen. Setiap anggota menerima nasib dari kepalanya. Di dalam kepahitan kematian, tersembunyi kemanisan yang benar. Masih ada suatu rahasia di dalam kematian Kristen. Kematian Kristus tidak hanya bermanfaat bagi Diri-Nya sendiri, tetapi juga bagi kebahagiaan dunia. Kematian seorang Kristen harus mengambil bagian dalam kematian Kristus. Kematiannya harus bermanfaat bukan untuk dirinya sendiri, penghapusan dosa dan penerimaan kehidupan baru, tetapi juga berguna bagi orang lain. Dan sebagaimana kematian menjadi jalan menuju kepada kebahagiaan dan kemuliaan, demikian pula kematian kita adalah titik akhir pembuangan kita di dunia ini dan pengantar kita ke rumah Bapa yang ada di Surga.


Sumber: Aku Percaya hlm. 164-166

Sunday, November 13, 2011

Newt Gingrich: Mengapa Saya Menjadi Seorang Katolik (Kesaksian Iman)

Newt Gingrich
Newton Leroy "NewtGingrich adalah seorang kandidat Presiden Amerika Serikat untuk Pemilu 2012 dari Partai Republik. Dia adalah eks-Protestan denominasi Lutheran dan Southern Baptist yang secara resmi memutuskan menjadi Katolik ketika Paus Benediktus XVI mengunjungi AS tahun 2008. Dia melihat AS sekarang ini terlalu sekuler dan memerlukan sentuhan iman. Berbeda dengan Obama yang anti-life, Newt Gingrich adalah seorang pro-life. Berikut ini adalah kesaksian imannya yang diterjemahkan dari National Catholic Register.

======================

Saya sering ditanya ketika saya memilih untuk menjadi Katolik. Bagaimanapun juga, adalah lebih penuh kebenaran untuk mengatakan bahwa selama perjalanan beberapa tahun, saya setahap demi setahap menjadi Katolik dan kemudian suatu hari memutuskan untuk menerima Iman yang baru saja telah saya anut.

Istri saya, Callista, seorang Katolik seumur hidupnya dan telah menjadi anggota dari Paduan Suara Basilika Peziarahan Nasional Immaculate Conception di Washington DC selama 15 tahun. Meskipun saya dulu seorang Southern Baptist (salah satu denominasi Protestan), saya telah menghadiri Misa bersama Callista setiap Minggu di Basilika untuk menyaksikan dia bernyanyi bersama paduan suara.


Saya menemani Callista ke Roma pada tahun 2005, ketika Paduan Suara-nya diundang untuk bernyanyi di Basilika St. Petrus. Selama di sana, saya memiliki kesempatan untuk berbicara panjang lebar dengan Monsinyur Walter Rossi, Rektor Basilika di Washington DC, mengenai iman, sejarah dan banyak tantangan budaya termasuk sekularisme yang menghadapi negara kita (maksudnya Amerika Serikat). Percakapan kami begitu mencerahkan dan menggugah rasa ingin tahu.

Selama perjalanan tersebut, saya mengalami perjalanan pertama saya ke Basilika St. Petrus dan saya mengenang kekaguman saya saat saya berada pada kehadiran dari kebenaran historis Gereja pada hari itu. Pada waktu yang sama, saya sedang dipengaruhi oleh beberapa buku yang sedang saya baca, termasuk buku The Cube and The Cathedral  karya George Weigel mengenai krisis sekularisme di Eropa dan bukunya yang lain yang berjudul The Final Revolution mengenai peran 
Kekristenan dalam membebaskan Eropa Timur dari kediktatoran atheis. Saya juga tergerak oleh refleksi Paus Benediktus XVI dalam bukunya Jesus of Nazareth bahwa, �Allah adalah pokok isunya; apakah Ia nyata, realitas itu sendiri atau Ia tidak [nyata]? Apakah Ia baik atau apakah kita harus menemukan kebaikan diri kita sendiri?�

Selama perjalanan kami, entah Callista dan saya berada di Kosta Rika atau Afrika, ia (Callista)tidak menyerah untuk menemukan Misa setempat pada hari Minggu. Mendengarkan �Amazing Grace� yang dinyanyikan dalam bahasa Chinese pada Misa di Beijing adalah sebuah pengalaman yang indah dan menyembah bersama umat beriman di seluruh dunia membuka mata saya pada keberagaman dan kekayaan Gereja Katolik.

Selama perjalanan satu dekade, dalamnya iman dan dan sejarah yang terkandung dalam kehidupan Gereja Katolik semakin bertambah nyata kepada saya dan keterpusatan akan Ekaristi dalam Misa Katolik semakin dan semakin jelas.

Kunjungan Paus Benediktus XVI ke Amerika Serikat pada tahun 2008 adalah titik balik bagi saya. Bapa Suci memimpin Vesper/Liturgi Senja meriah bersama Uskup-uskup Amerika Serikat di gereja bawah tanah di Basilika Washington. Paduan Suara Callista diminta bernyanyi bagi Paus Benediktus pada vesper dan sebagai suaminya, saya memiliki kesempatan unik untuk menghadiri kunjungan kepausan dan saya begitu dalam tergerak oleh peristiwa tersebut.

Menangkap pandangan sekilas Paus Benediktus pada hari itu, saya terpana akan kebahagiaan dan kedamaian yang ia pancarkan. Sukacita dan kehadiran yang memancar dari Bapa Suci adalah sebuah momen peneguhan mengenai banyak hal yang telah sedang saya pikirkan dan alami selama beberapa tahun.

Sore itu saya memberitahu Monsinyur Walter Rossi bahwa saya ingin diterima masuk ke dalam Gereja Katolik dan ia setuju untuk mengikutkan Callista sebagai pendukung saya. Di bawah pengawasan Mgr. Rossi, saya belajar Katekismus Gereja Katolik selama setahun berikutnya dan diterima dalam Gereja pada Maret 2009 dalam sebuah Misa yang indah di St. Yosef di Capitol Hill.

Setelah sepanjang satu dekade � mungkin sepanjang hidup � perjalanan iman saya, saya akhirnya berada di rumah.

Pax et Bonum

Saturday, November 12, 2011

Apa artinya Kehidupan Kekal?


Anakku, ada sebuah lirik dari sebuah himne indah yang sering kalian nyanyikan, yang menggambarkan kepadamu apa itu maksud �Kehidupan Kekal�; berikut ini liriknya:
�Yang baik bersama Allah di atas surga akan selalu berbahagia; orang-orang fasik dalam api neraka akan terbakar selamanya.�
Kebahagiaan surga, adalah untuk melihat, mencintai dan merasakan Allah selama-lamanya.

Penampakan Kanak-kanak Yesus
Santo Bonifasius, Uskup Lausanne, adalah seseorang yang menderita penyakit panjang dan menjengkelkan. Suatu malam, saat ia berbaring di tempat tidurnya, ia mengeluh kepada Ratu kita yang terberkati (Santa Perawan Maria), yang ia cintai dengan seluruh kasih sayang hatinya, bahwa ia merasa sangat sedih dan letih.

Perawan yang terberkati dengan segera menampakkan diri kepadanya, menggendong Kanak-kanak Ilahi Yesus di lengannya, membungkusnya dengan lampin, sebagaimana Dia dulu berada di kandang domba di Betlehem. Wajah dari Kanak-kanak Suci juga tertutup [oleh lampin tersebut].
Uskup yang baik itu penuh dengan sukacita akan penampakan yang indah itu: tetapi dia paling menginginkan untuk melihat wajah manis Penebus kita.

Yesus, mengetahui pikiran-pikiran yang terlintas di benak uskup itu, mengangkat tangan-Nya, dan membuka kain yang menyembunyikan wajah-Nya yang kudus, dan St. Bonifasius dapat melihatnya.
Orang kudus itu terpesona akan keindahan surgawi itu dan dalam keadaan ekstase ia berseru; � Oh! Jika di surga tidak ada apapun selain Wajah Kudus ini, itu sungguh bernilai selagi menderita seluruh kesengsaraan ini di dunia supaya kita dapat menatap wajah yang begitu mulia.�

Sementara dia terus berdoa, dia penuh dengan Roh, dan dibawa ke dalam Firdaus dan melihat kerubim, betapa mereka terbakar dengan cinta Allah. Kemudian, dia dibawa ke setiap paduan suara malaikat, dan kepada para nabi, dan melihat berbagai macam martabat mereka. Lalu kemuliaan Para Rasul ditunjukkan ke hadapannya. Kemudian dia tiba ke paduan suara para martir dan melihat kemuliaan mereka.

Setelah itu, dia sampai ke paduan suara para pengaku Iman yang meneguhkan Gereja Allah melalui kata-kata dan teladan mereka, dan dia merenungkan kemuliaan mereka. Kemudian dia sampai pada paduan suara para perawan yang mengikuti Anak Domba kemanapun Ia pergi; dia memandang martabat mereka dan dipenuhi dengan kegembiraan akan kemegahan dan keindahan mereka.

Lalu, di atas mereka semua, dia melihat Bunda Allah tak bernoda, dimahkotai dengan kemuliaan yang tak terucapkan, dan dia melihat juga [bahwa] dengan cinta kasih Bunda Maria dihormati oleh Putera-Nya, dan dengan penuh hormat dia dihormati oleh seluruh yang terberkati.

Terakhir, ia tiba di hadapan Kemuliaan Allah, dimana dia melihat Putera di dalam Bapa dan Bapa di dalam Putera dan Roh Kudus berasal dari keduanya, dan betapa Allah dimuliakan oleh orang-orang kudus-Nya.

Ketika ia kembali sadar setelah ekstase ini, dan mencoba menggambarkan apa yang ia lihat, �Saya tidak dapat menggambarkannya�, katanya; �tidak ada lidah manusia yang dapat menggambarkannya, tidak ada pikiran fana yang mampu memahaminya. Kemuliaan di Surga tidak dapat dibayangkan di bumi.�

Source: Lives of the Cistercian Fathers.
 
Namun, anakku, seperti rumahmu, rumah yang Allah buat untukmu. Kalian, untuk selamanya, bukan hanya sebagai seorang penonton dari seluruh keindahan tersebut, tetapi juga untuk berbagi di dalamnya, dan menjadi salah satu dari persekutuan terberkati tersebut (maksudnya: Paduan suara para martir, pengaku iman, dsb). Oh! Betapa mulia masa depan yang disiapkan untuk kalian, anakku, jikalau engkau baik sekarang ini dan tetap baik selama-lamanya. Kalian sekarang melihat apa arti �Kehidupan Kekal�.

Keimanan Santo Thomas More
Thomas More adalah Kanselir Tertinggi Inggris pada masa pemerintahan Raja Henry VIII. Dia adalah seorang yang sungguh-sungguh Katolik dan meskipun bersemangat dalam melayani rajanya, ia lebih bersemangat lagi untuk melayani Allah.

Ketika Henry memberontak melawan Gereja, Henry memasukkan Thomas ke dalam penjara dan terkadang menjatuhi hukuman mati kepada orang-orang yang tidak mengakuinya sebagai Kepala Gereja Inggris.

Ketika Henry memberitahu Sir Thomas More mengenai peraturan ini yang telah ia buat, [yaitu] meminta rakyatnya untuk tunduk kepada otoritasnya dalam hal-hal spiritual, Sir Thomas sekaligus menjawab bahwa ia tidak akan pernah sekalipun mematuhinya. Thomas berkata, �karena hal itu melawan hukum Allah�.

Raja Henry sangat kecewa terhadap penolakan Thomas, bukan hanya karena dirinya sendiri memiliki respek besar kepada Thomas, tetapi karena dia tahu pengaruh besar dari teladan Thomas akan mempengaruhi orang-orang lain. Jadi Henry mencoba, pertama-tama memberi janji, dan kemudian memberi ancaman-ancaman untuk membuat Thomas patuh.

Tapi itu semua sia-sia, karena hamba Raja Surga yang setia ini dengan tegas menyatakan bahwa dia memilih segera mati daripada mengabaikan kewajibannya kepada Allah.

Jawaban ini membuat Raja menjadi marah besar dan dia memerintahkan Thomas untuk segera dimasukkan ke dalam penjara.

Anda memang memiliki kekuasaan atas hidup saya dan atas seluruh yang saya miliki yang berlalu bersama kehidupan,� jawab Thomas si Pemberani ,� Tetapi lebih dari itu, kamu tidak memiliki kuasa atas apapun.�

Raja menjatuhi dia hukuman mati. Tetapi [Raja] berkehendak memberi Thomas sebuah kesempatan untuk menyelamatkan hidup Thomas, ia pergi kepada Margaretha, istri Thomas, dan membujuk Margareta untuk pergi kepada Thomas suaminya dan mencoba untuk mempengaruhinya dengan alasan-alasan menarik yang paling memiliki pengaruh terhadap hati manusia.

�Oh, suamiku,� dia berkata kepada Thomas, �Taatilah perintah Raja seperti yang lain telah lakukan, dan hidupmu akan terhindar [dari kematian].�

�Dan berapa lama, istriku tersayang,�  Thomas menjawab, �berapa lama yang kamu pikirkan bahwa saya akan hidup jika saya melakukan apa yang kamu minta?�

�Selama setidaknya 20 tahun,� istrinya berkata.

�Baik, jika kamu telah berkata 20 tahun, hal itu akan menjadi sesuatu hal lain: tetapi hal itu sungguh menjadi sesuatu yang sangat malang untuk hidup bahkan bertahun-tahun dan mengalami resiko kehilangan Allahku dalam keabadian! Oh tidak, Istriku sayang, Saya pikir kamu akan berkata lebih bijak kepada saya dibandingkan itu. Saya tidak akan setuju untuk tidak taat kepada Allahku dengan cara seperti itu. Saya berjanji kepadanya lagi dan lagi bahwa saya akan melayani-Nya dengan setia sepanjang hari saya dan mencintai-Nya dengan sepenuh hati dan oleh karena rahmat-Nya saya akan melakukannya.�

Sir Thomas More meninggal di tiang gantungan pada 6 Juli 1535.

Source: Dari riwayat hidup St. Thomas More

Anakku, Surga adalah rumahmu. Di surga, tinggallah Bapamu dan Bunda Maria-mu yang tercinta dan seluruh malaikat dan orang kudus. Karena surga, kamu diciptakan dan Surga menjadi tempat tinggal kamu selamanya jikalau kamu baik sekarang. Apakah yang lebih menguntungkan daripada sering memikirkan mengenai Surga sekarang yang kamu dapat lebih yakin untuk mencapainya ketika kamu meninggal?

St. Ignasius memikirkan surga.
St. Ignasius dari Loyola kadang-kadang menghabiskan waktu semalaman memikirkan rumahnya di Surga. Ketika ia berada di Roma, dia sering pergi ke bagian tertinggi dari rumah tempat ia tinggal dan menjaga matanya tertuju kepada Surga. Kemudian ia memikirkan rumah bahagia yang Allah siapkan bagi para hamba-Nya dan penghargaan yang tak terbatas akan diterima oleh mereka yang mencintai-Nya; dan dia sering terdengar berseru; �Oh, betapa keji dan tidak berharga yang dunia ini berikan kepada saya ketika �saya memikirkan sukacita-sukacita Surga�!

Oleh Pater. D. Chisholm
Imam Keuskupan Aberdeen.


Tuesday, November 1, 2011

Katekese Mengenai Persekutuan Para Kudus


�Janganlah kita melupakan mereka yang telah meninggal dalam doa kita. Janganlah kita melupakan Para Bapa Bangsa, Para Nabi, Para Rasul, dan Para Martir yang membawa permohonan-permohonan kita kepada Allah; janganlah kita melupakan Para Bapa Suci dan Para Uskup yang telah meninggal juga semua orang yang paling dekat dengan kita yang membawa permohonan-permohonan kita kepada Allah.� (St. Cyril of Jerusalem (ca. 350) Catechetical Lectures, 23 [Mystagogic 5], 90)
Kita sebagai Katolik menghormati Para Orang Kudus, tetapi kita umat Katolik tidak menyembah Para Kudus tersebut. Hanya Allah yang layak disembah (Mat 4:10; Luk 4:8; Kis 10:26). Jika kita boleh menghormati ayah dan ibu kita (Kel 20:12), mengapa kita tidak boleh menghormati Para Kudus? Petrus, Yakobus, dan Yohanes menyembah Yesus sambil menghormati Elia dan Musa dalam peristiwa Transfigurasi (Mrk 9:4). Yosua jatuh bersujud di hadapan seorang malaikat (Yos 5:14), Daniel jatuh bersujud di  hadapan Malaikat Gabriel (Dan 8:17), Tobias dan Tobit jatuh ke tanah di hadapan Malaikat Rafael (Tob 12:16). Jika orang-orang besar ini boleh menghormati Para Malaikat dan Orang Kudus, mengapa kita tidak boleh?


Kita umat Katolik mengakui bahwa hanya ada satu Pengantara, Yesus Kristus (1 Tim 2:5). Kita mengakui bahwa Kristus adalah satu-satunya Pengantara, tetapi Ia telah mengaruniai kita dan Para Kudus dengan kemampuan untuk terikat satu sama lain dalam satu kepengantaraan tersebut.

Seperti Paulus katakan: �Jadilah pengikutku sama seperti aku juga jadi pengikut Kristus� (1 Kor 11:1; juga 1 Tes. 1:6-7; 2 Tes. 3:7). Dengan kata lain, lakukan apa yang saya lakukan seperti saya melakukan apa yang Kristus lakukan. Bukankah ini berarti melayani dalam Pengantaraan Kristus? Demikian juga, 1 Tes 1:5-8 mengingatkan kita bahwa kita harus menjadi teladan bagi orang beriman dan Ibrani 13:7 mengingatkan kita supaya mengingat para pemimpin kita dan supaya kita mengingat dan mencontoh iman dan kehidupan mereka. Dengan menjadi seorang Kristiani dan dengan menjadi seorang teladan dari Kristus, seseorang berbagi dalam kepengantaraan Kristus. Paulus juga mengingatkan kita bahwa kita menggenapkan apa yang kurang pada penderitaan Kristus untuk Tubuh-Nya, yaitu Gereja (Kol 1:24). Jika demikian, maka menjadi seorang Kristiani berarti bahwa kita, oleh karena kodrat kita, berbagi dalam satu kepengantaraan Kristus.

Kodrat sesungguhnya dalam menjadi seorang Kristiani adalah untuk menjadi seorang pengantara / mediator karena kita adalah gambar dan rupa Kristus, yang mana hal ini berarti kita harus bertumbuh dalam kekudusan, berbagi dalam penderitaan Kristus. Dan dengan berbagi dalam penderitaan-Nya berarti bahwa seseorang berbagi dalam pengorbanan Yesus dalam Salib kepada Allah Bapa. Seperti Kristus yang menderita pada kayu salib untuk keselamatan kita, kita merupakan orang-orang yang berperan dalam karya penebusan Kristus oleh karena penderitaan kita sebagai seorang Kristiani dan oleh karena kita adalah gambar dan rupa Kristus. Kehidupan orang beriman adalah pengorbanan yang hidup bagi Allah.

Kitab Suci menunjukkan bahwa Para Kudus adalah yang pertama dan terutama berada di Surga bersama Kristus sebelum kebangkitan badan pada akhir zaman nanti (2 Makabe 15:11-16; Markus 12:26-27; Luk 23:43; 2 Kor 5:1, 6-9; Fil 1:23-25; Wahyu 4:4, 6:9, 7:9; 14:1, 19:1,4-6). Allah adalah Allah orang hidup bukan Allah orang mati (Mrk 12:26-27). Penyamun di kayu salib yang memandang Yesus, bertobat dan diberitahu Yesus bahwa ia akan berada di Firdaus bersama dengan Kristus pada hari itu. (Luk 23:43). Dalam Ibrani 12:1, kita diingatkan bahwa kita dikelilingi oleh awan saksi-saksi surgawi. Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru mengingatkan kita bahwa Para Martir berada dalam tangan Allah (Wahyu 6:9-11; 20:4 ; Kebijaksanaan Salomo 3:1-6). Kitab Didache yang memuat pengajaran Para Rasul menegaskan: �Tuhan akan datang dan seluruh orang kudus-Nya bersama Dia.�

Kitab Suci menunjuk pada fakta bahwa umat beriman di bumi berada dalam persekutuan dengan Para Kudus di surga (1 Kor 12:26; Ibr 12:22-24), dan bahwa mereka membantu kita melalui doa-doa syafaat mereka (Luk 16:9, 1 Cor 12:20; Why 5:8). Sebagai contoh, Kitab Suci menunjukkan bahwa �Dalam hidupnya (Elisa) memperlihatkan mujizat-mujizar dan setelah kematiannya, perbuatan-perbuatan  yang mengagumkan� (Sir 48:14). Bahkan setelah kematiannya, Elisa menjadi perantara bagi kita dan membawakan kita hal-hal �yang mengagumkan�. Dalam Tobit 12:12, kita melihat bagaimana seorang Malaikat mempersembahkan doa-doa dari dua orang manusia kepada Allah.

Betapa sedih bagi saya sebagai seorang Imam Katolik ketika mendengar kalimat �sampai kita bertemu kembali� dari orang-orang atau denominasi-denominasi Protestan lain ketika ada anggota keluarga mereka yang meninggal. Bagi umat Katolik, hubungan kita tidak pernah berakhir. Persekutuan yang kita bagi dengan orang lain di bumi (1 Kor 12:24-27) adalah sesuatu yang berlanjut di dalam Api Penyucian dan Surga. Bentuk hubungan kita memang berubah, tetapi hubungan tersebut berlanjut ke dalam keabadian. Betapa membahagiakan mengetahui bahwa kita dapat membantu orang-orang melalui doa-doa kita ketika mereka sedang dimurnikan dalam Api Penyucian (2 Mak 12:45). Betapa membahagiakan mengetahui bahwa dari surga, mereka sedang menjadi pendoa dan perantara bagi kita dalam kehadiran Allah. (bdk Why 5:8; 1 Kor 12:20; Ibr 12:22)

Saya memikirkan ayah saya yang meninggal 20 tahun lalu. Seperti dia yang mencintai saya, merawat saya dan berdoa bagi saya dalam perjalanan duniawinya, apa yang kamu pikirkan yang sedang ia lakukan di surga? Dia sedang mencintai saya, sedang merawat saya dan sedang berdoa bagi saya. Tetapi sekarang doa-doanya lebih berdaya guna, karena doa-doa tersebut adalah doa-doa dari seorang manusia yang telah dimurnikan dan disempurnakan. Doa-doa tersebut adalah doa-doa yang sungguh terbaik dari ayah saya. Jadi ketika saya sedang mengalami hari yang sulit, saya dapat berdoa kepada ayah saya dan berkata, �Hei Ayah, daraskanlah sedikit doa kepada Allah bagiku.� dan ia akan melakukannya. Atau saya dapat berkata ketika saya sedang mengalami hari yang menyenangkan, �Hei Ayah, katakanlah sedikit ucapan terimakasih kepada Allah bagiku.� dan ia akan melakukannya. Dalam banyak cara, ayah saya lebih dekat dengan saya sekarang dari pada sebelumnya. Betapa karunia yang begitu mulia!

Marilah kita jangan pernah menjadi takut untuk meminta perantaraan Para Kudus di surga, karena mereka adalah karunia yang telah Allah percayakan kepada dunia. Berapa banyak tumor dan kanker yang menghilang melalui perantara Para Kudus? Berapa banyak penyakit telah disembuhkan melalui perantara Para Kudus? Sejarah menunjukkan perantara yang menakjubkan dari Para Kudus dan persekutuan mereka dengan kita.

Saya menganjurkan anda sekalian untuk memeriksa peristiwa-peristiwa sejarah mengenai Para Kudus yang dikanonisasi dan proses kanonisasi itu sendiri. Saya juga menganjurkan untuk memeriksa peristiwa-peristiwa mengenai penampakan Bunda Maria khususnya Lourdes dan Fatima. Allah kita bukanlah Allah orang mati, melainkan Allah orang hidup. (Mat 22:32; Mrk 12:27)

Kristus adalah Satu-satunya Pengantara yang benar, tetapi kita dan Para Kudus yang berada dalam persekutuan dengan kita telah dikaruniai untuk berbagi dalam satu kepengantaraan tersebut.

Lebih jauh lagi, kita tidak boleh pernah melupakan Orang Kudus terbesar dari semuanya, St. Perawan Maria. Pada pesta perkawinan di Kana, adalah St. Maria yang menyampaikan permintaan dari pasangan mempelai supaya mereka memiliki lebih banyak anggur. Yesus melakukan mujizat pertamanya, mengubah air menjadi anggur, untuk ibu-Nya. (Yoh 2:1-11)

Semoga kita tetap berada dalam persekutuan dengan Allah dan semua Para Kudus-Nya, karena mencintai dan menghormati Para Kudus adalah berarti menghormati Allah (bdk Gal 1:24) karena Para Kudus adalah keindahan dari ciptaan dan kehendak-Nya.

Persekutuan Para Kudus adalah tanda dari realitas Tritunggal Mahakudus. Semua manusia menggemakan gambar Tritunggal Mahakudus. Karena Tritunggal Mahakudus adalah persekutuan Pribadi-pribadi Ilahi, sebuah persekutuan Cinta Kasih (Kej 1:26), maka sangat masuk akal bahwa apa yang Ia ciptakan dalam gambar dan rupa-Nya akan terikat satu sama lain dalam sebuah persekutuan Cinta Kasih yang sama.

Para Kudus dan Para Malaikat, karena persatuan mereka dengan Allah, layak mendapat penghormatan karena mereka mencerminkan Pencipta mereka. Seperti 1 Yoh 3:2 jelaskan, �kita akan menjadi sama seperti Dia,  sebab kita akan melihat Dia dalam keadaan-Nya yang sebenarnya.� Jika demikian, maka Para Kudus layak untuk dihargai dan dihormati.

sumber: diterjemahkan dari Ecce Fides (hlm. 76-77) karya Father John J. Pasquini

Pax et Bonum

Recent Post