Latest News

Showing posts with label Pekan Suci. Show all posts
Showing posts with label Pekan Suci. Show all posts

Wednesday, March 16, 2011

GETSEMANI DILIHAT DARI MENARA LONDON

Ketika menghadapi kemartiran, St. Thomas More mendapat kekuatan dari sengsara Yesus di Taman Getsemani

By Kevin Perrotta


Pada suatu hari di musim panas tahun 1534, Thomas More dipanggil menghadap komisi pemerintah Inggris. Apakah ia mau atau menolak untuk bersumpah menyetujui undang-undang Parlemen yang menyatakan Raja Henry VIII sebagai kepala Gereja di Inggris? Demi alasan yang tidak mau disebutkannya, Thomas More menolak mengucapkan sumpahnya. Ia ditahan dan dimasukkan ke dalam salah satu sel di Menara London, suatu penjara bagi tahanan politik. Bagi �pria segala musim� ini, musim terakhir hidupnya telah dimulai.


More ditahan selama 15 bulan dalam Menara sebelum dihukum mati dengan tuduhan pengkhianatan. Bagi pemerintah, masa itu merupakan masa frustasi. Tokoh-tokoh pemerintah bergantian mendatanginya, berusaha untuk menakut-nakutinya, atau membujuknya untuk mengesahkan kebijaksanaan Henry, semuanya tanpa hasil. Bagi More persoalan-persoalan politik yang menyebabkan ia dipenjara telah lenyap dari perhatiannya. Dalam kesendiriannya, ia membaca Kitab Suci, berdoa, dan menulis selama berjam-jam. Kepada suatu komisi yang menginterogasinya setelah ia ditangkap, More menyatakan bahwa ia sudah berhenti mengikuti perkara-perkara yang terjadi dalam Parlemen. Ia menjelaskan bahwa setelah ia ditahan. 

�Saya memutuskan untuk tidak mempelajari atau berurusan dengan hal-hal duniawi, dan seluruh waktu akan saya pergunakan untuk merenungkan sengsara Kristus serta perjalananku meninggalkan dunia ini.�

Masa terakhir dalam hidup More merupakan masa untuk mempersiapkan kematian dengan merenungkan kematian Tuhannya.
Yesus di Getsemani
Secara khusus perhatian More tertarik pada Yesus di Getsemani. Mungkin karena ia sendiri sedang menghadapi kematian yang mengerikan, maka ia merenungkan Yesus yang menghadapi kematian yang mengerikan. More menulis renungan-renungannya dalam sebuah buku kecil �The Sadness of Christ� (Kesedihan Kristus). Dalam buku itu, ia mempelajari kisah-kisah Injil tentang Getsemani dengan mengingat situasinya sendiri, dan mendapatkan pemahaman yang mendalam mengenai peristiwa itu. More membayangkan Yesus tiba di taman setelah Perjamuan Terakhir dan mengalami �perasaan sedih, duka, takut, dan letih yang sangat tajam dan menyakitkan�. Menurut More, beberapa hari dari kesusahan Yesus tentunya adalah rasa takut akan kesakitan jasmani.

Ia mengetahui bahwa siksaan-Nya akan segera tiba: pengkhianatan yang keji, musuh-musuh yang membenci-Nya, tali-tali yang akan mengikat-Nya, tuduhan-tuduhan palsu, fitnahan, pukulan, duri-duri, paku-paku, salib, dan siksaan yang mengerikan selama berjam-jam.

Dan More membayangkan bahwa kesedihan lain juga akan menimpa Yesus:

�Di atas segalanya, Ia merasa tersiksa oleh pikiran tentang ketakutan yang dialami oleh para murid, kehilangan orang-orang Yahudi, bahkan kehancuran orang yang telah mengkhianati-Nya, dan yang terakhir kedukaan yang tak terlukiskan dari ibu-Nya yang terkasih. Badai dari segala kesedihan itu menerpa hatiNya yang sangat lembut dan membanjiri hati itu seperti air laut yang menghantam tanggul retak.�

More dapat membayangkan kesedihan Yesus di Getsemani karena ia sendiri mempunyai banyak keprihatinan. Dalam bulan-bulan sebelum ia ditahan, More telah melalui malam-malam di mana ia telah membayangkan apa yang akan terjadi padanya jika ia menolak untuk menyetujui kebijakan Henry VIII. Ia kemudian menguraikan ketakutannya itu.

�Seringkali dengan berat hati dan penuh ketakutan, saya membayangkan semua bencana dan kematian yang mengerikan yang mungkin akan menimpaku. Dan dengan pikiran demikianlah saya berbaring, gelisah dan berjaga, sedang istriku mengira saya sedang tidur.�

Bencana dan kematian yang mengerikan yang dibayangkan More itu adalah penyiksaan yang seringkali dilaksanakan di Menara dan hukuman mati yang biadab yang biasanya dijatuhkan kepada para pengkhianat Inggris abad ke XVI � semacam penjagalan di mana orang digantung dan isi perutnya dikeluarkan. Maka tidaklah mengherankan ketika More merenungkan peristiwa Getsemani, perhatiannya tertuju pada ketakutan yang dialami oleh Yesus.

Suatu pikiran muncul dalam benar More bahwa di Getsemani, Yesus sebenarnya sungguh merasakan ketakutan. Para teolog abad pertengahan sepertinya misalnya Thomas Aquinas berpendapat bahwa dalam siksaan dan penyaliban-Nya, Yesus menderita kesakitan lebih banyak daripada manusia mana pun. Ketika More mengamati Yesus di Getsemani, ia merasa yakin bahwa Yesus juga menderita jauh lebih banyak dari siapa pun juga karena rasa takut.

Ini menimbulkan pertanyaan. Yesus mengajar para murid-Nya untuk tidak takut kepada mereka yang dapat membunuh hanya badan tetapi tidak dapat melakukan lebih dari itu (Luk 12:4). Lalu mengapa Yesus merasakan sangat ketakutan di Getsemani?

Jawaban itu menurut More adalah bahwa ketika Yesus mengatakan kepada para murid untuk tidak takut, yang dimaksudkan-Nya bukanlah bahwa para murid tidak boleh takut menghadapi kematian yang mengerikan, tetapi janganlah mereka melarikan diri dari ketakutan karena kematian yang tidak kekal dengan menyangkal iman, sehingga mereka malahan lari ke dalam kematian yang kekal.

More menunjukkan bahwa Yesus bukan meminta kita untuk menyakiti hidup kita karena tidak merasa takut akan kematian. Ia memberikan kita kebebasan untuk menghindari kematian kalau dapat, tanpa mengorbankan tujuan-Nya. �Apabila mereka menganiaya kamu dalam kota yang satu, larilah ke kota yang lain (lihat Matius 10:23).

Yesus mau supaya para pengikut-Nya bersikap seperti prajurit. Betapapun gelisahnya seorang prajurit karena ketakutan, tetapi jika ia maju bertempur karena perintah jenderalnya, ia akan maju, dan mengalahkan musuh. Ia tidak perlu merasa kuatir bahwa rasa takutnya itu akan mengurangi pahalanya. Bahkan sebenarnya, ia justru harus menerima lebih banyak pujian, karena ia telah mengalahkan bukan hanya musuh, tetapi juga mengalahkan ketakutannya yang seringkali lebih sulit untuk dikalahkan daripada musuhnya.

Mungkin sekali More memikirkan tentang dirinya sendiri ketika ia menulis tentang prajurit yang gelisah karena ketakutan. Kelihatan More bukanlah seorang pemberani.  �Aku mengenal dengan baik kelemahan dan kekecilan hatiku�, demikian ia menulis dari Menara. Ia mengatakan bahwa ketika ia ditangkap, ia merasa kurang kristiani karena �tubuhnya mengkerut karena kengerian dan takut akan kematian�. Ia menulis kepada puteri sulungnya, �Meg, pasti engkau tidak dapat menemukan hati yang lebih pengecut daripada hati ayahmu yang lemah ini. Sifatku yang takut akan rasa sakit ini membuatku takut kepada seekor burung pipit�.

Pernyataan-pernyataan itu bukan kepura-puraan. Memang More lebih berani daripada kebanyakan orang di Inggris, yang meskipun tidak sependapat dengan Henry tetapi menerima kebijakan Henry. Tetapi More sama �mengkerutnya� seperti setiap martir. Sahabat More, Uskup John Fisher, yang juga dihukum mati oleh Henry VIII, secara terang-terangan menentang pemisahan dari Gereja (Katolik). Sebaliknya, More menahan diri untuk mengeluarkan pendapatnya. More tetap diam karena dengan berdiam diri ada kesempatan untuk menghindari hukuman mati. Setelah ia dianggap bersalah karena pengkhianatan barulah More secara terbuka menyatakan keyakinannya bahwa undang-undang Henry merupakan sesuatu kejahatan besar.

Ketika More yang ketakutan itu merenungkan Tuhannya yang ketakutan di Getsemani, timbullah pertanyaan lain di benaknya. Andaikata dianggap wajar ada rasa takut menghadapi siksaan dan kematian, tetapi dalam perjalanan sejarah terdapat beberapa orang pemberani yang secara terbuka mengakui diri sebagai penganut agama Kristen,  meskipun tidak ada seorang pun yang menuntutnya, sehingga dengan demikian mereka menghadapi kematian. Lalu, mengapa tidak dapat dikatakan tidak pantas jika Kristus sendiri, pemimpin para martir, panutan mereka, menjadi begitu takut ketika sengsara mendekati, begitu gemetar, begitu sedih? Bukankah Ia sebaiknya dengan sangat hati-hati memberi teladan yang baik dalam hal ini supaya orang lain dapat meneladan-Nya untuk menghadapi kematian dengan bersemangat demi kebenaran?

More mendasarkan jawabannya pada pengamatan bahwa kebanyakan orang bukanlah orang yang sangat pemberani. �Hampir semua orang merasa takut menghadapi kematian�. Beberapa orang memang berani karena wataknya, sehingga ketika harus menghadapi kematian sebagai martir, mereka �dengan bersemangat berlari menemui kematian�. Beberapa orang menerima rahmat luar biasa dari Allah sehingga mereka tidak takut menghadapi sengsara rahmat yang menolong tetapi merupakan �kebahagiaan yang diperoleh bukan oleh usaha sendiri�, yang tidak diberikan kepada setiap orang.

Meskipun demikian, Yesus melihat bahwa akan ada banyak orang yang mempunyai �keadaan jasmani yang rapuh sehingga mereka akan tergoncang oleh kengerian menghadapi bahaya siksaan�. Karena alasan inilah, Yesus memilih untuk membesarkan hati mereka dengan teladan-Nya melalui kesedihan-Nya. Kedukaan-Nya, keletihan-Nya, dan ketakutan-Nya yang tak bertara, supaya mereka tidak merasa kecil hati jika mereka membandingkan ketakutan mereka dengan keberanian para martir yang paling berani.

Dengan kata lain, Yesus ingin menjadi teladan yang dapat kita ikuti karena pengalaman-Nya sama dengan pengalaman kita. Karena ketakutan akan kematian dan siksaan merupakan pengalaman yang alami bagi kebanyakan orang, maka rasa takut adalah �penderitaan yang juga ditanggung oleh Yesus, dan tidak untuk dihindari�.

More menulis bahwa di Getsemani kita menyaksikan Allah menjadi manusia yang lemah supaya �Ia dapat memelihara orang-orang lemah melalui kelemahan-Nya�. Yesus mau supaya rasa takut-Nya di Getsemani �berbicara dengan suara-Nya sendiri�. Kepada setiap pengikut-Nya yang merasa tidak sanggup menghadapi penderitaan dengan berani. More menggambarkan Yesus bersabda kepada setiap pengikut-Nya yang merasa takut:

�Wahai hati yang lemah, janganlah takut, jangan putus asa. Kamu takut, kamu sedih, kamu dibebani kelelahan dan ketakutan akan penderitaan yang mengancammu dengan sangat. Percayalah kepada-Ku.  Aku telah mengalahkan dunia, namun Aku menanggung derita yang jauh lebih besar karena ketakutan, Aku lebih sedih, lebih menderita karena kelelahan, lebih ketakutan mengetahui bahwa siksaan yang kejam semakin mendekat. Biarlah orang-orang pemberani itu memiliki martir-martir yang bersemangat tinggi, biarlah mereka bersuka cita meneladan martir-martir itu. Tetapi kamu, domba-Ku yang lemah dan ketakutan, merasa puaslah dengan hanya memiliki Aku sebagai gembala-Mu, ikutilah bimbingan-Ku. Jika kamu tidak mempercayai dirimu sendiri, percayalah kepada-Kua. Lihatlah, Aku berjalan mendahului melalui jalan yang menakutkan ini.�

Kita hanya dapat menduga bahwa More yang duduk sendirian di dalam selnya, dalam ketakutan akan apa yang dihadapinya, mendengar kata-kata itu sebagai kata-kata Yesus yang ditujukan kepadanya.

Gambaran tentang ketakutan dan doa Yesus di Getsemani meneguhkan hati More. Setelah beberapa bulan berada di Menara, ia mengatakan kepada Meg bahwa ia bersyukur kepada Tuhan karena dengan berlalunya hari, kematian semakin lama semakin kurang mengerikan. Ia menulis bahwa ia merasa yakin bahwa jika seseorang berusaha �sujud dalam kenangan akan penderitaan mendalam dari Penyelamat kita di Getsemani sebelum sengsara-Nya� maka ia �akan menerima penghiburan yang besar�. Pada pagi hari sebelum hukuman mati dijalankan, More melangkah keluar dari selnya dengan tenang. Ia bahkan berjalan menuju tempat eksekusi sambil bergurau (Ia dijatuhi hukuman penggal kepala). Dengan penuh kepercayaan kepada Tuhan, ia menulis kepada Meg sehari sebelum hukuman matinya: �Selamat tinggal anakku, berdoalah untukku, dan aku akan berdoa untukmu dan untuk semua sahabatmu. Semoga kita berjumpa dalam sukacita di surga�.

More membaca kisah-kisah Injil tentang Yesus di Getsemani sebagai sabda Allah baginya, namun pemahamannya mengandung arti bagi kita semua dalam situasi hidup kita. Jika ketakutan karena menghadapi kematian sebagai martir tidak menjadi beban pikiran kita, kita tetap mempunyai ketakutan-ketakutan kita sendiri � takut kehilangan pekerjaan, takut akan masa tua, akan bencana yang menimpa orang-orang yang kita kasihi, akan kemungkinan bahwa anak-anak kita meninggalkan Allah. Kita mempunyai kesedihan kita: karena orang yang kita kasihi meninggal, sedih melihat keadaan Gereja dan kecenderungan moral masyarakat, sedih karena melihat penderitaan orang-orang yang tidak kita kenal yang kita saksikan dalam berita malam di TV. Kita mungkin merasakan kelelahan yang kronis karena beban pekerjaan serta tugas membesarkan anak-anak.

Jika demikian, seperti More, kita dapat memandang Yesus di Getsemani dengan �kesedihan-Nya, kedukaan-Nya, kelelahan-Nya, dan ketakutan-Nya yang tidak ada bandingan�. Contoh yang diberikan Yesus menunjukkan kepada kita bahwa ketakutan, kesedihan dan kelelahan tidak merupakan jawaban kelas dua kepada Allah. Jika Yesus tidak mengharapkan calon-calon martir untuk �tidak menyakiti hidup mereka� ketika Ia mengatakan �jangan takut�, maka Ia juga tidak mengharapkan kita untuk menyakiti hidup kita ketika Ia berkata �Bersukacitalah� atau �Berharaplah�. Tentu saja suka cita dan pengharapan merupakan unsur-unsur penting dari pengalaman Kristiani. Tetapi seperti yang dikatakan oleh More, Allah telah membuat bermacam-macam watak manusia; tidak semuanya pemberani, ataupun periang. Kita mengalami penderitaan hidup secara berbeda-beda. Seperti yang diamati oleh More: 

"Saya merasa pasti bahwa Allah mengasihi orang yang memberi dengan sukacita, tetapi saya tidak meragukan bahwa Ia juga mengasihi Tobias dan Ayub yang saleh. Memang benar mereka berdua menanggung malapetaka dengan berani dan sabar, tetapi sepengetahuan saya, mereka masing-masing tidak menerimanya dengan sukacita dan tepuk tangan karena merasa bahagia. Pada waktu-waktu tertentu, Allah membebaskan kita dari rasa takut, sedih, letih, sebagaimana Ia kadang-kadang memberi seseorang keberanian untuk bersemangat menghadapi siksaan dan kematian demi Kristus. Tetapi seperti yang ditunjukkan oleh ketakutan Yesus di Getsemani, yang terpenting dan yang paling berarti adalah kesetiaan kita kepada Allah, apapun perasaan kita."

Dalam segala kesukaran yang kita hadapi, kita dapat berbuat seperti More di Menara, yaitu membiarkan Dia yang mengalami ketakutan, kesedihan, dan keletihan di Getsemani �berbicara dengan suara-Nya� kepada kita yang ketakutan, sedih dan letih. Apapun kesukaran yang kita hadapi, kita dapat mengikuti nasihat More: Barangsiapa yang sangat tertekan oleh perasaan takut dan kuatir, hendaklah ia mengingat sengsara Kristus, biarlah ia selalu merenungkannya dan selalu memikirkannya, hendaklah ia minum dari sumber yang menyehatkan dan yang menghibur ini. Hendaklah kita mohon kepada-Nya dengan segala kekuatan agar Ia memberi kita penghiburan dalam penderitaan kita dengan  memandang penderitaan-Nya. Dan bila kita dalam kesedihan kita, mohon dengan sangat agar Ia melepaskan kita dari bahaya, hendaklah kita meneladan-Nya dengan mengakhiri doa kita seperti doa-Nya: �Janganlah apa yang aku kehendaki, melainkan apa yang Engkau kehendaki�.

Sumber: Sabda Allah Bagi Anda, Maret 1997


PAX ET BONUM

Puncak Liturgi Gereja Katolik - Tiga Hari Suci Paskah (Triduum Paskah)



Triduum Paskah terdiri dari Kamis Suci, Jumat Agung, Sabtu Sunyi, Malam Paskah dan Minggu Paskah. Kata "triduum" berasal dari bahasa Latin yang berarti "tiga hari". Triduum Paskah dimulai pada Kamis Putih hingga berakhir pada Minggu Paskah yang bila dihitung berjumlah total tiga hari penuh, dari kamis malam hingga minggu malam.

KAMIS PUTIH

Kamis Putih adalah hari pertama dari Tri Hari Suci Paskah. Kamis Putih ini menandai dimulainya Triduum Paskah. Pada hari ini kita merayakan kembali perjamuan Malam Terakhir yang dilakukan Yesus bersama 12 Rasul.

Dikatakan sebagai perjamuan terakhir karena pada malam itu Yesus dikhianati oleh murid-Nya, Yudas Iskariot. Malam itu, Yesus menunjukkan kasih-Nya hingga rela kehilangan nyawa bagi seluruh manusia di dunia. Pada malam itu Yesus menyerahkan tubuh dan darahNya pada Bapa di Surga dalam wujud roti dan anggur yang diberikan kepada para rasul untuk memberi kekuatan bagi mereka. Yesus juga meminta apa yang Dia lakukan malam itu terus dilakukan oleh para pengikut-Nya.

Perayaan pada Hari Kamis dalam Pekan Suci ini disebut Kamis Putih karena warna liturgi hari itu didominasi warna putih. Imam mengenakan kasula (jubah luar) berwarna putih. Bunga-bunga penghias altar juga didominasi warna putih. Warna putih ini melambangkan kemuliaan dan kesucian.

Misa Kamis Putih sebaiknya dilaksanakan pada malam hari seperti  Yesus melakukannya. Istilah the Last Supper menunjukkan bahwa kegiatan tersebut dilakukan pada waktu malam. Perayaan Kamis Putih sebagai perayaan khusus perjamuan Ekaristi yang diadakan oleh Tuhan Yesus pada Perjamuan Terakhir ini ditetapkan sejak Konsili Hippo (393 M).

Ada hal yang sedikit berbeda pada Misa Kamis Putih bila dibandingkan dengan Misa yang biasa kita ikuti. Misa yang umumnya kita ikuti terdiri atas: Ritus Pembuka, Liturgi Sabda, Liturgi Ekaristi, dan Ritus Penutup. Sedangkan Misa Kamis Putih terdiri atas:
*. Ritus Pembuka
*. Liturgi Sabda dan Upacara Pembasuhan Kaki
*. Liturgi Ekaristi
*. Pemindahan Sakramen Mahakudus dan tuguran

Ritus Pembuka
Ritus pembuka diawali dengan lagu pembuka dan berakhir setelah Imam menyampaikan doa pembukaan. Hal khusus yang dilakukan pada Misa Kamis Putih adalah dibunyikannya lonceng Gereja selama umat menyanyikan Gloria / Kemuliaan. Gloria ini selama Masa Prapaskah tidak dinyanyikan. Pembunyian lonceng ini juga merupakan saat terakhir lonceng gereja dibunyikan sebelum nanti mulai dibunyikan kembali saat kita menyanyikan Gloria pada perayaan Malam Paskah.

Liturgi Sabda dan Upacara Pembasuhan Kaki
Liturgi Sabda merupakan saat bagi kita mendengarkan dan merenungkan firman Tuhan. Karena itu sikap kita yang terbaik adalah mendengarkan tanpa membaca teks yang ada. Bacaan-bacaan yang telah kita dengar itu akan dijabarkan lebih lanjut oleh Imam saat homili.
Upacara Pembasuhan Kaki yang dilakukan setelah liturgi sabda dilakukan untuk mengenangkan kembali kegiatan yang sudah dilakukan Yesus sebelum perjamuan malam terakhir dilakukan. Orang-orang yang dibasuh kakinya adalah 12 orang laki-laki sebagai lambang 12 Rasul Yesus. Pembasuhan kaki harus dilakukan oleh Imam, tidak boleh diwakilkan pada Diakon. Alasannya, karena pada saat Misa, Imam adalah �Kristus yang lain�.

Pembasuhan kaki ini sendiri merupakan adat bangsa Yahudi yang dilakukan oleh para pelayan kepada tuannya setelah mereka pulang dari berpergian sebelum makan. Tujuannya untuk membersihkan tuannya dari kotoran dan debu. Makna dari pembasuhan kaki itu sendiri bagi kita umat Katolik adalah untuk menyatakan kedatangan Yesus ke dunia bukanlah untuk dilayani melainkan untuk melayani. Dan hal inilah yang Yesus harap kita ikuti dan teladani. Upacara pembasuhan kaki ini diikuti dengan doa umat.

Liturgi Ekaristi
Liturgi Ekaristi dimulai dengan lagu persembahan. Bila ada kolekte yang dikumpulkan, dapat diiringi dengan lagu Ubi Caritas est atau lagu lain yang sesuai. Uang yang terkumpul juga sebaiknya diberikan untuk membantu yang miskin. Prefasi yang digunakan pada Misa Kamis Putih juga prefasi konsekrasi yang khusus.
Pada saat Doa Syukur Agung, Imam akan mengkonsekrasikan cukup banyak hosti untuk keperluan Misa Kamis Putih dan komuni pada saat Ibadat Jumat Agung. Karena itu, sebelum Misa Kamis Putih, tabernakel perlu dikosongkan. Hosti yang sudah dikonsekrasikan pada misa sebelumnya yang disediakan untuk keperluan memberi komuni pada orang sakit perlu dipindahkan ke tabernakel lain sebelum Misa. Pemindahan Hosti ini dilakukan tanpa upacara khusus. Liturgi Ekaristi ini berakhir pada saat Imam mengucapkan antiphon komuni.

Setelah komuni, altar dibersihkan dari segala hiasan, kain altar dibereskan, dan tempat air suci dikosongkan untuk diisi kembali saat upacara Malam Paskah. Salib besar yang ada di belakang altar juga ditutup dengan kain ungu. Pada saat ini, sudah tidak diperbolehkan lagi menggunakan musik yang meriah. Alat musik hanya dibunyikan untuk membantu petugas agar dapat menyanyikan lagu dengan baik.

Pemindahan Sakramen Mahakudus dan Tuguran
Misa Kamis Putih tidak diakhiri ritus penutup melainkan langsung dilanjutkan dengan pemindahan Sakramen MahaKudus. Sakramen MahaKudus  yang ditempatkan dalam sibori ini akan diarak ke tempat yang telah disiapkan. Tempat yang disediakan ini harus diatur sedemikian rupa agar tidak menyerupai makam atau gua. Hal ini untuk menunjukkan bahwa kita bukan bersiap-siap melakukan pemakaman Yesus melainkan mempersiapkan tempat bagi hosti yang akan dibagikan pada ibadat hari berikutnya. Prosesi pemindahan Sakramen MahaKudus ini diiringi dengan lagu Pange Lingua.

Tuguran artinya berjaga-jaga. Ya, pada malam Kamis Putih ini kita akan berjaga-jaga bersama-sama Yesus yang saat itu sedang berdoa kepada Bapa di Taman Getsemani. Pada saat tuguran ini kita berdoa bersama-sama Yesus. Menemani Yesus menantikan saat-saat dimulainya penderitaan yang harus Ia alami. Tuguran ini idealnya dilakukan sepanjang malam sampai menjelang matahari terbit. Setiap umat Katolik diharapkan beradorasi di hadapan Sakramen Mahakudus ini paling tidak selama satu jam. Hal ini sebagai tanda kesediaan kita berada bersama Yesus.

Misteri Iman yang Kita Rayakan saat Kamis Putih
Dalam Kamis  Putih, ada tiga hal misteri iman yang kita rayakan. Ketiga misteri iman tersebut adalah: 

A. Teladan Melayani
Salah satu hal yang dilakukan Yesus pada perjamuan terakhir adalah membasuh kaki para murid. Menurut tradisi Yahudi, membasuh kaki adalah salah satu bentuk penghormatan pada seseorang yang mempunyai status atau jabatan lebih tinggi atau lebih terhormat. Kaki adalah anggota tubuh yang terletak paling bawah dan biasanya paling kotor. Kaki juga penyangga seluruh tubuh kita dan dapat membantu seluruh tubuh untuk dapat bergerak.

Membasuh kaki adalah kewajiban para pelayan. Melalui peristiwa ini, Yesus mau mengajarkan mengenai penghormatan dan teladan melayani, serta mengajarkan kita untuk memperhatikan mereka yang berada paling bawah, tanpa memandang kasta. Dengan teladan pembasuhan kaki ini, Yesus juga ingin mengajarkan bahwa pada dasarnya semua manusia itu sama di mata Tuhan, memiliki hak dan martabat yang sama, sehingga karena persamaan itulah semua manusia diharap dapat saling melayani dengan penuh kasih.
 Dalam bahasa Inggris tradisional, hari Kamis Putih ini disebut Maundy Thursday. Sebutan itu diambil dari antifon pertama upacara pembasuhan kaki yang dalam bahasa Latin berbunyi: �Mandatum Novum� atau perintah baru: �Aku memberi perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi� (Yoh 13:34). 

B. Pelembagaan Awal Mula Ekaristi
Misa atau perayaan Ekaristi adalah warisan Yesus sendiri. Setiap kali kita mengikuti Misa, bagian Doa Syukur Agung sebenarnya mengenangkan kembali apa yang dilakukan Yesus pada perjamuan malam terakhir. Pada bagian konsekrasi dalam Doa Syukur Agung, Yesus menawarkan Tubuh dan Darah-Nya, yang dilambangkan dalam rupa roti dan anggur, sebagai salah satu sarana pengampunan dan kehidupan serta keselamatan kekal bagi umat manusia. Yesus telah menganugerahkan hidupNya sendiri, agar kita mampu mengabdi Tuhan dan menolak semua godaan setan. Dengan memberikan tubuh dan darah-Nya kepada kita, kita semua hidup karena Dia dan oleh Dia. 

C. Inisiasi Imamat Para Imam
Kamis Putih ini juga merupakan pesta imamat bagi para Imam. Mengapa demikian? Karena Pada perjamuan terakhir inilah untuk pertama kalinya Yesus mewujudkan peranNya sebagai imam. Pada Perjamuan Malam Terakhir, Yesus juga meletakkan dasar sakramen Imamat. Yesus memilih para rasul-Nya sebagai imam-imam dan uskup-uskup pertama, serta memberi mereka kuasa untuk mempersembahkan kurban Misa.

Pada pagi hari Kamis dalam minggu suci ini (atau pada hari lain yang masih berdekatan dengan itu), para imam yang ada di suatu keuskupan akan berkumpul di Katedral atau di gereja lain yang ditunjuk untuk bersama-sama memperbaharui janji imamat mereka. Pada kesempatan yang sama, akan diberkati pula minyak-minyak yang akan digunakan untuk sakramen krisma, sakramen perminyakan orang sakit dan katekumen. Minyak yang telah diberkati dalam misa ini akan dibawa pulang ke gereja paroki atau stasi tempat para Imam bertugas. Karena Kamis Putih merupakan juga peringatan inisiasi imamat, seluruh Imam wajib mempersembahkan misa pada hari tersebut.

Penutup
Setelah membaca artikel di atas, mungkin kita baru menyadari betapa banyak hal yang ternyata kita peringati pada hari Kamis Putih. Hari yang ditandai dengan warna putih yang menunjukkan kemuliaan ini juga menjadi awal bagi banyak hal. Meski di hari berikutnya Yesus menjalani penderitaan, kita dapat terus percaya bahwa Yesus telah meninggalkan warisan terbaik untuk kita.

JUMAT AGUNG

Apa yang berbeda di gereja atau di tempat lain saat Jumat Agung? Suasana yang sunyi, nyanyian tanpa musik, altar yang kosong, tabernakel terbuka lebar, lampu merah yang menandakan kehadiran Tuhan dipadamkan. Ya, Jumat Agung adalah hari di mana kita memperingati sengsara dan wafat Kristus. Pada hari itu, seluruh umat Katolik diharapkan untuk bertobat melalui tindakan pantang dan puasa. Satu hal penting yang perlu dipahami adalah seluruh perayaan yang kita lakukan pada Jumat Agung bukanlah Perayaan Ekaristi melainkan ibadat.

Mengapa demikian? Karena pada hari Jumat Agung, tidak ada peristiwa konsekrasi yang biasa dilakukan Imam saat Doa Syukur Agung. Pada hari Jumat Agung itu, justru Yesus sendiri yang dikorbankan sebagai penyelamat manusia. Komuni yang dibagikan pada ibadat Jumat Agung adalah Hosti yang telah dikonsekrasikan pada malam sebelumnya (Kamis Putih). Hal khusus lain yang perlu diperhatikan, sakramen yang boleh diberikan pada hari Jumat Agung hanyalah Sakramen Tobat/Rekonsiliasi dan sakramen perminyakan orang sakit.

Bagian-bagian Ibadat Jumat Agung
Ibadat Jumat Agung sebaiknya dilakukan pada sore hari atau pada waktu yang dianggap pas, asal tidak lewat dari jam 9 malam. Maksud pengaturan jam tersebut agar kita sebagai umat dapat lebih memaknai wafat Yesus yang terjadi sekitar pukul 15.00. Ibadat Jumat Agung sendiri terdiri dari 3 bagian inti:

A. Ibadat Sabda
Ibadat Sabda adalah bagian awal dari Ibadat Jumat Agung. Ibadat Sabda terdiri atas beberapa bagian: perarakan Imam dan petugas misa, pembacaan sabda Tuhan, Passio Yesus Kristus, homili/waktu hening, dan doa umat meriah.

Ibadat Sabda diawali dengan perarakan Imam dan para misdinar. Perarakan ini dilakukan tanpa suara, tanpa lagu. Pada saat berada di depan altar yang kosong, imam dan petugas misa akan menelungkup di tanah selama beberapa saat sambil mengucapkan doa dalam hati. Tindakan ini sebagai tanda rendahnya martabat manusia dan duka mendalam yang sedang dialami Gereja. Setelah Imam dan para misdinar duduk, mulai dibacakan bacaan pertama yang dilanjutkan dengan dinyanyikannya mazmur tanggapan serta pembacaan bacaan kedua. Bacaan Injil diambil dari Injil Yohanes. Bacaan Injil yang menceritakan kisah sengsara Yesus ini dibacakan dengan cara dilagukan oleh tiga orang petugas yang mengambil peran sebagai narator, Yesus, dan beberapa peran lain. Sebelum menyanyikan Passio Yesus Kristus, para petugas ini akan diberkati terlebih dahulu oleh Imam yang memimpin ibadat. Pada beberapa ibadat, kadangkala Imam ikut berdiri bersama petugas Passio. Passio Yesus Kristus ini diikuti dengan homili singkat atau waktu hening untuk merenungkan wafat Kristus.

Homili atau waktu hening ini akan diikuti dengan doa umat meriah. Intensi doa umat pada ibadat Jumat Agung ini cukup banyak. Intensi yang didoakan saat doa umat meriah ini adalah intensi umum gereja dan intensi-intensi yang disesuaikan dengan kepentingan gereja lokal di mana ibadat Jumat Agung dilaksanakan. Intensi doa ini dinyanyikan oleh Imam atau diakon sedangkan pada bagian doa dapat dibacakan bersama dengan umat. Saat intensi doa dinyanyikan umat berlutut. Umat berdiri saat doa dibacakan.

B. Penghormatan / Penciuman Salib
Upacara penghormatan salib ini ditandai dengan perginya Imam atau Diakon dan misdinar keluar untuk mengambil salib yang akan diarak masuk ke dalam gereja. Tidak ada ketentuan mengenai ukuran dan jenis kayu yang digunakan. Namun, perlu diperhatikan makna perarakan salib itu sebagai tempat di mana Yesus telah wafat untuk membebaskan manusia dari dosa. Salib ini dipanggul oleh Imam atau Diakon dan diarak dari bagian belakang gereja atau tempat ibadat menuju altar.

Pada saat perarakan salib, ada tiga tempat di mana kayu salib berselubung kain ungu yang dipanggul akan diangkat untuk ditunjukkan kepada umat. Di bagian belakang gereja, bagian tengah gereja, dan di depan altar. Pada saat kayu salib diangkat, Imam akan melagukan ajakan pada umat untuk melihat pada kayu salib. Umat diharap menjawab ajakan itu. Pada setiap selesai ajakan, perlu diberi waktu hening sebentar agar umat dapat merenungkan wafat Kristus. Selain itu, pada setiap perhentian, selubung kain ungu dibuka satu per satu hingga saat di depan altar, salib tidak diselubungi kain ungu lagi. Setelah salib diletakkan di depan altar, Imam serta diakon dan para misdinar akan mencium salib sebagai tanda penghormatan dan cinta. Selanjutnya Imam akan memegang salib tersebut dan memberi kesempatan pada umat untuk memberi penghormatan pada salib. Pada ibadat Jumat Agung yang dihadiri oleh banyak umat, misdinar dapat membantu proses penghormatan salib dengan membawa salib-salib lain untuk dapat dihormati oleh umat. Selama upacara penghormatan salib, dinyanyikan lagu-lagu atau himne untuk mengenangkan misteri keselamatan. Penghormatan terhadap salib yang paling umum dilakukan adalah mencium salib. Namun ada negara memiliki tradisi meletakkan rangkaian bunga di salib. 

C. Komuni
Bagian terakhir dari ibadat Jumat Agung adalah Komuni. Sebelum upacara komuni ini berlangsung, misdinar akan memberi kain putih di altar yang tadinya kosong. Altar perlu diberi alas karena pada upacara komuni ini akan diletakkan Hosti yang telah dikonsekrasikan pada misa malam sebelumnya. Hosti yang diletakkan dalam sibori diarak masuk ke dalam gereja oleh Imam atau Diakon dengan diiringi oleh 2 orang misdinar membawa lilin.

Upacara komuni diawali dengan ajakan Imam untuk menyanyikan doa Bapa Kami. Selama ibadat Jumat Agung, tidak ada salam damai. Setelah doa Bapa Kami, Imam akan langsung mengucapkan ritus komuni seperti yang kita kenal bila mengikuti Misa harian atau Misa hari Minggu. Setelah pembacaan ritus komuni, hosti dibagikan kepada umat. Bila ada hosti yang sisa, hosti yang diletakkan dalam sibori itu akan kembali diarak untuk diletakkan di tempat penyimpanan semula. Setelah Hosti dikembalikan ke tempat penyimpanan semula, kain putih altar dapat dilipat kembali.

Bagian terakhir dari Upacara Komuni yang juga merupakan penutup ibadat Jumat Agung adalah doa dan berkat penutup. Setelah memberikan berkat penutup, Imam dan petugas lain akan meninggalkan altar tetap dalam suasana hening tanpa nyanyian. Salib ditinggalkan di depan altar bersama beberapa lilin menyala agar umat dapat terus menghormati dan berdoa hening.

Penutup
Jumat Agung mungkin memang hari paling menyedihkan dalam Gereja Katolik, karena pada hari itu kita mengenangkan wafat Kristus. Pada hari itu kita diingatkan bahwa kita adalah pendosa namun dosa-dosa kita telah ditebus melalui kematian Yesus di kayu salib. Karena itu, layaklah bila kita menunjukkan rasa hormat kita dengan mempersembahkan seluruh dosa kita kepada Tuhan melalui sakramen rekonsiliasi. Melalui penerimaan sakramen rekonsiliasi, kita dilahirkan menjadi manusia baru yang memiliki hubungan erat dengan Tuhan.

SABTU SUNYI

Setelah hari jumat kita mengikuti Ibadat Jumat Agung untuk mengenangkan sengsara dan wafat Kristus, pada hari Sabtu pagi sampai menjelang malam, Gereja seperti tidak melakukan kegiatan peribadatan apapun. Tabernakel masih terbuka dan lampu Tuhan juga masih mati. Selain itu, kalau kita perhatikan, tempat air suci di pintu-pintu masuk gereja juga dikeringkan. Suasana terasa muram. Sakramen yang boleh dibagikan pada hari tersebut pun hanya sakramen tobat dan sakramen perminyakan orang sakit. Mengapa demikian? Gereja memang tidak melakukan kegiatan peribadatan apa pun selama Sabtu Sunyi karena Gereja sedang mengenangkan Yesus yang berada di dalam makam. Sepanjang pagi sampai sore di hari Sabtu itu, Gereja mengajak umat untuk hening dan merenungkan sengsara dan wafat Kristus; mengetahui bahwa Yesus sedang turun ke dunia orang mati; dan menanti dengan penuh kerinduan kebangkitan Yesus dengan berdoa dan berpuasa. Rahmat khusus dari Sabtu sunyi adalah keheningan yang penuh kasih dan harapan.

Sebenarnya misteri apa yang kita kenangkan saat Sabtu Sunyi dan siapa yang kita teladani?

Saat Sabtu Sunyi kita mau mengenangkan terpenuhinya rencana Allah bagi kita. Allah sangat mencintai kita dengan mengirimkan Putera-Nya sendiri bagi kita. Itu artinya Allah telah mengangkat kita menjadi anak-anak-Nya. Sabtu Sunyi memang terkesan kosong tapi itu sebenarnya adalah hari istirahat Kristus. Ya, Kristus telah menyelesaikan semua tugas yang harus Ia emban. Pada hari Sabtu Sunyi, Yesus beristirahat dalam makam karena Ia telah memperoleh kemenangan. Yesus perlu beristirahat untuk menantikan waktu kebangkitan-Nya.

Kita umat Katolik percaya bahwa Yesus benar-benar wafat. Jiwa-Nya benar-benar terpisah dari raga-Nya. Pada saat raga Yesus beristirahat dalam makam, jiwa Yesus turun ke dunia orang mati mencari Adam dan Hawa. Yesus menarik mereka keluar dari dunia orang mati. Hal ini merupakan tanda Yesus memberi kehidupan baru bagi Adam dan Hawa, kehidupan baru inilah yang kita terima pada hari Sabtu Sunyi. Selain mencari Adam dan Hawa, Yesus juga turun ke dunia orang mati untuk mengunjungi semua orang yang telah datang sebelum Dia untuk mewartakan sukacita kebangkitan. Tokoh yang dapat kita teladani dalam menjalani Sabtu Sunyi adalah Bunda Maria. Setelah Yesus wafat di kayu salib, Bunda Maria pulang bersama Yohanes. Bunda Maria tinggal di rumah Yohanes sebagaimana permintaan Yesus saat berada di salib.

Kita bisa membayangkan kesedihan mendalam yang dialami Bunda Maria karena Puteranya telah wafat. Namun, Bunda Maria tidak terus menerus bermuram durja. Ia berdoa menantikan pemenuhan janji keselamatan dari Allah. Kita umat Katolik diharapkan menjalani Sabtu Sunyi seperti Bunda Maria. Kita diharapkan untuk berdoa dalam suasana hening menantikan dengan rindu kebangkitan Kristus.

MALAM PASKAH

Berbeda dengan suasana Sabtu Sunyi yang hening. Malam Paskah adalah saat di mana kita merasakan sukacita sambil berjaga-jaga menantikan kebangkitan Tuhan. Yesus yang wafat akhirnya beralih dari alam kematian menuju kebangkitan. Pada perjanjian lama, Malam Paskah merupakan peristiwa penantian lewatnya Tuhan di tanah Mesir untuk membebaskan bangsa Israel dari perbudakan Firaun. Saat Malam Paskah ini umat Katolik juga akan mengenangkan kembali Sakramen Babtis yang telah diterima. Sakramen Baptis sendiri merupakan tanda diterimanya kita sebagai anggota keluarga Gereja Katolik. Karena itulah, Malam Paskah selalu dirayakan secara meriah.

Malam Paskah dapat juga disebut dengan vigili Paskah. Vigili berasal dari kata bahasa Latin vigilis yang artinya berjaga-jaga atau bersiap-siap. Karena itu, pada perayaan malam Paskah ini kita berjaga-jaga bersama Yesus. Bersiap-siap menantikan peralihan Yesus dari alam kematian menuju kehidupan.

Untuk dapat lebih memaknai peristiwa penantian kebangkitan Tuhan itu, akan lebih baik bila misa Malam Paskah dilaksanakan pada malam hari sampai sebelum fajar menyingsing. Intinya, jangan sampai perayaan pada Malam Paskah mengganggu misa yang akan dilaksanakan pada Minggu Paskah. Karena misa pada Minggu Paskah adalah misa yang penting untuk diikuti. Perayaan Malam Paskah seringkali dikatakan sebagai perayaan terpanjang dalam liturgi Gereja Katolik. Hal itu disebabkan banyaknya simbol/lambang liturgis yang dikenangkan saat perayaan ini dilakukan. Tata cara perayaan malam Paskah yang saat ini dijalankan oleh Gereja Katolik didasarkan pada dekrit Ad Vigiliam Paschalem (tentang Vigili Paskah) yang dikeluarkan oleh Paus Pius XII pada tahun 1951.
Berdasarkan dekrit tersebut, perayaan malam Paskah tersusun atas 4 bagian besar, yaitu:
A. Upacara Cahaya
Bagian pertama dari perayaan Malam Paskah adalah upacara cahaya dan Madah Pujian Paskah. Bagian ini penuh dengan tindakan dan gerakan simbolik. Karena itulah, upacara cahaya selalu diawali dengan penjelasan singkat tentang maksud diadakannya perayaan Malam Paskah secara keseluruhan. Tujuannya agar umat mengerti dan akhirnya dapat mengikuti keseluruhan perayaan dengan baik.

Upacara cahaya sebaiknya dilakukan di luar gereja, dalam kondisi gelap gulita. Saat upacara cahaya, Imam memberkati api baru yang saat dinyalakan langsung mengusir kegelapan dan memberikan terang ke sekeliling tempat upacara cahaya itu dilakukan. Hal ini diibaratkan seperti Yesus yang merupakan cahaya terang dalam kehidupan kita yang kadang kala gelap. Setelah memberkati api baru, Imam akan memberkati lilin Paskah yang akan dinyalakan selama masa Paskah pada saat perayaan Ekaristi di Gereja. Lilin Paskah yang digunakan haruslah lilin yang baru dan ukurannya disesuaikan untuk keperluan masa Paskah. Pada lilin Paskah itu Imam menorehkan tanda salib (+), lambang alpha (?) dan omega (?) dan angka tahun di mana perayaan Malam Paskah dilakukan. Tindakan Imam tersebut untuk menegaskan bahwa Yesus telah ada sejak dulu sampai sekarang, bahwa Ia adalah sang awal dan sang akhir, dan bahwa segala kemuliaan dan kekuasaan adalah milik Yesus sepanjang segala abad. Setelah itu Imam akan menancapkan 5 biji dupa di atas gambar salib yang dikelilingi lambang alpha � omega dan angka tahun. Kelima biji dupa itu melambangkan 5 luka Yesus yang didapat saat Ia disalib. Setelah menancapkan biji-biji dupa, Imam akan menyalakan lilin Paskah tadi dengan api yang telah diberkati.

Lilin Paskah yang telah dinyalakan kemudian akan diarak masuk oleh Imam/Diakon ke dalam gereja. Umat mengikuti di belakang. Saat perarakan, tidak ada penerangan lain yang dinyalakan. Peristiwa ini untuk mengenangkan kembali perjalanan bangsa Israel di padang gurun setelah keluar dari tanah Mesir. Pada waktu malam mereka hanya dibimbing oleh tiang api. Selain itu, tidak adanya penerangan lain selain lilin Paskah juga melambangkan kita sebagai umat Kristiani yang mengikuti Kristus, satu-satunya Sang Terang, yang telah bangkit. Pada saat perarakan ini lilin akan 3 kali diangkat (di awal perarakan, di tengah, dan di depan altar) sambil menyanyikan �Kristus, cahaya dunia� dan dijawab dengan nyanyian pula oleh umat �Syukur kepada Allah� sambil berlutut.

Sesampai di depan altar, lilin Paskah diletakkan di tempatnya. Lalu lilin yang telah dibawa oleh petugas misa dan umat dapat dinyalakan menggunakan api yang berasal dari lilin Paskah. Berkaitan dengan hal ini, kadang ada umat yang tidak sabaran lalu menyalakan lilin menggunakan korek api yang dia bawa. Hal ini tidak diperkenankan karena menyalakan lilin kita menggunakan api dari lilin Paskah menjadi pertanda bahwa kita adalah penerus karya Kristus di dunia. Kita diharapkan juga dapat menjadi terang bagi orang lain karena kita telah diterangi oleh Yesus sendiri. Lilin Paskah ini sendiri akan dinyalakan selama masa Paskah sampai pada sore hari menjelang Pesta Kenaikan Tuhan. Lilin Paskah yang dinyalakan terus-menerus ini melambangkan Yesus yang telah bangkit namun tetap hadir di tengah murid-muridNya. Setelah Imam dan para penolongnya sampai di panti imam (panti imam adalah tempat di sekitar altar yang hanya diperuntukkan bagi Imam, diakon dan misdinar), Imam atau diakon akan menyanyikan Madah Pujian Paskah (Exultet). Madah Pujian Paskah ini mewartakan keseluruhan misteri Paskah yaitu kisah keselamatan umat manusia karena dosa-dosa manusia telah ditebus oleh Yesus sendiri.

B. Liturgi Sabda
Bagian kedua dari upacara malam Paskah adalah Liturgi Sabda. Pada bagian ini dibacakan ayat-ayat dari perjanjian lama dan perjanjian baru. Seluruh bacaan ini diselingi dengan mazmur dan doa singkat yang dipimpin oleh Imam agar umat dapat merenungkan misteri keselamatan dengan baik. Secara keseluruhan terdapat 9 bacaan pada liturgi sabda yang terdiri atas 7 bacaan perjanjian lama dan 2 dari perjanjian baru (1 bacaan dari Surat Paulus kepada jemaat di Roma dan 1 bacaan Injil). Keseluruhan bacaan Perjanjian Lama, bila dibaca secara lengkap menceritakan kisah penyelamatan mulai dari kisah penciptaan dunia hingga pewartaan janji keselamatan Allah oleh para nabi. Untuk beberapa alasan, bacaan dari Perjanjian Lama kadang kala tidak seluruhnya dibacakan saat misa di gereja. Namun ada 3 bacaan dari Perjanjian Lama yang wajib dibacakan yaitu Kisah Penciptaa, Kisah Pengorbanan Ishak oleh Abraham, dan penyeberangan Laut Merah. Setelah selelsai membaca bacaan dari Kitab Perjanjian Lama, Gloria (Madah Kemuliaan) dinyanyikan secara meriah sambil membunyikan lonceng. Sebelum menyanyikan Gloria, lilin altar dan lampu gereja dapat dinyalakan sedangkan lilin umat yang tadi dinyalakan dapat dipadamkan.

Bacaan setelah Gloria diambil dari surat Paulus kepada umat di Roma. Bacaan ini disebut bacaan epistola. Bacaan epistola ini mengingatkan kita kembali sebagai murid-murid Yesus yang telah menerima babtisan ikut mati bersama Dia dan akan dibangkitkan pula bersama Dia. Jadi bacaan ini mendorong kita lebih jauh dalam misteri Paskah.

Alleluya pada bait pengantar Injil yang dinyanyikan setelah bacaan epistola. Alleluya dilagukan 3 kali dan tiap kali nadanya dinaikkan. Alleluia ini dilagukan oleh Imam atau Diakon atau bila tidak memungkinkan oleh petugas. Teks bait pengantar Injil diambil dari Mazmur 117. Injil yang dibacakan pada malam Paskah ini mewartakan kebangkitan Tuhan. Bacaan Injil ini merupakan puncak dari liturgi sabda. Setelah Injil dibacakan, Imam akan memberikan homili.

C. Liturgi Babtis
Liturgi Babtis merupakan bagian ketiga dari perayaan Malam Paskah. Pada bagian ini kita merayakan perjalanan Yesus dan perjalanan kita sendiri. Perjalanan dibersihkannya kita dari dosa asal. Di Gereja-gereja yang memiliki bejana babtis, bagian ini akan terasa istimewa. Apalagi bila ada pada perayaan Malam Paskah itu dilakukan pembabtisan bagi katekumen yang sudah menjalani masa persiapan selama sekitar satu tahun.

Liturgi babtis diawali dengan pemberkatan air yang ada dalam bejana babtis. Setelah itu akan dinyanyikan Litani Para Kudus. Nama Santo dan Santa yang disertakan dalam Litani Para Kudus ini dapat disesuaikan dengan keperluan gereja setempat. Hal yang istimewa adalah bila pada perayaan Malam Paskah ada penerimaan Sakramen Babtis, nama Santo dan Santa yang digunakan oleh para calon babtis sebagai nama babtis sebaiknya disertakan saat menyanyikan Litani Para Kudus. Litani Para Kudus ini diikuti dengan pemberkatan air suci.

Pada bagian ini, lilin Paskah akan dicelupkan tiga kali ke dalam air yang diletakkan dalam bejana babtis. Pemberkatan air itu menjadi tanda pengudusan air suci karena telah dipersatukan dengan Yesus, Sang pemberi hidup baru. Air yang telah dicelupi lilin paskah ini nanti akan digunakan untuk keperluan penerimaan Sakramen Babtis pada perayaan Malam Paskah atau disimpan pada bejana babtis untuk keperluan penerimaan Sakramen Babtis pada kesempatan-kesempatan lain. Ada atau tidak ada calon babtis yang akan menerima Sakramen Babtis pada Perayaan Malam Paskah, air yang telah diberkati melalui pencelupan lilin Paskah tersebut akan direcikkan kepada umat yang hadir untuk mengingatkan kembali kehidupan baru yang telah diterima melalui babtis.

Pemberkatan air suci akan diikuti dengan penerimaan Sakramen Babtis pada calon Babtis. Upacara penerimaan Sakramen Babtis ini akan diikuti dengan pembaharuan janji babtis. Saat mengucapkan pembaharuan janji babtis ini, sekali lagi lilin yang dibawa umat dinyalakan menggunakan api yang berasal dari lilin Paskah. Pembaharuan janji babtis ini menjadi tanda kesiapsediaan kita untuk berbalik dari segala dosa kita dan kembali keoada Tuhan. Setelah mengucapkan pembaharuan janji babtis, umat akan direciki dengan air suci. Liturgi Babtis ini diakhiri dengan doa umat.

D. Liturgi Ekaristi
Liturgi Ekarist yang menjadi bagian akhir dari perayaan Malam Paskah merupakan puncak dari keseluruhan liturgi Paskah. Pada bagian ini kita merayakan kembali pengurbanan Yesus di kayu salib, hadirnya Kristus yang telah bangkit. Pemenuhan inisiasi umat Kristiani, dan penantian akan Paskah abadi. Perlu ditekankan agar bagian ini tidak dilakukan dengan tergesa-tergesa. Terutama bila pada perayaan Malam Paskah ada Upacara Babtis. Hal ini penting karena para babtisan baru itu untuk pertama kalinya mengikuti liturgi Ekaristi sebagai anggota penuh gereja.

Liturgi Ekaristi diawali dengan persembahan, yang dilanjutkan prefasi Paskah dan Doa Syukur Agung. Doa Syukur Agung ini sebaiknya dilagukan. Komuni yang dibagikan pada kesempatan Malam Paskah ini bila memungkinkan dapat diberikan dalam dua rupa, hosti dan anggur. Pada kesempatan ini pula, para babtisan baru akan menerima Sakramen Ekaristi pertama mereka.

Bagian akhir dari Liturgi Ekaristi Malam Paskah yang juga menutup keseluruhan rangkaian perayaan Malam Paskah adalah pemberian Berkat Meriah Paskah. Berkat meriah ini diberikan dengan cara dilagukan bersahut-sahutan antara Imam dan umat. Berkat meriah Paskah diakhiri dengan perutusan.
Dikarenakan pentingnya Malam Paskah ini, setiap petugas yang terlibat sangat diharapkan untuk berlatih terlebih dahulu. Imam yang memimpin perayaan Paskah ini juga diharapkan memiliki pemahaman mendalam tentang keseluruhan liturgi yang berlangsung pada perayaan ini.

MINGGU PASKAH

Minggu Paskah disebut juga Hari Raya Kebangkitan Tuhan. Hari ini adalah puncak peringatan liturgi Gereja Katolik. Hari Raya Kebangkitan Tuhan ini adalah hari raya dari segala hari raya. Hari itu menjadi hari yang amat istimewa karena Yesus telah bangkit dari kematian. Yesus telah mengalahkan dosa dan maut dengan kebangkitan-Nya. Melalui kebangkitan-Nya, Yesus mau menunjukkan bahwa Ia sungguh-sungguh Putera Allah dan memberi harapan pada kita tentang adanya kerajaan Surga. Hal yang membedakan perayaan Ekaristi pada hari ini dengan perayaan Ekaristi pada hari Minggu atau hari raya yang lain adalah digantinya seruan tobat dengan pemercikan air suci. Air suci yang digunakan untuk memerciki umat adalah air yang telah dikuduskan pada perayaan Malam Paskah. Air itu pula yang ditempatkan di pintu masuk gereja untuk digunakan umat menyucikan diri saat akan memasuki gereja.

Selain adanya pemercikan air suci, pada hari ini juga dilagukan Madah Paskah yang mewartakan kebangkitan Yesus. Madah Paskah ini dilagukan sebelum bait pengantar Injil.

Lilin Paskah yang telah dinyalakan dengan Api Baru pada perayaan Malam Paskah ditempatkan di posisi yang cukup tinggi dekat  altar. Lilin Paskah ini dinyalakan sepanjang masa Paskah yang berlangsung selama 50 hari pada saat ibadat pagi atau sore atau bila ada perayaan Ekaristi. Bila masa Paskah telah berakhir, lilin Paskah ini tetap disimpan dan dinyalakan bila ada upacara penerimaan Sakramen Babtis. Lilin calon babtis akan dinyalakan menggunakan api dari lilin Paskah ini. Pada Upacara pemakaman, lilin Paskah sebaiknya dinyalakan di dekat peti sebagai tanda bahwa kematian juga merupakan suatu perjalanan bagi orang Kristiani. Lilin Paskah ini sebaiknya tidak ditempatkan atau dinyalakan di panti Imam pada masa di luar masa Paskah.

PENUTUP
Tiga hari Suci (Triduum) Paskah: Kamis Putih, Jumat Agung, Malam Paskah hingga Hari Raya Kebangkitan Tuhan adalah saat-saat terpenting dalam tahun liturgi Gereja Katolik. Pada hari-hari itu kita diingatkan kembali bahwa Yesus bersedia mati untuk menebus dosa-dosa kita dan dibangkitkan. Karena itu, kematian bukan lagi akhir dari hidup kita melainkan awal dari kehidupan baru. Selamat Paskah, selamat menjalani kehidupan baru dalam Tuhan.


Sumber:
Circular Letter Concerning the Preparation and Celebration of the Easter Feast Congregation for Divine Worship
Bahan pengajaran Liturgi Triduum Komunitas Emmanuel
diketik ulang oleh Indonesian Papist

PAX ET BONUM

Recent Post