TRIBUNNEWS.COM - Mendadak konsentrasi saya di depan komputer pecah dan buyar gara-gara keberisikan canda tawa anak bungsu saya yang masih duduk di bangku sekolah dasar dan teman-temannya, saling bersahutan menyanyikan acapella, That�s the Way Ahok Ahok I Like It... That�s the Way Ahok Ahok I Like It...! Mereka memplesetkan lagu yang lawas yang pernah ngetop pertengahan tahun 1970-an, berjudul "That's the Way (I Like It)", yang dipopulerkan oleh kelompok musik KC and the Sunshine Band.
Berisik banget, dasar bocah. Nyanyian itu benar-benar mengganggu dan membuyarkan konsentrasi saya yang lagi asyik-asyiknya di depan komputer. Jadi nggak mood, akhirnya saya �Close� saja file tersebut, klik!
Saya pun keluar bermaksud menegur jangan berisik, ada orang tidur. Tapi yang terlontar dari mulut saya, justru �Tau nggak siapa itu Ahok?� Yang menang Pilkada sama Jokowi, jawab dari salah seorang anak. Ternyata anak tingkat sekolah dasar pun sudah cedas, sudah kenal Pilkada, meski pengetahuaannya tentang itu sebatas usia dan tingkat pendidikannya.
�Pa, Ahok itu Cina, orang Kristen ya?� tanya anak saya, spontan, polos, apa adanya tanpa tendensi dan pretensi apapun. Pertanyaan ini tidak lantas saya tafsir sebagai SARA, justru pertanyaan kritis. Belum sempat menjawab pertanyaan itu, mereka sudah kabur duluan sambil mengulang-ulang That�s the Way Ahok Ahok I Like It. Karena buat mereka jawaban � Ahok itu Cina atau orang Kristen � tidaklah penting lagi. Justru yang penting buat mereka bagaimana That�s the Way Ahok Ahok I Like It bisa membawa kegembiraan, daripada harus dipusingkan oleh jawaban yang mereka anggap tidak substansif dan tidak kontekstual.
Dalam hitungan tidak sampai semenit ternyata lagu plesetan That�s the Way Ahok Ahok I Like It menginspirasi saya untuk buka file; �New�, mending dibikin tulisan saja, semengalirnya.
Saya sendiri tidak banyak mengetahui sepak terjang pemilik nama lengkap Basuki Tjahaya Purnama yang lebih akrab dipanggil Ahok ini dikancah politik. Ternyata ia pernah menjadi Bupati Bangka Belitung Timur. Pernah menjadi anggota DPR RI dari Partai Golkar, dan memutuskan mundur dari partai berlambang pohon beringin, demi mewujudkan obsesinya untuk maju di Pilkada DKI 2012.
Akhirnya ia diusung Partai Gerinda untuk mendampingi Jokowi yang ditandu oleh PDI Perjuangan, maju ke Pilkada DKI 2012. Nama dan figur Ahok yang tak banyak dikenal sebelumnya, sontak melesat bagai meteor menggegerkan dunia persilatan Pilkada DKI 2012 yang gaungnya sampai menasional. Konstelasi dunia persilatan Pilkada DKI 2012 pun sempat dibikin geger oleh gunjingan-gunjingan yang dilatari hanya karena si Ahok warga keturunan Cina, non muslim.
Semua tahu bahwa gunjingan ini sengaja digulirkan dan ditebarkan sebagai senjata politik, lalu digesek-gesekan menjadi benih isu yang sangat sensitif, yaitu sentimen politik primodial kesukuan dan keagamaan. Tak ayal lagi, ibarat bensin yang disulut api, langsung menyambar menambah panasnya temperatur suhu politik Pilkada DKI.
Suka atau tidak suka, setuju atau tidak setuju, Ahok telah menjadi bintang panggung dalam pertarungan perhelatan Pilkada 2012. Suka atau tidak suka, setuju atau tidak setuju, Akok telah melakukan pendobrakan atas hegemoni kekuasaan politik yang berbasis sentimen promodial kesukuan dan keagamaan. Suka atau tidak suka, setuju atau tidak setuju, Ahok telah menyibak tirai kabut yang selama ini dianggapnya menutupi kebhinnekaan sinar pelangi multikulturalisme demokratisasi politik.
Di luar masih terdengar acapella Ahok Ahok dan canda tawa. Tapi kali ini tidak lagi mengganggu konsentrasi di depan komputer, justru menikmati, anggap saja backsound. Dunia anak adalah dunia keluguan, polos, apa adanya, tidak ada tendensi dan tidak punya pretensi. Mereka tidak menggunjingkan bahwa Ahok Ahok yang mereka sebut-sebut itu adalah Ahok yang China, orang Kristen. Karena buat mereka tidak substansif dan tidak kontekstual.
Ahok itu China, orang Kristen? Apakah pertanyaan ini juga menjadi isu sentral yang mengarah ke sentimen SARA di masyarakat Bangka Belitung Timur yang mayoritas beragama Islam, ketika pria bernama Basuki Tjahaya Purnama ini mencalonkan diri, dan berhasil memenangkan pertarungan jadi bupati Bangka Belitung Timur?
Soal pilihan, rakyat sudah cerdas dan dewasa, tidak mau terjebak dan terprovokasi, serta tidak mau dimanipulir dan dipolitisir oleh kepentingaan kekuasaan politik atas nama isu-isu maupun sekat-sekat sentimen politik primodialisme sempit. Rakyat tidak lagi mempersoalkan suku atau agama seseorang. Rakyat lebih membutuhkan pemimpin yang jujur, tidak korup, membawa harapan baru, pegang amanah mengabdi untuk mensejahterakan rakyat. Itu tujuan rakyat memilih pemimpinnya, siapapun itu!
Ahok itu China, orang Kristen? Apakah pertanyaan ini juga masih relevan disandingkan dengan spirit nyanyian multikulturalisme �135 Juta� yang didendangkan Rhoma Irama.
Itu saja yang bisa saya petik dan tulis tentang Ahok. Sampai tulisan ini saya akhiri, di luar masih terdengar backsound acapella disertai tawa canda bocah sambil terus mengulang-ulang; That�s the Way Ahok Ahok I Like It... That�s the Way Ahok Ahok I Like It..., Ahok Ahok!
*Alex Palit, penulis lirik lagu, pendiri Forum Apresiasi Musik Indonesia (Formasi)
Sumber : http://tribunnews.com/2012/08/31/thats-the-way-ahok-ahok...-i-like-it
Berisik banget, dasar bocah. Nyanyian itu benar-benar mengganggu dan membuyarkan konsentrasi saya yang lagi asyik-asyiknya di depan komputer. Jadi nggak mood, akhirnya saya �Close� saja file tersebut, klik!
Saya pun keluar bermaksud menegur jangan berisik, ada orang tidur. Tapi yang terlontar dari mulut saya, justru �Tau nggak siapa itu Ahok?� Yang menang Pilkada sama Jokowi, jawab dari salah seorang anak. Ternyata anak tingkat sekolah dasar pun sudah cedas, sudah kenal Pilkada, meski pengetahuaannya tentang itu sebatas usia dan tingkat pendidikannya.
�Pa, Ahok itu Cina, orang Kristen ya?� tanya anak saya, spontan, polos, apa adanya tanpa tendensi dan pretensi apapun. Pertanyaan ini tidak lantas saya tafsir sebagai SARA, justru pertanyaan kritis. Belum sempat menjawab pertanyaan itu, mereka sudah kabur duluan sambil mengulang-ulang That�s the Way Ahok Ahok I Like It. Karena buat mereka jawaban � Ahok itu Cina atau orang Kristen � tidaklah penting lagi. Justru yang penting buat mereka bagaimana That�s the Way Ahok Ahok I Like It bisa membawa kegembiraan, daripada harus dipusingkan oleh jawaban yang mereka anggap tidak substansif dan tidak kontekstual.
Dalam hitungan tidak sampai semenit ternyata lagu plesetan That�s the Way Ahok Ahok I Like It menginspirasi saya untuk buka file; �New�, mending dibikin tulisan saja, semengalirnya.
Saya sendiri tidak banyak mengetahui sepak terjang pemilik nama lengkap Basuki Tjahaya Purnama yang lebih akrab dipanggil Ahok ini dikancah politik. Ternyata ia pernah menjadi Bupati Bangka Belitung Timur. Pernah menjadi anggota DPR RI dari Partai Golkar, dan memutuskan mundur dari partai berlambang pohon beringin, demi mewujudkan obsesinya untuk maju di Pilkada DKI 2012.
Akhirnya ia diusung Partai Gerinda untuk mendampingi Jokowi yang ditandu oleh PDI Perjuangan, maju ke Pilkada DKI 2012. Nama dan figur Ahok yang tak banyak dikenal sebelumnya, sontak melesat bagai meteor menggegerkan dunia persilatan Pilkada DKI 2012 yang gaungnya sampai menasional. Konstelasi dunia persilatan Pilkada DKI 2012 pun sempat dibikin geger oleh gunjingan-gunjingan yang dilatari hanya karena si Ahok warga keturunan Cina, non muslim.
Semua tahu bahwa gunjingan ini sengaja digulirkan dan ditebarkan sebagai senjata politik, lalu digesek-gesekan menjadi benih isu yang sangat sensitif, yaitu sentimen politik primodial kesukuan dan keagamaan. Tak ayal lagi, ibarat bensin yang disulut api, langsung menyambar menambah panasnya temperatur suhu politik Pilkada DKI.
Suka atau tidak suka, setuju atau tidak setuju, Ahok telah menjadi bintang panggung dalam pertarungan perhelatan Pilkada 2012. Suka atau tidak suka, setuju atau tidak setuju, Akok telah melakukan pendobrakan atas hegemoni kekuasaan politik yang berbasis sentimen promodial kesukuan dan keagamaan. Suka atau tidak suka, setuju atau tidak setuju, Ahok telah menyibak tirai kabut yang selama ini dianggapnya menutupi kebhinnekaan sinar pelangi multikulturalisme demokratisasi politik.
Di luar masih terdengar acapella Ahok Ahok dan canda tawa. Tapi kali ini tidak lagi mengganggu konsentrasi di depan komputer, justru menikmati, anggap saja backsound. Dunia anak adalah dunia keluguan, polos, apa adanya, tidak ada tendensi dan tidak punya pretensi. Mereka tidak menggunjingkan bahwa Ahok Ahok yang mereka sebut-sebut itu adalah Ahok yang China, orang Kristen. Karena buat mereka tidak substansif dan tidak kontekstual.
Ahok itu China, orang Kristen? Apakah pertanyaan ini juga menjadi isu sentral yang mengarah ke sentimen SARA di masyarakat Bangka Belitung Timur yang mayoritas beragama Islam, ketika pria bernama Basuki Tjahaya Purnama ini mencalonkan diri, dan berhasil memenangkan pertarungan jadi bupati Bangka Belitung Timur?
Soal pilihan, rakyat sudah cerdas dan dewasa, tidak mau terjebak dan terprovokasi, serta tidak mau dimanipulir dan dipolitisir oleh kepentingaan kekuasaan politik atas nama isu-isu maupun sekat-sekat sentimen politik primodialisme sempit. Rakyat tidak lagi mempersoalkan suku atau agama seseorang. Rakyat lebih membutuhkan pemimpin yang jujur, tidak korup, membawa harapan baru, pegang amanah mengabdi untuk mensejahterakan rakyat. Itu tujuan rakyat memilih pemimpinnya, siapapun itu!
Ahok itu China, orang Kristen? Apakah pertanyaan ini juga masih relevan disandingkan dengan spirit nyanyian multikulturalisme �135 Juta� yang didendangkan Rhoma Irama.
Itu saja yang bisa saya petik dan tulis tentang Ahok. Sampai tulisan ini saya akhiri, di luar masih terdengar backsound acapella disertai tawa canda bocah sambil terus mengulang-ulang; That�s the Way Ahok Ahok I Like It... That�s the Way Ahok Ahok I Like It..., Ahok Ahok!
*Alex Palit, penulis lirik lagu, pendiri Forum Apresiasi Musik Indonesia (Formasi)
Sumber : http://tribunnews.com/2012/08/31/thats-the-way-ahok-ahok...-i-like-it