Walikota Solo, Fransiskus Xaverius Hadi Rudyatmo |
Solo - Di hadapan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, para bupati mengeluhkan tentang gajinya yang sudah tiga tahun tidak naik. Presiden langsung merespons dan segera mewujudkan usulan itu. Wali Kota Surakarta, Fransiskus Xaverius Hadi Rudyatmo, sama sekali tidak tertarik berkomentar. Selama ini, dia mengaku malah sering tombok (menambah uang karna kurang).
Rudy, panggilan akrab Fransiskus Xaverius Hadi Rudyatmo, sudah 8 tahun berada di pemerintahan. Sejak 2005, Rudy menjabat sebagai wakil wali kota dan mulai 2012 lalu dia naik menjadi wali kota menggantikan Jokowi yang terpilih sebagai gubernur di DKI Jakarta.
Ketika dimintai komentar tentang keluhan gaji para bupati seperti disampaikan oleh Ketua Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi), Isran Noor, di hadapan Presiden beberapa hari lalu, Rudy, spontan mengaku tidak tertarik mengomentari.
"Jika memang menghendaki kesejahteraan pribadi, sebaiknya tidak terjun ke dunia politik maupun pemerintahan. Menjadi pemimpin harus berkomitmen sebagai pelayan masyarakat. Itu yang harus dipegang," tegas Rudy kepada wartawan di Solo, Jumat (22/2/2013).
Jokowi dan FX Hadi Rudyatmo |
Rudy memaparkan selama berada di pemerintahan, dirinya selalu mengalokasikan gajinya untuk kegiatan sosial kemasyarakatan. Setiap bulan dia memang mengambil gaji. Namun uang tersebut langsung dialokasikan untuk membantu warga yang lebih membutuhkan.
"Setiap bulan selalu saja ada yang butuh bantuan. Ada warga yang sakit parah, ada kesulitan membayar sekolah anak, ada yang kesulitan biaya untuk mengurus pemakaman keluarganya. Untuk itulah gaji bulanan saya alokasikan. Kadang sering nombok, seringkali dicukupi istri saya," lanjutnya.
Lalu bagaimana dia mencukupi kebutuhan hidup keluarganya? Rudy mengaku kebutuhan sehari-harinya dicukupi dari usaha pengolahan sampah dan percetakan yang dikelola keluarganya. Usaha pengolahan sampah plastik itu sudah ditekuninya sebelum menjadi wakil wali kota.
"Kami cukup dengan itu. Najan ora nyugihi nanging nguripi (meskipun tidak membuat kaya tetapi cukup bisa mencukupi kebutuhan hidup). Kami sekeluarga hanya ingin hidup seadanya, tidak pernah berpikir mencari kehidupan yang lebih. Kami memegang prinsip Jawa bahwa nyawa mung gadhuhan, bandha mung gadhuhan, pangkat mung sampiran (nyawa hanya pinjaman, kekayaan hanya titipan, pangkat hanya perhiasan)," lanjutnya.
No comments:
Post a Comment