Latest News

Monday, September 30, 2013

Intoleransi timbul akibat pemimpin lemah

Intoleransi timbul akibat pemimpin lemah thumbnail
Yenny Wahid

Intoleransi timbul akibat pemimpin lemah

Puteri Presiden RI keempat Abdurrahman Wahid, Yenny Wahid, mengatakan peristiwa sosial yang menggambarkan intoleransi seperti konflik antarpemeluk agama, disebabkan lemahnya pemimpin dalam mengayomi masyarakat.
“Sembilan tahun The Wahid Institute berjalan, dari berbagai kasus yang dianalisis, faktor kepemimpinan sangat mempengaruhi bagaiaman sebuah intoleransi di masyarakat terjadi dan merembet pada kasus yang lebih besar,” kata Yenny dalam perayaan ulang tahun The Wahid Institute di Jakarta, Kamis, seperti dilansir antaranews.com.
Yenny mengatakan, setiap pemimpin, baik di tingkat daerah maupun nasional, seharusnya mengimplementasikan “Bhineka Tunggal Ika”, serta mengamlakan falsafah kebersamaan dalam sebuah perbedaan kepada warganya.
Hal itu menjadi jaminan yang harus diberikan oleh pemimpin, mengingat perbedaan suku, agama dapat menjadi hal yang sangat sensitif jika tidak dikelola dengan baik, kata Yenny.
“Di situlah posisi pemimpin, harus menjamin suasana perbedaan selalu `sejuk`,” ujarnya.
Dia berpendapat pemeluk agama kadang terjebak dalam “militansi” atas nama satu keyakinan, sehingga menganggap perbedaan paham dengan kelompok lain adalah sesuatu yang harus disimpulkan siapa yang benar dan yang salah.
Yenny menekankan konsep pemikiran agama harus dibungkus dengan perilaku yang dapat mengayomi kehidupan bermasyarakat. “Dogma-dogma tidak selalu dapat menyelesaikan masalah,” ujarnya.
Secara terpisah Eva Kusuma Sundari dari Komisi III DPR RI menilai pemerintah pusat lemah dalam penegakkan hukum terkait isu-isu radikalisasi agama.
Menurutnya, Mendagri tidak memahami fakta bahwa radikalisasi tumbuh subur dan makin berani di Indonesia akibat penegakkan hukum yang lemah.
“Saya menyesalkan Pak Mendagri tidak paham fakta bahwa radikalisasi subur dan makin berani di Indonesia akibat penegakkan hukum yg lemah. Sementara penegakkan hukum yg lemah salah satunya disebabkan sikap pemerintah pusat yang lemah terhadap penegakkan hukum terhadap isu-isu radikalisasi agama,” katanya.

Source : indonesia.ucanews.com

"Saya kirim empat anak ke Trisakti dan mereka lulus cum laude. Ada satu anak pesantren, namanya Santi"




Empat Anak Asuh Basuki Lulus Cum Laude di Trisakti

JAKARTA — Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama saat menjadi pembicara di depan mahasiswa baru Universitas Trisakti, Jakarta, Minggu (29/9/2013), mengaku telah mengirimkan empat anak asal Belitung untuk kuliah di Universitas Trisakti. 

"Saya kirim empat anak ke Trisakti dan mereka lulus cum laude. Ada satu anak pesantren, namanya Santi, 3,8 IP-nya kalau enggak salah, saya aja cuma 2,7. Sekarang Santi lagi mau ambil S-2 di Jepang," kata Basuki. 


Menurut Basuki, apa yang dia lakukan merupakan nasihat yang pernah disampaikan ayahnya. Kata Basuki, ayahnya berpesan kalau kita menjadi pejabat, maka kita dapat menciptakan orang-orang seperti Santi dan ketiga temannya yang lain tersebut.

Basuki berujar, sebelumnya dia tidak pernah bercita-cita menjadi politisi. Dia lebih ingin menjadi pengusaha. Itulah yang membuat dia tidak pernah ikut dalam organisasi kemahasiswaan saat masih aktif kuliah. Dia bahkan tak pernah terlibat OSIS dan Pramuka saat masih duduk di bangku SMA.

"Saya tidak pernah ikut Senat, lebih sibuk dagang. Waktu SMA tidak pernah ikut OSIS dan Pramuka, lebih sibuk cari uang," ungkap Basuki.


sumber : kompas.com

dan
Fb : Jateng Online.

Ketua MUI: Warga Lenteng Agung Harus Diajarkan Soal Keberagaman

Ketua MUI: Warga Lenteng Agung Harus Diajarkan Soal Keberagaman


Ketua MUI: Warga Lenteng Agung Harus Diajarkan Soal Keberagaman


Majelis Ulama Indonesia (MUI) menilai, siapa pun tak bisa menggugat posisi Susan Jasmine Susan sebagai Lurah Lenteng Agung, hanya lantaran berbeda agama.

Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Maruf Amin mengatakan, warga Lenteng Agung harus segera diajarkan tentang hidup dalam keberagaman. Baik keberagamaan etnis, budaya, maupun agama.
"Warga Lenteng Agung harus segera dididik agar bisa menerima dan hidup dalam keberagaman. Itu supaya mereka bisa menerima Susan Jasmine Zulkifli sebagai lurah meski agamanya berbeda," kata Maruf Amin kepada Tribun via telepon, Rabu (25/9/2013).
Menurut Amin yang juga anggota Dewan Pertimbangan Presiden Bidang Hubungan Antar Agama ini, warga harus bisa mendukung Susan Jasmine yang ditugaskan Pemprov DKI untuk menjadi lurah di daerah tersebut.

"(Susan) harus didukung, agar seluruh programnya untuk memajukan daerah itu bisa terlaksana secara baik. Kalau terus bermasalah seperti ini, warga bakal rugi karena kemajuan daerahnya terhambat," tandasnya.
Hal yang sama juga diutarakan Budayawan Betawi Ridwan Saidi. Menurutnya, tidak boleh ada yang mempersoalkan agama seseorang.
"Agama itu hak pribadi masing-masing. Termasuk Susan, dia berhak memilih agamanya sendiri. Jangan agama dijadikan pembenaran bagi kepentingan politik segelintir orang," tegasnya.

Sebelumnya diberitakan, sekelompok orang kembali menggelar aksi menolak penempatan Susan Jasmine Zulkifli sebagai Lurah Lenteng Agung, di depan Kantor Kelurahan Lenteng Agung, Rabu (25/9/2013).
Pantauan Tribunnews.com, massa aksi juga menggelar aksi tanda tangan dengan membentangkan kain putih sepanjang 50 meter sebagai bukti penolakan warga terhadap Lurah Susan.

Massa juga membawa bendera kuning, sebagai simbolisasi matinya hati nurani Pemprov DKI Jakarta yang tidak mendengarkan tuntutan mereka.


Source : TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA

Romo Benny: Mendagri tak Miliki Sifat Negarawan

Romo Benny: Mendagri tak Miliki Sifat Negarawan

Romo Benny: Mendagri tak Miliki Sifat Negarawan


Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, terus menuai kritik setelah meminta Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo memutasikan Lurah Lenteng Agung Susan Jasmine Zulkifli.

Termutakhir, rohaniawan sekaligus tokoh masyarakat Romo Benny Susetyo ikut menyangkan pernyataan Gamawan Fauzi tersebut.
"Harusnya sebagai pemimpin, (Gamawan) mendidik rakyatnya menaati konsitusi. Bukan sebaliknya, tunduk pada kepentingan sempit," ujar Romo Benny dalam pesan singkat kepada Tribunnews.com, Minggu (29/9/2013).

Menurutnya, pernyataan Gamawan Fauzi itu menunjukan sang menteri bukanlah seorang negarawan.
"Anjuran itu sebenarnya kurang tepat. Ini menunjukkan pemimpin tidak memiliki sifat negarawan, selalu berpikir pragmatis. Ini berbahaya bagi upaya untuk membangun bangsa yang rasional," tuturnya.
Sebaliknya, Romo Benny justru menyanjung sikap Jokowi yang mempertahankan Susan sebagai Lurah Lenteng Agung.

"Menurut saya, Jokowi teguh pada konsitusi karena ujian seorang pemimpin berjiwa negarawan. Saya yakin, Jokowi akan berpegang teguh prinsip konsitusi dengan tidak mengikuti anjuran Mendagri," katanya.
Sebelumnya diberitakan, Mendagri Gamawan Fauzi menyarankan Jokowi menggantikan Lurah Lenteng Agung Susan Jasmine Zulkifli, agar roda pemerintahan dapat berjalan dengan baik.
Lurah Susan didemo oleh segelintir orang, diduga berlatar belakang sentimen agama.(*)


Source : TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA

Friday, July 5, 2013

'Griya Samadi' Romo Utomo Ditentang Ormas Islam

Salah satu bangunan mirip candi di pintu belakang kediaman Romo Utomo yang tidak boleh dilanjutkan

KLATEN - Griya Samadi milik Romo Utomo yang berada di Desa Rejoso, Jogonalan Klaten keberadaannya dipersoalkan gara-gara mengurus IMB di KPT Klaten. Rumah milik Romo Utomo ini sudah puluhan tahun dipakai untuk berbagai kegiatan, berdiri cukup lama di atas lahan 3800 m' di tengah kampung desa Rejoso, Jogonalan.

Rumah dengan halaman luas dan bangunan samping yang terdiri beberapa kamar dan di belakang berdiri Joglo yang sering dipakai kegiatan sosial, seminar, ngudaroso dan banyak kegiatan lainnya yang tidak pernah mengkotak-kotakan keyakinan ataupun agama. Kini tempat itu nampak agak disibukkan dan terlihat aparat keamanan dari TNI dan Kepolisian berjaga-jaga, meski santai namun suasananya berbeda dengan hari-hari sebelumnya.

Pembangunan di samping Joglo dan bangunan semacam candi di pintu belakang dihentikan sementara, para pekerja pun dialihkan untuk membangun jalan di sebelah rumah dan tanggul lapangan yang terletak tepat di belakang kediaman Romo Utomo.

Menelusuri jejak hidup Romo Utomo, membawa semangat tersendiri bagi hidup, semakin mencintai Tuhan, sesama, dan alam semesta; semakin menjadi Indonesia sejati, dan semakin menjadi Jawa sejati. Figur penggerak SPTN-HPS (serikat Paguyuban Petani dan Nelayan ' Hari Pangan Sedunia) yang berdiri di tahun 1980-an dan merupakan pegiat organik.
 

Seperti layaknya rumah di perkampungan saat mendirikan jarang yang mencari IMB, termasuk di kala itu rumah Romo Utomo pun juga belum memiliki IMB, dalam rangka ulang tahun emas (50th) pelayanan menjadi romo, pendiri STPN-HPS ini berniat menyelenggarakan ulang tahun di kampung kelahiran. Berbenah rumah menjadi hal yang lumrah di saat akan menyambut tamu-tamu termasuk membangun beberapa kamar tidur untuk tamu-tamu dari jauh yang akan menginap.

Maka Romo memberitahukan ke warga masyarakat sekitar yang selama ini sudah cukup dekat dengannya untuk mengurus IMB atas rumah kediaman tersebut. Oleh Romo Utomo rumah ini diberi nama 'Griya Samadi', jelas salah satu  pengurus rumah ini.

Namun dalam perjalanan untuk mendapatkan IMB, ada yang menghembuskan isu bahwa rumah tersebut akan dipakai untuk tempat ibadah/gereja, hal inilah yang akhirnya memantik beberapa Ormas Islam (FPI, FKAM, MMI, JAT). Saat audiensi dengan pemkab pun sudah dijelaskan bahwa IMB ini adalah untuk rumah kediaman dan dijadikan sebagai tempat berbagai pelatihan, seminar, dll. Tapi ormas-ormas tersebut tetap bersikeras menolak keberadaan tempat tersebut dan berencana merobohkannya.


Penanggungjawab pembangunan saat dikonfirmasi menjelaskan bahwa baru saja Fauzan (25/06)  yang mewakili keempat ormas tersebut menanyakan pembangunan tambahan kamar di samping Joglo dan kami tegaskan bahwa ini bukan untuk gereja, tetapi Griya Samadi oleh KPT Pemkab Klaten kini menjadi persoalan. Keberadaan bangunan sudah lama dan selama ini tidak pernah terjadi masalah, Romo sangat dekat dengan warga, dan warga pun melihat berbagai bantuan yang diberikan Romo ke warga pun tidak pernah membeda-bedakan imbuhnya.

Beberapa warga yang ditemui menyatakan bahwa mereka tidak masalah atas pembangunan kediaman Romo Utomo, dan tidak benar apa yang diberitakan salah satu media beberapa waktu yang lalu.

Thursday, June 13, 2013

Umat Pentakosta di Asia Meningkat, Gereja Katolik Harus Turun Gunung

Pentacostalisme berkembang secara global (Foto: Godswill Ministries)
Umat Pentakosta di Asia Meningkat, Gereja Katolik Harus Turun Gunung

Umat Kristen Pentakosta atau Karismatik bertumbuh pesat di Asia, terutama di kalangan kaum migran perkotaan dan kelompok minoritas etnis, demikian analisis yang baru-baru ini disajikan di Roma. Beberapa analis telah menyimpulkan bahwa pertumbuhan yang cepat ini bisa mendorong Gereja Katolik untuk mengubah kulturnya, yang selama ini  ditandai dengan klerikalisme berlebihan dan pemerintahan 'dari atas ke bawah' (top-down).

Pastor John Mansford Prior SVD, seorang misionaris untuk Indonesia sejak tahun 1973, membahas pertumbuhan Pentakostalisme di Asia selama konferensi pada awal bulan ini  tentang 'Gerakan Agama Baru' yang diselenggarakan oleh Konferensi Waligereja Jerman.

Gerakan Pentakosta dimulai pada awal abad ke-20, yang muncul dari dorongan untuk pengalaman pribadi akan Tuhan dan pembaharuan spiritual melalui baptisan Roh Kudus. Ini memberikan penekanan utama pada 'karunia' Roh, termasuk berbicara dalam bahasa roh, penyembuhan ajaib dan bernubuat.

Sementara istilah Pantekosta biasanya digunakan untuk merujuk pada gerakan-gerakan baru dan Gereja-gereja independen yang bermunculan dari gerakan itu, istilah karismatik umumnya digunakan untuk kelompok yang membawa spiritualitas Pantekosta dalam Gereja-gereja tradisional.

Dalam Gereja Katolik ada kelompok-kelompok seperti Pembaharuan Karismatik Katolik atau El Shaddai, yang memiliki 2 juta anggota terdaftar dan sekitar 7 juta pendukung di Filipina.

'Pentakostalisme telah mengakar di kalangan minoritas-minoritas etnis Asia dan kelas-kelas sosial yang kurang memiliki kekuatan secara politis atau pun ideologis,' tulis Pastor Prior dalam sebuah laporan yang dipresentasikan dalam konferensi itu.

Dalam sebuah wawancara dengan ucanews.com, Pastor Prior memperingatkan bahwa dalam menanggapi pertumbuhan 'gerakan baru' ini di Asia, Gereja Katolik harus mengubah mentalitas dan kulturnya, atau risiko kehilangan umatnya dari benua itu.

Di Asia, Pentakostalisme adalah fenomena perkotaan: 'Orang-orang yang kehilangan identitias desa dan budaya mereka,' yang 'merasa tidak aman di kota sebagai migran,' lalu bergabung dengan komunitas Karismatik dan Pentakosta baru karena di sana mereka menemukan 'hubungan yang hangat' dan 'memiliki tempat' sementara 'paroki-paroki Katolik di kota-kota memiliki umat yang banyak, tak dikenal, sangat ritualistik,' kata Pastor Prior.

Karena lebih dari 50 persen orang Asia kini tinggal di kota-kota, fenomena ini terus berkembang. Faktanya, menurut Pastor Prior, sudah 40 persen dari orang-orang Kristen Asia menyebut diri mereka sebagai Karismatik atau Pentakosta.

Hal ini juga kuat di kalangan etnis minoritas, termasuk Tionghoa di Indonesia. 'Pentakostalisme mengangkat martabat dan identitas kelompok etnis minoritas dan memberikan kenyamanan, komunitas yang akrab dan saling membantu di antara para migran perkotaan yang belum mapan' yang 'agaknya ' kurang mendapat perhatian dari agama atau Gereja mereka sebelumnya,' tulis Pastor Prior dalam laporannya.

Tidak seperti di Amerika Latin, dan pengecualian Korea Selatan, dan  Cina (meskipun data yang dapat dipercaya sulit didapat), kelompok-kelompok Pentakosta di Asia tidak secara eksplisit menekankan 'injil kemakmuran' yang menempatkan hubungan langsung antara iman dan keberhasilan ekonomi.

Tapi, Pastor Prior mencatat bahwa ketika orang-orang bergabung dengan kelompok-kelompok ini, mereka menjadi tenang, tidak mabuk-mabukan, tidak berjudi, bahkan laki-laki menjadi lebih setia kepada istri-istri mereka, karena itu mereka menjalani kehidupan hemat dan secara otomatis mereka maju dalam skala sosial.'

Sementara di Amerika Latin pertumbuhan Pentakostalisme telah bersamaan dengan eksodus besar-besaran dari Gereja Katolik, misalnya, populasi umat Katolik di Brasil turun dari 90 persen pada  tahun 1970 menjadi hanya 65 persen tahun 2010. Di di Asia 'tidak banyak umat Katolik meninggalkan Gereja karena Gereja telah terbuka untuk menerima kelompok-kelompok tersebut,' kata Pastor Prior.

Bahkan, kebijakan resmi dari Federasi Konferensi Waligereja Asia dan konferensi-konferensi waligereja di seluruh benua Asia telah berdampak 'sangat positif.' Namun, dalam beberapa kasus telah terjadi 'ketegangan' dengan mayoritas masyarakat, baik itu Muslim, Hindu atau Buddha, karena kadang-kadang penginjilan yang agresif menjadi kendala gerakan baru itu.

Hal ini pada gilirannya dapat berdampak pada orang Kristen karena seringkali umat non-Kristen 'tidak membedakan antara kelompok-kelompok evangelis dan Gereja-gereja utama.'

Namun, Pastor Prior memperingatkan bahwa untuk memasuki energi spiritual baru yang terungkap dalam pertumbuhan kelompok Pantekosta itu, Gereja masih 'terlalu mono-kultural, terlalu klerikal, terlalu top down.'

Di Korea, misalnya, umat Katolik hanya 10 persen dari populasi, sementara Gereja-gereja Protestan, yang sebagian besar telah 'berjiwa Pentakosta,' kini jumlahnya menjadi 25 persen dari populasi dan terus bertumbuh. Di Korea, 'gerakan karismatik tidak terlalu kuat dalam Gereja Katolik karena Gereja Korea adalah sebuah Gereja yang sangat klerikal.'

Bagi misionaris SVD itu, klerikalisme 'tidak bisa bekerja di dunia modern, dunia maya, dunia yang serba terbuka. Hal ini tidak berguna.'

Di sisi lain, hanya menyambut gerakan baru dalam Gereja tidak cukup.

Sebuah kajian Konferensi Waligereja Jerman 'yang dipresentasikan dalam  konferensi di Roma itu menunjukkan bahwa 'meskipun gerakan Karismatik sangat besar di Filipina dan melibatkan semua kelas sosial, kelas-kelas itu dipisahkan sesuai dengan gerekan yang berbeda. Setiap gerakan memperhatikan kelompok-kelompok tertentu, sehingga sebenarnya mereka tidak saling kontak.'

Pastor Prior mencatat: 'Menurut survei, banyak umat Katolik akhirnya bergabung dengan Gereja-gereja Pentakosta karena mereka memiliki hubungan pribadi dengan Kristus, yang tidak mereka dapatkan dalam paroki-paroki yang penuh dengan ritual. Itu adalah tragis.'

Sebagian ini terjadi karena jumlah pastor yang ditahbiskan Gereja tidak  memadai.

Ini mungkin menjadi sebuah pertanyaan ' antara lain ' soal tuntutan selibat. Namun, perubahan yang terjadi dalam kekristienan di Asia membutuhkan tindakan. Jika tidak, kata Pastor Prior, 'Saya pikir kita akan menyaksikan semakin lebih banyak orang meninggalkan [Gereja Katolik] untuk menemukan kontak spiritual mereka dengan Kristus dalam komunitas lebih kecil, lebih hangat seperti Gereja-gereja Pentakosta.'

Sumber : indonesia.ucanews.com

Recent Post