Latest News

Showing posts with label Perawan Maria. Show all posts
Showing posts with label Perawan Maria. Show all posts

Saturday, May 19, 2012

Ajaran Sesat Collyridianisme

St. Epifanius dari Salamis

Hampir semua ajaran sesat yang menyerang pada abad-abad pertama Gereja Katolik berkaitan dengan Tritunggal atau Kristologi. Namun ajaran sesat Collyridianisme berbeda. Ajaran sesat ini berkaitan dengan Mariologi di mana sekte Collyridianis ini mengajarkan penyembahan dan penuhanan terhadap Bunda Maria.

Bidaah ini hadir pada sekitar tahun 350-450 di wilayah Arabia. Tidak diketahui siapa pendiri sekte ini dan sedikit sekali informasi yang bisa kita ketahui sekarang tentang sekte ini. Selain itu, tampaknya karena bidaah ini hadir pertama-tama di Arabia, maka orang-orang di sana kemudian menyangka bahwa Allah Tritunggal adalah Bapa, Yesus Kristus dan Bunda Maria. Sampai sekarang pun kita masih bisa mendengar sangkaan seperti ini.


Kesesatan Collyridian ini sederhana: Mereka menyembah Bunda Maria. Hal ini secara langsung bertentangan dengan pengajaran Gereja Katolik yang mengutuk penyembahan berhala yang juga telah dikutuk oleh Allah sendiri: �Jangan ada padamu allah lain di hadapan-Ku.� (Kel 20:3; Ul 5:7) Devosi terhadap Bunda Maria dalam sekte ini kemudian dikembangkan sebagai Penyembahan (Idolatri/Pemberhalaan) terhadap Bunda Maria. Gereja Katolik memang mengajarkan penghormatan tinggi (hiperdulia) terhadap Bunda Maria yang diyakini Perawan Selamanya, Bunda Allah, Pengantara Segala Rahmat, dll. Tetapi sekte ini melewati batas seharusnya dalam penghormatan terhadap Bunda Maria sehingga mereka malah jatuh kepada penyembahan terhadap Bunda Maria.

Detail mengenai Collyridianisme ini sangat sedikit tetapi secara spesifik kita bisa mengetahui bahwa sekte ini mempersembahkan Kurban Ekaristi kepada Bunda Maria. Hal ini bertentangan dengan Gereja Katolik yang selalu mempersembahkan Kurban Ekaristi kepada Allah dan tidak kepada yang lain termasuk Bunda Maria. Illustrasinya demikian: Dalam Doa Syukur Agung I (Pertama) terdapat teks:
Oleh karena itu ya Bapa, kami mengenangkan Yesus Kristus, Putera-Mu, yang telah menderita bangkit dari alam maut dan naik ke surga dengan mulia. Kami, umat-Mu, mempersembahkan kurban yang suci murni, yakni Roti Kehidupan Abadi dan Piala Keselamatan Kekal.�

Namun, dalam sekte ini, doa ini digubah sedemikian rupa sehingga kira-kira menjadi demikian untuk menunjukkan kurban Ekaristi dipersembahkan kepada Bunda Maria,
Oleh karena itu ya Bunda Maria, kami mengenangkan Yesus Kristus, Putera-Mu, yang telah menderita bangkit dari alam maut dan naik ke surga dengan mulia. Kami, umat-Mu, mempersembahkan kurban yang suci murni, yakni Roti Kehidupan Abadi dan Piala Keselamatan Kekal.�

Para Bapa Gereja Katolik dengan segera mengetahui keberadaan ajaran sesat ini dan mereka menolaknya. Tokoh terkemuka penentang ajaran Collyridianisme ini adalah Bapa Gereja Epifanius (315-403), Uskup Salamis. Epifanius terkenal sebagai orang yang sangat terpelajar dan pertapa suci. Ia adalah teman dekat St. Hieronimus, seorang Bapa Gereja Barat yang terkenal yang menerjemahkan Kitab Suci dari bahasa Yunani ke bahasa Latin atas perintah Paus St. Damasus I. Namun, Epifanius ini adalah orang yang dikenal sangat bertemperamen tinggi dan keras sehingga tidak sedikit pula uskup lain yang kesal terhadapnya.

Epifanius membuat tulisan melawan ajaran sesat Collyridianisme dalam buku apologetiknya yang terkenal, Panarion (artinya Kotak Obat-obatan). Buku ini berisi sanggahan-sanggahan Epifanius terhadap lebih dari 80 jenis ajaran sesat yang dia ketahui pada zamannya. Dalam buku ini, dia menyanggah dua ajaran sesat ekstrim dan saling bertolak-belakang mengenai Bunda Maria, yaitu Collyridianisme (yang menuhankan Bunda Maria) dan Antidicomarianitisme, sebuah sekte Arab yang merendahkan dan melecehkan status dan kebajikan Bunda Maria serta mengklaim bahwa Bunda Maria melakukan hubungan suami istri dengan Yosef sehingga Bunda Maria tidak dapat diyakini Yang Tetap Perawan Selamanya. (bdk: Panarion 78:1)

Anggota sekte Collyridianisme adalah pertama-tama para wanita yang mengembangkan kombinasi sinkretistik antara Tradisi Katolik dengan tradisi pemujaan terhadap dewi-dewi pagan. Epifanius menulis:
�Beberapa wanita di Arabia telah memperkenalkan pengajaran yang tak masuk akal dari Thracia: [yaitu] bagaimana mereka mempersembahkan kurban roti dalam nama Maria yang Perawan Selamanya, dan semua [dari mereka] mengambil bagian dalam roti ini.� (Panarion 78:13).

Epifanius menekankan perbedaan antara Bunda Maria dan Allah:
�Sekarang tubuh Bunda Maria memang adalah suci, tetapi itu bukanlah Allah; Perawan [Maria] memang adalah seorang perawan dan dihormati, tetapi ia tidak diberikan bagi kita untuk disembah, melainkan ia sendiri menyembah Dia yang lahir dalam daging dari ia. ... Menghormati Maria, tetapi hendaklah Bapa, Putera dan Roh Kudus disembah, hendaklah tidak seorang pun menyembah Maria, ... sekalipun Maria adalah tercantik dan kudus dan terhormat, tetapi ia ada tidak untuk disembah.� (Panarion 79:1,4)

Bersama Epifanius, kita dapat berkata bahwa siapapun yang menyembah Maria atau ciptaan lainnya berarti telah melakukan penyembahan berhala dan harus ditegur. Kita sebaiknya melihat ke dalam Kitab Suci, pada kasus di mana malaikat menegur St. Yohanes karena tindakannya menyembah malaikat: �Maka tersungkurlah aku di depan kakinya untuk menyembah dia, tetapi ia berkata kepadaku: Janganlah berbuat demikian! Aku adalah hamba, sama dengan engkau dan saudara-saudaramu, yang memiliki kesaksian Yesus. Sembahlah Allah! ... � (Wahyu 19:10) Tidak diragukan lagi bahwa Santa Perawan Maria sendiri akan berkata hal ini kepada siapapun yang berusaha menyembah dia.

Collyridianisme Modern

Collyridianisme dapat dilihat sekarang dalam berbagai bentuk. Kelompok �Hiper-Marian� dan para penulis yang terlalu meninggikan Bunda Maria dan sangat fokus terhadapnya sehingga tidak jarang mengecualikan Kristus dapat dikatakan bersalah atas usaha penyembahan berhala atau pemuliaan Maria melebihi Kristus. Di samping itu, muncul pula gerakan feminisme modern yang memuja seorang wanita sebagai yang ilahi dan berusaha menggambarkan kembali Allah dalam konteks dan istilah feminis seperti beberapa kelompok wanita Korea di Bandung yang menyebutkan �Allah itu ibu kita.� dsb.

Di samping itu, devosi yang berlebihan oleh umat Katolik dapat dianggap penyembahan berhala. Contoh sederhana ketika kita lebih memilih duduk berdoa Rosario di gua Maria ketimbang melaksanakan kewajiban kita mengikuti Perayaan Ekaristi pada hari Minggu. Dapat pula devosi berlebihan ini ditunjukkan oleh gelar dan ucapan kita kepada Bunda Maria. Tidak jarang kita mendengar umat Katolik menyebutkan, �Bunda Maria, sumber segala rahmat, ampunilah dosa kami.� Padahal, Sumber Segala Rahmat itu adalah Allah sendiri sedangkan Bunda Maria hanya dapat digelari Pengantara Segala Rahmat karena mengandung Yesus, Putera Allah, Sumber Segala Rahmat itu sendiri. Juga, kita tidak bisa memohon ampun dosa kepada Bunda Maria karena Bunda Maria tidak punya hak untuk itu. Kita dapat meminta Bunda Maria mendoakan kita atau melindungi kita, tetapi meminta ampun dosa tidak dapat kita lakukan kepada Bunda Maria.

Gereja Katolik dalam usaha mencegah devosi berlebihan dan keliru ini, menetapkan agar semua buku doa dan buku devosi mendapatkan Nihil Obstat dan Imprimatur dari hierarki setempat sehingga ada jaminan aman untuk digunakan oleh umat Katolik dan umat Katolik dapat mengetahui gelar apa dan ucapan apa yang diperbolehkan untuk kita berikan terhadap Bunda Maria. Hal ini juga untuk menunjukkan kepada umat non-Kristen Katolik bahwa Gereja Katolik tidak menyembah Bunda Maria seperti yang dilakukan oleh Collyridianis. Juga, umat Katolik dapat berargumen membela ajaran Gereja bahwa Katolik tidak menyembah Bunda Maria dengan menunjukkan fakta bahwa Ekaristi, Puncak Kehidupan orang Katolik, hanya dapat dipersembahkan kepada Allah, tidak kepada Bunda Maria.  


Pax et Bonum. Artikel ini ditulis oleh Indonesian Papist untuk memperingati Bulan Maria, Mei 2012.

Referensi:
Collyridianism oleh Patrick Madrid dalam Majalah Katolik, �This Rock� edisi tahun 1994 yang diterbitkan di Amerika Serikat.

Lihat juga:
Diskusi Indonesian Papist dengan umat Protestan yang menganggap Gereja Katolik menuhankan Bunda Maria karena Gereja Katolik mengajarkan Bunda Maria Tanpa Noda Dosa.

Wednesday, May 16, 2012

12 Alasan Mengapa St. Yosef Menikah dengan St. Maria



Doktor Taylor Marshall, seorang Katolik eks-Anglikan, mempublikasikan sebuah artikel berisi penjelasan-penjelasan St. Thomas Aquinas Sang Doktor Para Malaikat mengenai alasan dibalik pernikahan St. Yosef dan St. Maria. Artikel ini bagus untuk diterjemahkan tetapi karena bahasanya cukup sulit, Indonesian Papist akan memberikan sejumlah keterangan tambahan pada bagian yang belum terlalu jelas. Berikut ini terjemahan bebas dari artikel tersebut.


St. Yosef dan St. Maria tentu menikah secara sakramen. Mengatakan bahwa Kristus lahir dari �ibu tanpa suami� adalah tidak benar. Kristus dilahirkan dalam pernikahan suci � pernikahan yang paling suci dalam sejarah kemanusiaan.

Minggu lalu, kami meneliti bagaimana St. Yosef berada dalam aturan Persatuan Hipostatis (persatuan dua kodrat, Allah dan manusia, dalam Yesus Kristus) dan minggu ini kami mengkaji mengapa St. Yosef berada dalam aturan Inkarnasi (Penjelmaan Allah menjadi manusia) dan mengapa adalah hal yang layak dan sepantasnya St. Maria menikah dengan St. Yosef.

St. Thomas Aquinas memberikan kita 12 alasan untuk kelayakan dan kepantasan ikatan mereka (St. Maria dan St. Yosef) dalam pernikahan suci. Salah satu yang paling penting adalah supaya Maria Bunda Allah yang sedang mengandung tidak dirajam di bawah hukum Taurat Musa.

Empat alasan pertama adalah untuk kepentingan Kristus. Tiga berikutnya untuk kepentingan St. Maria Bunda Allah. 5 terakhir untuk kepentingan kita umat-Nya.

Adalah hal yang patut dan sewajarnya bahwa Kristus seharusnya lahir dari seorang perawan bersuami:

1. Pertama-tama untuk kepentingan Kristus sendiri; kedua, untuk kepentingan Ibu-Nya; ketiga untuk kepentingan kita. Untuk kepentingan Kristus sendiri, ada 4 alasan. Pertama, supaya Kristus jangan ditolak oleh orang-orang kafir (unbeliever/yang tidak percaya) sebagai anak tidak sah; karena St. Ambrosius dari Milan berkata mengenai Lukas 1:26-27: �Bagaimana mungkin kita menyalahkan Herodes atau kaum Yahudi bila mereka tampaknya menganiaya seseorang yang lahir dari perzinahan?� (tambahan dari Indonesian Papist: Maksudnya adalah bila Maria tidak menikah dengan Yosef, maka Yesus akan dipandang sebagai anak hasil perzinahan. Dan demikian Herodes dan orang-orang Yahudi berhak merajam St. Maria dan dengan demikian membunuh Kristus. Dengan demikian, kita tidak punya hak dan alasan untuk menyalahkan atau marah kepada Herodes dan orang-orang Yahudi karena mereka menjalankan hukuman tersebut dalam ketaatan mereka terhadap hukum Taurat.)

2. Kedua, agar dengan berdasarkan cara adat istiadat, silsilah Yesus dapat ditelusuri melalui garis pihak laki-laki. St. Ambrosius berkata mengenai Lukas 3:23, �Dia yang datang ke dunia, berdasarkan kebiasaan dunia harus terdaftar sekarang untuk tujuan ini. Adalah laki-laki yang diperlukan karena mereka mewakili keluarga dalam senat atau pengadilan lainnya. Kebiasaan Kitab Suci juga menunjukkan bahwa keturunan dari laki-laki selalu ditelusuri. (tambahan dari Indonesian Papist: Tradisi Patrilineal Yahudi memang menganggap penting silsilah seseorang dari ayahnya sehingga mereka bisa meyakini kredibilitas dan tentunya juga keabsahan identitas Yahudi seseorang tersebut. Demikian pula Yesus Kristus. Hal ini juga untuk menegaskan berdasarkan silsilah bahwa Yesus adalah Putera Daud)

3. Ketiga, untuk keselamatan Putera Allah, Yesus Kristus, yang baru lahir; agar jangan iblis dapat merencanakan luka serius terhadap Kristus. Oleh karena itu St.  Ignasius dari Antiokia berkata bahwa Bunda Maria dinikahi St. Yosef supaya cara dari kelahiran Kristus dapat tersembunyi dari iblis. (Tambahan dari Indonesian Papist: Bila Maria yang sedang mengandung tidak dinikahi oleh Yosef, maka tidak akan ada yang akan melindungi bayi Yesus Kristus. Iblis dapat merencanakan rencana busuk misalnya dengan membuat orang berpikir Bunda Maria harus dirajam sehingga bayi Kristus pun ikut meninggal. Tindakan Herodes yang memerintahkan pembunuhan bayi-bayi juga merupakan rencana iblis agar bayi Kristus ikut dibunuh. Bayangkan bila tidak ada yang membawa Kristus dan Maria mengungsi ke Mesir. Siapakah yang akan melindungi Kristus dan Maria bila Maria tidak memiliki suami?)

4. Keempat, supaya Kristus dapat dibesarkan oleh St. Yosef; yang karena itu disebut ayah-Nya.

Pernikahan St. Yosef dan St. Maria juga adalah layak dan sepantasnya untuk kepentingan Bunda Maria.

5. Pertama, karena dengan demikian ia dibebaskan dari hukuman yang dapat diberikan, yaitu �agar jangan ia (Maria) dilempari batu oleh orang-orang Yahudi sebagai seorang penzinah.� Seperti yang diajarkan oleh St. Hieronimus.

6. Kedua, bahwa dengan demikian Bunda Maria terlindungi dari cemooh atau cap negatif sebagai pezinah. St. Ambrosius berkata mengenai Lukas 1:26-27: �Bunda Maria dinikahi [oleh St. Yosef] agar jangan ia dilukai oleh cap negatif yang melanggar keperawanannya, di mana rahim yang mengandung akan dipandang buruk.�

7. Ketiga, seperti yang St. Hieronimus katakan agar St. Yosef dapat memberikan apa yang St. Maria butuhkan. (Tambahan Indonesian Papist: yang dibutuhkan seperti perlindungan, bantuan mendidik Yesus, menemani Maria menjaga Yesus dsb)

Pernikahan St. Yosef dan St. Maria adalah layak dan sepantasnya untuk kepentingan kita:

8. Pertama, karena Yosef dengan demikian menjadi saksi atas Kristus yang lahir dari seorang Perawan Maria. St. Ambrosius berkata: �Suaminya adalah saksi yang lebih dapat dipercaya mengenai kemurniannya (-nya = Maria), dalam arti bahwa ia akan menyesali �aib� tersebut dan membalas �aib� tersebut, bila ia tidak mengetahui misteri tersebut.� (Tambahan Indonesian Papist: Bila Maria dituduh sebagai seorang pezinah, maka St. Yosef sebagai orang yang tahu akan misteri iman yang terjadi akan maju membela Maria dari tuduhan zinah tersebut.)

9. Kedua, karena dengan demikian kata-kata dari Perawan Maria dipandang lebih kredibel yang mana ia menegaskan keperawanannya. St. Ambrosius berkata: �Keyakinan akan kata-kata Maria dikuatkan, motif untuk berbohong dihapus. Bila ia tidak dinikahi ketika mengandung, Maria akan dipandang berkeinginan untuk menyembunyikan dosanya dengan sebuah kebohongan [bahwa ia masih perawan]: bila dinikahi [oleh St. Yosef], Maria tidak punya motif untuk berbohong karena kehamilan seorang wanita adalah buah dari pernikahan dan memberikan kasih karunia untuk ikatan pernikahan.� Dua alasan ini menguatkan kita akan iman kita.

10. Ketiga, agar semua alasan dihapuskan dari para perawan, yang melalui keinginan daging, jatuh ke dalam kehinaan. St. Ambrosius berkata, �Hal ini tidak menjadi bahwa para perawan tersebut dapat mengekspos diri mereka terhadap kejahatan, dan melindungi diri mereka dengan alasan bahwa Bunda Allah juga telah diberikan cap negatif.� (Tambahan dari Indonesian Papist: Yang dimaksud adalah agar para perawan yang kemudian berzinah tidak menjadikan alasan ketidakmenikahan Bunda Maria sebagai alasan mereka untuk melakukan pembenaran terhadap tindakan zinah mereka. Oleh karena itu, untuk menghindari hal ini, Bunda Maria dinikahi oleh St. Yosef)

11. Keempat, karena dengan hal ini Gereja universal digambarkan; yang mana [Gereja] adalah perawan dan juga dinikahkan dengan satu Pria, Kristus, seperti yang St. Agustinus katakan. (De Sanc. Virg. XII) (Tambahan Indonesian Papist: Pernikahan St. Yosef dan St. Maria menggambarkan Kristus sebagai mempelai pria dan Gereja-Nya, Gereja Katolik, sebagai mempelai Kristus. Gereja dipandang perawan dalam artian bebas dari kesesatan ajaran.)

12. Alasan kelima dapat ditambahkan: karena Bunda Allah adalah seorang yang dinikahi dan seorang yang perawan, baik keperawanan maupun pernikahan dihormati dan dihargai dalam pribadi Maria. Hal ini untuk menentang para kaum sesat yang meremehkan salah satunya atau keduanya. (Tambahan dari Indonesian Papist: Ada bidaah yang menolak ikatan perkawinan dan ada bidaah yang menolak selibat atau niat untuk menjalani hidup secara perawan/perjaka bagi Kristus. Bidaah Nikolasianisme muncul pada abad pertama dan ditolak oleh St. Paulus dan St. Yohanes. Nikolasianisme memandang rendah perkawinan dan menganggapnya hanya sebagai hasil dari keinginan daging. Sementara bidaah menolak selibat muncul dalam sebagian cabang dari ajaran Protestantisme pada abad ke-16 yang menyerang kehidupan para imam dan biarawan/wati yang selibat dan menganggapnya tidak alkitabiah. Pribadi Maria menunjukkan bahwa baik menikah maupun selibat dapat membawa setiap orang kepada kekudusan.)

pax et bonum. Indonesian Papist


Monday, May 14, 2012

Diskusi Indonesian Papist dengan umat Protestan mengenai Bunda Maria Tanpa Noda Dosa

St. Maria Bunda Allah
Beberapa waktu lalu (Minggu, 13 Mei 2012) di suatu grup di facebook, saya terlibat diskusi dengan seorang Protestan mengenai ketidakberdosaan Bunda Maria.

Dia membuat topik demikian:
"Kata malaikat itu kepadanya: "Jangan takut, hai Maria, sebab engkau beroleh kasih karunia di hadapan Allah. Sesungguhnya engkau akan mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki dan hendaklah engkau menamai Dia Yesus ". [ Lukas 1 ayat 30-31 ] Adakah yang bisa menjelaskan: apakah benar, menurut ajaran Katolik, Maria adalah orang suci yang tidak punya dosa?


Topik ini sudah ditanggapi oleh orang Katolik lainnya dan sudah terjadi diskusi antara pembuat topik tersebut (dan ada juga dari kalangan Protesan lainnya) dengan sejumlah orang Katolik. Saya ikut bergabung di tengah-tengah diskusi tersebut. Tanggapan saya dalam warna biru sedangkan pernyataan atau argumen pembuat topik berwarna merah. Pernyataan dari orang lain dalam warna hijau. Huruf tebal saya berikan untuk menunjukkan poin penting dari argumen saya.

Berikut ini respon pertama saya terhadap pernyataan pembuat topik di atas:
Allah mampu membuat Maria dikandung tanpa noda karena Ia mahakuasa. Ketidakbernodaan Maria bukanlah hasil usaha Maria tetapi rahmat Allah. Ketidakbernodaan Maria tidak menjadikan Maria tidak memerlukan Juru Selamat. Justru sebaliknya, ia terlebih dahulu diselamatkan Allah sebelum terkena noda asal. Ia menjadi tidak bernoda karena ia diselamatkan. Tidak ada manusia yang mampu membuat dirinya dikandung tanpa noda. Maria pun tak mampu, hanya Allah yang mampu.

Analogi penyelamatan Maria: A sedang berjalan kaki bersama B. Dalam rute perjalanan mereka, ada lubang besar brlumpur. A saking menikmati perjalanan dan tidak melihat dan tidak sadar ada lubang di depannya. A kemudian terjatuh ke lubang berlumpur itu lalu diselamatkanlah ia oleh si B, dibantu naik ke atas. Di sini kita melihat penyelamatan B terjadi setelah kejatuhan. Si A diselamatkan setelah terkena noda lumpur.

Tapi, ada bentuk penyelamatan lain yang dapat dilakukan B terhadap A. Sesaat sebelum jatuh ke lubang, si B segera menyelamatkan A dengan menarik badan A menghindari lubang. Apakah A diselamatkan setelah terkena noda lumpur? Tidak, ia diselamatkan sebelum ia jatuh dan terkena noda lumpur. Kira-kira beginilah penyelamatan Allah terhadap Maria sehingga Maria dikandung tanpa noda.

Salah seorang Protestan lainnya merespon:
semua manusia itu punya dosa termasuk maria, karena Yesus dikandung oleh Roh kudus jadi Yesus tidak punya dosa. Kalau ditelusuri : misal maria tidak punya dosa (dosa turunan) tentu ayah & ibu maria juga tidak punya dosa, karena ayah dan ibu maria tidak punya dosa maka nenek & kakek maria juga tidak punya dosa, dst.. --> ini jelas tidak mungkin, jangankan dosa turunan, saya rasa maria juga manusia biasa yang dapat melalukan dosa "kecil".

Dan demikian tanggapan saya kepadanya:
Maria tidak mampu membuat ibu dan ayahnya, Ana dan Yoakim, dikandung tanpa noda karena Maria tidak punya kuasa itu. Ana tidak mampu membuat ibu dan ayahnya dikandung tanpa noda karena Maria tidak punya kuasa itu.dst dst dst. Tetapi Yesus Sang Firman Allah, sungguh Allah sungguh Manusia, mampu membuat Maria ibu-Nya dikandung tanpa noda sebab Sang Firman yang berinkarnasi mengambil kodrat manusia-Nya dari Maria. Dan karena kita tahu bahwa Allah tidak dapat bersatu dengan dosa/noda, maka kodrat manusia yang Ia ambil haruslah yang tanpa noda, benar-benar suci. Yesuslah yang membuat Maria dikandung tanpa noda.

Ada yang sebenarnya mengganjal di terjemahan LAI.
Luk 1:28 Ketika malaikat itu masuk ke rumah Maria, ia berkata: "Salam, hai engkau yang dikaruniai, Tuhan menyertai engkau."
bandingkan dengan :
Lk 1:28 And the angel being come in, said unto her: Hail, FULL OF GRACE, the Lord is with thee: blessed art thou among women.
Lc 1:28 et ingressus angelus ad eam dixit have GRATIA PLENA Dominus tecum benedicta tu in mulieribus

terjemahan LAI mengapa tidak menggunakan kata "Penuh Rahmat", malah menggunakan "yang dikaruniai"? mungkin karena ini jadi sulit memahami kepenuhan rahmat yang diterima Maria.

Kata Yunani yang digunakan adalah Kecharitomene yang secara literal bermakna: Penuh dengan Rahmat yang telah diterima sebelumnya.
"Kecharitomene. Perfect passive participle of charitoo and means endowed with grace (charis), enriched with grace as in Ephesians 1:6 . . . The Vulgate gratiae plena [full of grace] "is right, if it means 'full of grace which thou hast received'; wrong, if it means 'full of grace which thou hast to bestow' " (A.T. Robertson, Word Pictures in the New Testament, p. 14)
Whereas, Kecharitomene, the perfect passive participle, shows a completeness with a permanent result. Kecharitomene denotes continuance of a completed action (H. W. Smyth, Greek Grammar [Harvard Univ Press, 1968], p. 108-109, sec 1852:b; also Blass and DeBrunner, p. 175).

Argumen saya yang mengangkat kata Kecharitomene ini selama beberapa waktu dalam diskusi belum direspon sama pembuat topik atau orang Protestan lainnya.

Pembuat topik kemudian melempar pertanyaan lagi:
apakah ajaran Katolik mengajarkan : MARIA = TUHAN ?

Respon saya:
Gereja Katolik tidak pernah mengajarkan bahwa Maria = Tuhan. Yang mengajarkan demikian adalah bidaah Collyridianisme. Bidaah ini muncul pada abad ke-5 dan ditentang keras oleh Para Bapa Gereja Katolik, yang paling terkenal yaitu St. Epifanius, Uskup Salamis di Siprus. Bidaah Collyridianisme mengajarkan Latria (Penyembahan) kepada Maria dan Latria kepada Maria adalah bidaah melawan Gereja Katolik. Contohnya adalah Liturgi dan persembahan mereka ditujukan juga kepada Maria selain kepada Allah. Mereka di sini mengilahikan Maria. Padahal dalam Upacara Liturgi dan Perayaan Ekaristi Gereja Katolik, hal ini dilarang dan merupakan penyembahan berhala. Tetapi Hiperdulia (Devosi tingkat tinggi) kepada Maria bukanlah bidaah. Sulitkah membedakan Latria dan Hiperdulia? Kalau menghayati Liturgi dan Devosi di dalam Gereja Katolik, bisa terlihat dengan jelas perbedaannya.

Pembuat topik kemudian melemparkan sebuah pernyataan demikian:
jika Maria tidak berdosa, maka MARIA = TUHAN

Respon saya:
Ini jelas teologi yang salah sekali.  Adam dan Hawa diciptakan free dari dosa, lantas kamu mau bilang mereka Tuhan karena diciptakan free dari dosa?
Apa yang membuat Maria tidak sama dengan Tuhan adalah ketidakbernodaan Maria adalah rahmat yang diberi oleh Tuhan, berasal dari Tuhan, dari kuasa Tuhan. Ketidakbernodaaan Maria bukan berasal dari kuasa Maria sendiri.
Allah adalah sumber segala rahmat dan Maria bukan sumber segala rahmat. Tetapi Allah yang adalah sumber segala rahmat ini membuat Maria penuh rahmat sehingga ia free dari dosa. Dan satu lagi, Maria itu ciptaan Allah.

Pembuat topik berkata:
Bagaimana mungkin ciptaan sejajar dengan penciptanya, sama-sama tidak berdosa?

Respon saya:
Berarti Adam dan Hawa pada suatu waktu sejajar dengan Allah karena diciptakan tanpa dosa? Terlalu jauh menyimpulkan seorang manusia langsung sejajar dengan Allah hanya karena ketidakbernodaannya, apalagi dengan mengabaikan dari mana sumber rahmat ketidakbernodaan itu dsb.
Whereas, Kecharitomene, the perfect passive participle, shows a completeness with a permanent result. Kecharitomene denotes continuance of a completed action (H. W. Smyth, Greek Grammar [Harvard Univ Press, 1968], p. 108-109, sec 1852:b; also Blass and DeBrunner, p. 175).
"Padahal Kecharitomene, bentuk perfect passive participle, menunjukkan sebuah kepenuhan dengan hasil yang permanen/tetap." (terjemahan ringkas dari Bahasa Inggris di atas) Maria penuh rahmat dan hal ini sifatnya permanen.

Pembuat topik:
Saya juga meyakini bahwa Maria masuk surga. Namun saya keberatan dan menyangkal jika mengatakan Maria semasa hidupnya adalah orang yang tidak berdosa, karena tidak seorangpun seperti Tuhan. Lain halnya dengan YESUS KRISTUS. semasa did unia, DIA tidak tunduk pada dosa karena YESUS KRISTUS adalah TUHAN.

Respon saya:
Gereja Katolik mengimani bahwa Maria tidak bernoda dosa asal dan tidak bernoda dosa pribadi. Seperti yang sudah saya jelaskan di atas, ketidakbernodaan Maria itu sama sekali tidak membuatnya sejajar atau sama dengan Allah.
Karena Maria itu Kecharitomene/Gratia Plena/Penuh Rahmat dan ini bersifat permanen, maka kami yakin dan mengimani Maria tidak bernoda sejak dia dikandung hingga akhir hayatnya. Kepenuhan rahmat inilah yang melindungi Maria dari jatuh ke dalam dosa.
Maria tidak seperti Tuhan karena ketidakbernodaan Maria bukan berasal dari diri Maria sendiri tetapi berasal dari Tuhan. Maria tidak seperti Tuhan sebab Tuhan adalah sumber segala rahmat sedangkan Maria menerima rahmat penuh dari Tuhan sumber segala rahmat tersebut. Apakah hal yang sesederhana ini tidak bisa dimengerti juga? :)

Pembuat topik:
so, nats Alkitabnya mana yang mengatakan seperti itu ? kalo gak ada dalam alkitab, lalu ajaran siapa yang mengatakan seperti itu ? apakah karenna tradisi ?

Respon saya (cukup panjang, meliputi juga argumen Kecharitomene dan kali ini masih juga tidak disanggah atau direspon dengan argumen dari pembuat topik):

Luk 1:28 Ketika malaikat itu masuk ke rumah Maria, ia berkata: "Salam, hai engkau yang dikaruniai, Tuhan menyertai engkau."
bandingkan dengan :
Lk 1:28 And the angel being come in, said unto her: Hail, FULL OF GRACE, the Lord is with thee: blessed art thou among women.
Lc 1:28 et ingressus angelus ad eam dixit have GRATIA PLENA Dominus tecum benedicta tu in mulieribus

terjemahan LAI mengapa tidak menggunakan kata "Penuh Rahmat", malah menggunakan "yang dikaruniai"? mungkin karena ini jadi sulit memahami kepenuhan rahmat yang diterima Maria.

Kata Yunani yang digunakan adalah Kecharitomene yang secara literal bermakna: Penuh dengan Rahmat yang telah diterima sebelumnya.
"Kecharitomene. Perfect passive participle of charitoo and means endowed with grace (charis), enriched with grace as in Ephesians 1:6 . . . The Vulgate gratiae plena [full of grace] "is right, if it means 'full of grace which thou hast received'; wrong, if it means 'full of grace which thou hast to bestow' " (A.T. Robertson, Word Pictures in the New Testament, p. 14)
Whereas, Kecharitomene, the perfect passive participle, shows a completeness with a permanent result. Kecharitomene denotes continuance of a completed action (H. W. Smyth, Greek Grammar [Harvard Univ Press, 1968], p. 108-109, sec 1852:b; also Blass and DeBrunner, p. 175).

Of course karena Maria Penuh Rahmat, ia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna. Ini salah satu dasarnya, karena Maria Penuh Rahmat maka ia tak bernoda.
Alasan lain adalah tipologi Maria dengan Tabut Perjanjian Lama, di mana Maria adalah Tabut Perjanjian Baru yang langsung membawa Allah sendiri di dalam kandungannya. Berikut ini penjelasannya:

Apa yang membuat Tabut Perjanjian begitu spesial? Tabut Perjanjian adalah kehadiran spesial Allah yang diwujudkan oleh shekinah atau awan kemuliaan yang menaunginya (episkiazo, dalam Septuaginta). St. Lukas dengan cerdas mengajarkan bahwa Tabut Perjanjian adalah prefigur / tipe / gambaran awal dari Bunda Maria. St. Lukas menjelaskannya dalam dua cara. Pertama, St. Lukas menggunakan kata Yunani yang sama, episkiazo, untuk menggambarkan kuasa Allah yang mahatinggi yang akan menaungi Bunda Maria dalam Konsepsi / Pengandungan Yesus di dalam rahim Maria.

Luk 1:35 Jawab malaikat itu kepadanya: "Roh Kudus akan turun atasmu dan kuasa Allah Yang Mahatinggi akan menaungi (episkiazo) engkau; sebab itu anak yang akan kaulahirkan itu akan disebut kudus, Anak Allah. Kedua, St. Lukas dengan cerdas menarik kesamaan antara Tabut Perjanjian yang datang ke Yerusalem ( 2 Samuel 6:1-16) dan kunjungan Maria kepada Elisabet (Luk 1:39-56).

Tabut Perjanjian: Ke Yerusalem di tanah Yehuda (2 Sam 6:12, 15-16)
Bunda Maria: Ke pegunungan menuju sebuah kota di Yehuda. (Luk 1:39)

Tabut Perjanjian: Di rumah Obed-Edom (2 Sam 6:10)
Bunda Maria: Di rumah Zakaria (Luk 1:40)

Tabut Perjanjian: Daud menari-nari dengan sukacita (2 Sam 6:14)
Bunda Maria: Yohanes melonjak-lonjak di rahim Elisabet (Luk 1:41)

Tabut Perjanjian: Daud bertanya, "Bagaimana tabut TUHAN itu dapat sampai kepadaku?" (2 Sam 6:9)
Bunda Maria: Elisabet bertanya, �Siapakah aku ini sampai ibu Tuhanku datang mengunjungi aku?� (Luk 1:43)

Tabut Perjanjian: Daud dan orang-orang bersorak-sorai (2 Sam 6:15)
Bunda Maria: Elisabeth berseru dengan suara nyaring (Luk 1:42)

Tabut Perjanjian: Tabut Perjanjian tinggal di rumah Obed-Edom selama 3 bulan (2 Sam 6:11)
Bunda Maria: Bunda Maria tinggal di rumah Zakaria selama 3 bulan (Luk 1:56)

Tabut Perjanjian dalam Perjanjian Lama adalah sesuatu yang suci, kudus dan tentu dipandang tak bernoda sehingga imam Lewi yang hendak menyentuhnya haruslah menyucikan diri. Demikianlah Maria Sang Tabut Perjanjian Baru tidak bernoda. Semoga bisa dimengerti. :)

Statement penutup pembuat topik:
Berdasarkan nats yang disampaikan diatas, artinya, terjadi perbedaan penafsiran Alkitab ( hermeunetika) dan ini yang membuat Tuan Luther mereformasi. Kalau saya hidup di zaman Tuan luther, saya akan mendukungnya karena ini berpengaruh terhadap KESELAMATAN.

Pernyataan di atas jika ditanggapi akan berlanjut kepada topik otoritas penafsiran terhadap Kitab Suci, penafsiran Gereja yang resmi atau penafsiran pribadi setiap orang. Saya memilih tidak merespon pernyataan ini karena dengan demikian akan keluar dari topik. Statement ini sendiri sama sekali tidak menyanggah argumen saya mengenai ketidakbernodaan Bunda Maria, melainkan keluar dari topik. Saya kemudian memutuskan off karena saya mesti belajar untuk UAS keesokan harinya.

Dari diskusi ini, bisa kita lihat bahwa ajaran Bunda Maria tidak bernoda dosa adalah ajaran yang dapat dipertanggungjawabkan secara biblis, memiliki pondasinya pada Kitab Suci. Demikian arsip diskusi ini saya buat. Semoga bermanfaat dan bisa membantu anda sekalian umat Katolik untuk mampu memberi pertanggungjawaban akan iman kita sendiri. 

Pax et bonum, Indonesian Papist.

Recent Post