Latest News

Showing posts with label Para Kudus. Show all posts
Showing posts with label Para Kudus. Show all posts

Tuesday, August 21, 2012

Kisah-kisah Para Kudus dan Binatang - 2

Lanjutan dari artikel sebelumnya:  Kisah Para Kudus dan Binatang - 1

4. St. Korbinianus dan Beruang St. Korbinianus
St. Korbinianus dan Beruang St. Korbinianus (s:wikipedia.org)
St. Korbinianus lahir di Ch�tres, Prancis, pada tahun 680. Ayahnya bernama Waldegiso yang meninggal saat St. Korbinianus masih anak-anak. Tidak banyak yang kita ketahui dari masa muda St. Korbinianus. Dia hidup sebagai pertapa selama 14 tahun di Gereja St. Germanus di Ch�tres. St. Korbinianus terkenal akan kekudusannya, sebagai pembuat mujizat dan sebagai pembimbing spiritual.


St. Korbinianus ingin tetap hidup sebagai seorang pertama dan karena ia memiliki devosi pribadi yang dalam kepada St. Petrus Rasul, ia kemudian berangkat ke Roma. Saat berada di hutan di wilayah pegunungan Alpen dalam perjalanan menuju Roma, St. Korbinianus diserang oleh seekor beruang coklat besar. Kuda beban St. Korbinianus diserang hingga mati tercabik-cabik oleh beruang tersebut. St. Korbinianus memarahi beruang itu lalu dengan berani menjinakkan beruang tersebut. Beruang itu kemudian menjadi jinak dan St. Korbinianus mengikatkan tali kekang kuda beban yang sudah mati kepada beruang tersebut. St. Korbinianus juga menaruh barang bawaannya di atas beruang tersebut sebagai hukuman atas tindakan beruang tersebut menyerang kudanya. Beruang yang sudah jinak itu menemani St. Korbinianus sambil membawa barang-barangnya hingga ke Roma. Dan setelah sampai di Roma, St. Korbinianus melepaskan beruang itu dan beruang itu kembali ke hutan asalnya.

Di Roma, melihat kemampuan St. Korbinianus, Paus Gregorius II menahbiskannya sebagai Uskup Freising dan mengutusnya ke Bavaria untuk menginjili suku bangsa Bayern. St. Korbinianus, Uskup pertama Freising, meninggal pada tahun 730.
Lambang Kepausan Benediktus XVI
Paus Benediktus XVI dulunya adalah Uskup M�nchen und Freising, penerus Uskup St. Korbinianus di sana (tahun 1818, Keuskupan Freising dinaikkan statusnya menjadi Keuskupan Agung M�nchen und Freising). Ia menggunakan simbol Beruang St. Korbinianus sebagai bagian dari lambang kepausannya. Gambar beruang tersebut dapat dilihat di sebelah kanan atas perisai. Makna dari simbol Beruang St. Korbinianus ini adalah: Beruang yang dijinakkan oleh rahmat Allah adalah Uskup Freising sendiri dan beban yang dibawanya menggambarkan tanggungjawabnya sebagai seorang gembala Gereja.

5. Santo Martinus de Porres dan Tikus-tikus
St. Martinus de Porres dan Berbagai Binatang (s: catholicfire.blogspot.com)
St. Martinus de Porres adalah anak tidak sah dari seorang pria bangsawan Spanyol dan wanita budak Indian. Dia menjadi bruder di biara ordo Dominikan di Lima. Tugasnya sehari-hari sebagai tukang pangkas rambut, tukang kebun, perawat dan penjaga pintu. Ia dikenal sebagai santo pelindung karya penghapusan rasialisme.

St. Martinus de Porres, sama seperti St. Fransiskus Assisi, sangat mencintai binatang. Bila anda melihat pada gambar berikut ini, anda akan melihat anjing bersama kucing dan tikus dan merpati yang sedang makan dari satu tempat makan yang sama.

Tikus itu menjadi simbol penting karya pelayanan St. Martinus de Porres. Kisah ini dimulai dari sebuah problem � Ruangan Pakaian St. Martinus. St. Martinus de Porres menemukan tikus-tikus di ruangan. Tikus-tikus ini menggigit kemeja dan pakaian lainnya, membuat lubang dan menimbulkan yang sangat busuk.

St. Martinus tidak tahu apa yang harus dilakukan. Superior ordonya menyarankan untuk menyebarkan racun tikus untuk membunuh tikus-tikus tersebut. Tetapi, St. Martinus belum melakukan saran tersebut. Dia menunggu dan mengamati sampai suatu hari ia berhasil menangkap salah satu tikus-tikus tersebut. Dia memegang tikus tersebut di tangannya. Tampaknya tikus itu merasa bahwa saat itu adalah akhir hidupnya, jantungnya berdetak kencang. Tetapi kemudian St. Martinus berbicara dengan tikus dengan lembut dan bersahabat. Dalam waktu singkat, tikus itu merasa rileks dan tidak lagi takut terhadap St. Martinus.

St. Martinus menjelaskan permasalahan yang dia hadapi terhadap tikus itu. Dia berkata bahwa ia tidak dapat membiarkan tikus-tikus itu memakan semua persediaan yang dibutuhkan biara dan rumah sakit. St. Martinus menyadari bahwa tikus-tikus itu melakukan hal demikian karena mereka lapar dan tidak punya makanan. St. Martinus membuat kesepakatan dengan tikus itu. Bila tikus itu membawa teman-temannya ke ujung taman di mana mereka dapat menemukan tempat baru untuk hidup, St. Martinus berjanji bahwa tikus-tikus itu akan menerima makanan yang cukup setiap hari.

Ketika St. Martinus meletakkan teman kecilnya ke lantai, tikus itu bergegas pergi. Dalam hitungan beberapa menit, dari seluruh ruang pakaian, ratusan tikus kecil keluar dari setiap sudut dan celah. St. Martinus membimbing tikus-tikus itu keluar dari ruang pakaian dan pergi ke taman di mana ada tempat yang cocok untuk mereka. Tikus-tikus itu lalu mengendus tanah dan membuat lubang di mana mereka bisa membuat tempat tinggal. St. Martinus memegang kata-katanya, seperti yang tikus-tikus itu yakini. Setiap hari, setelah memberi makan orang-orang di tempat lain, para pekerja di biara dan orang-orang jalanan; St. Martinus pergi ke taman dengan membawa makanan bagi tikus-tikus tersebut. Tikus-tikus itu akhirnya tidak pernah kembali ke ruang pakaian atau mengganggu biara itu lagi.

6. St. Yohanes Bosco dan Seekor Anjing Bernama Grigio
St. Yohanes Bosco bersama Ibunya dan Grigio (s: angelsandsaintsandus.blogspot.com)
Revolusi Perancis telah menyebar ke Eropa. Rakyat mulai beralih pada pemikiran tentang kebesasan: kebebasan pribadi, kebebasan bernegara, kebebasan dari adat-istiadat, kebebasan dari Gereja. Ketika Tuhan dan Gereja mulai ditentang bahkan dihujat, St. Yohanes menggunakan segala daya upaya untuk menentang mereka. Khotbah-khotbahnya dan tulisan-tulisannya, semuanya itu menghambat usaha musuh-musuhnya dan amat menjengkelkan mereka. Peluru ditembakkan lewat jendela kapel, minuman beracun, api dan berbagai macam usaha dilakukan untuk merenggut nyawanya, tetapi St. Yohanes selamat.

Kisah pertama St. Yohanes Bosco dan Grigio terjadi pada tahun 1854 ketika St. Yohanes Bosco pulang larut malam. St. Yohanes berjalan di bagian buruk dari kota tersebut. Dia melihat dua orang pria berada di depannya, berjalan pelan dan tetap menjaga langkah mereka. St. Yohanes Bosco awalnya tidak yakin mereka mengejar dia, tetapi ketika ia mempercepat langkahnya, mereka juga demikian; ketika ia memperlambat langkahnya, mereka juga melakukan hal yang sama.

St. Yohanes Bosco menyeberang ke sisi lain jalan. Ketika melihat mereka melakukan hal yang sama, St Yohanes tahu bahwa ia sedang berada dalam masalah. Dia berbalik untuk mundur tetapi mereka melompat ke arah dia dan melemparkan jubah hitam ke kepalanya. St. Yohanes mencoba melawan tetapi sia-sia. Mereka mencoba untuk menyumbatkan kain ke dalam mulutnya, tetapi tiba-tiba seekor anjing besar dan mengerikan muncul dari kegelapan malam dan datang ke tempat mereka menyerang St. Yohanes. Geramannya terdengar seperti seekor serigala atau beruang. Anjing itu menyerang kedua orang tersebut. Kedua orang tersebut sangat ketakutan dan memohon kepada St. Yohanes agar menyuruh anjing itu berhenti. St. Yohanes setuju ketika mereka berjanji untuk berhenti menyerangnya dan pejalan kaki lain. Setelah St. Yohanes menyuruh anjing itu berhenti, Kedua orang itu lalu kabur. Anjing itu tidak mengejar mereka melainkan tetapi tinggal di samping St. Yohanes. Anjing itu dinamai Grigio oleh St. Yohanes yang artinya �abu-abu�.

St. Yohanes Bosco dan Grigio menjadi rekan. St. Yohanes senang dengan kehadiran Grigio. Suatu ketika tembakan di arahkan kepadanya dan Grigio menyelamatkannya. Dua orang berusaha melemparkan sebuah buntalan besar ke arah kepala St. Yohanes dan Grigio menyelamatkannya. Dua belas orang datang untuk menyerang St. Yohanes dan Grigio menyelamatkannya pula.

Kadang-kadang Grigio mampir ke rumah St. Yohanes Bosco. Ia menolak makanan maupun minuman. Anak-anak kecil bermain-main dengannya dan Grigio amat jinak terhadap mereka. Tetapi ia tak pernah datang tanpa alasan. Sekali waktu ia datang untuk memastikan bahwa St. Yohanes sudah tiba di rumah jika ia naik kereta kuda. Sekali waktu ia datang untuk mencegah St. Yohanes pergi. Ia berbaring di ambang pintu dan menghalangi jalan keluar. Ketika St. Yohanes menyuruhnya pergi, ia akan menggeram bahkan ia tidak akan segan-segan menggigit tuannya itu jika St. Yohanes bersikeras. Keesokan harinya barulah St. Yohanes tahu bahwa sore itu musuh-musuhnya telah menyiapkan perangkap untuk merenggut nyawanya. Ketika keadaan sudah aman, Grigio tidak pernah muncul kembali.

Sepuluh tahun kemudian, St. Yohanes hendak mengunjungi keluarga Moglia. Ia telah diperingatkan untuk berhati-hati karena perjalanan ke sana tidak aman. �Oh, andaikan saja Grigio ada di sini!� gumam St. Yohanes. Malam telah larut. Seekor anjing berlari-lari datang ke arahnya, melompat-lompat dan mengibas-ngibaskan ekornya dengan gembira. Tentu saja, anjing itu Grigio. Ia menemani St. Yohanes hingga selamat tiba di tempat pertanian, lalu menghilang.

Pada tahun 1883 - 31 tahun sejak ia hadir pertama kalinya - Grigio muncul kembali di Bordighera untuk menunjukkan jalan kepada St. Yohanes yang sedang tersesat. St. Yohanes berkomentar, �Terdengar konyol untuk memanggilnya seorang malaikat; tetapi dia sungguh bukanlah anjing biasa...�

Referensi:
4. Saint Corbinian di situs SQPN
    Penjelasan Mengenai Lambang Kepausan di situs Vatican
5. St. Martinus de Porres di situs Discover Catholic Miracles
6. St. Yohanes Bosco di situs Discover Catholic Miracles
    St. Yohanes Bosco di situs Yesaya

Pax et Bonum


Kisah-kisah Para Kudus dan Binatang - 1

Dalam riwayat hidup sejumlah Para Kudus, kita dapat menemukan kisah-kisah menarik antara Para Kudus tersebut dengan binatang-binatang. Kisah-kisah tersebut seringkali menampakkan kekudusan Para Kudus sendiri sekaligus kemuliaan Allah. Saya berusaha mendokumentasikan beberapa kisah Binatang dan Para Kudus yang ada.


1. St. Fransiskus Assisi dan Serigala di Kota Gubbio
St. Fransiskus Assisi dan Serigala kota Gubbio (s: austeni.blogspot.com)
Kisah pertama tentulah kita angkat dari santo pelindung lingkungan hidup Gereja, yaitu St. Fransiskus Assisi, yang terkenal sangat dekat dengan para binatang-binatang. Seringkali diceritakan bahwa St. Fransiskus Assisi tidak hanya mewartakan kabar gembira kepada orang-orang saja tapi juga kepada burung-burung dan ikan-ikan. Burung-burung dan ikan-ikan ini dengan setia mendengarkan khotbah St. Fransiskus Assisi dan baru pergi bila St. Fransiskus Assisi selesai berkhotbah dan menyuruh mereka pergi. Kisah interaksi St. Fransiskus dengan binatang yang paling terkenal adalah kisah St. Fransiskus Assisi menjinakkan seekor serigala di kota Gubbio.

Saat St. Fransiskus tinggal di kota itu, seekor serigala sangat ganas sedang meneror penduduk. Serigala itu tidak hanya memangsa binatang lain tapi juga manusia. Rakyat kota berusaha melawan tetapi gagal. Penduduk menjadi sangat ketakutan dengan serigala ini sehingga tidak berani keluar dari tembok kota.

Fransiskus merasa kasihan kepada penduduk kota dan memutuskan pergi menemui serigala tersebut. Penduduk kota itu mencegah St. Fransiskus, tetapi St. Fransiskus memberitahu mereka bahwa Tuhan akan menjaganya. St. Fransiskus pun berjalan keluar dari gerbang kota bersama seorang rahib pemberani dan beberapa petani. Tetapi para petani kemudian menjadi gentar dan kembali.

St. Fransiskus dan rahibnya mulai berjalan dan tiba-tiba serigala ganas tersebut muncul dari hutan dan dengan rahang ternganga menyerang mereka. St. Fransiskus segera membuat tanda salib ke arah serigala. Dengan kuasa Tuhan, serigala itu memperlambat larinya dan menutup rahangnya. Kemudian Fransiskus berteriak: "Datanglah kepadaku, Saudara Serigala. Dalam nama Yesus, aku memerintahkan kamu untuk tidak lagi menyakiti siapa pun." Maka pada saat itu juga serigala menundukkan kepalanya dan datang berbaring di bawah kaki St. Fransiskus. Serigala itu menjadi jinak seperti seekor anak domba.

St. Fransiskus menjelaskan kepada serigala bahwa serigala telah menakutkan penduduk kota, karena ia tidak saja memangsa binatang, tetapi juga manusia yang diciptakan seturut gambaran Allah. "Saudara Serigala," kata Fransiskus, "aku ingin mengadakan perdamaian antara kamu dan penduduk Gubbio. Mereka tidak akan menyakiti kamu dan kamu juga tidak boleh lagi menyakiti mereka. Semua kejahatan di masa lampau harap dimaafkan."

Serigala menyatakan persetujuannya dengan menggoyang-goyangkan badannya dan menggangguk-anggukkan kepalanya. Dan puncak dari peristiwa yang menakjubkan itu, Fransiskus meminta serigala untuk membuat janji. Sementara Fransiskus mengulurkan tangannya untuk menerima janji, serigala mengulurkan kaki depannya dan meletakkannya di atas tangan orang kudus itu. Kemudian, Fransiskus memerintahkan serigala untuk mengikutinya masuk ke dalam kota untuk mengadakan perjanjian damai dengan penduduk kota. Maka tanpa melawan sedikit pun serigala mengikuti St. Fransiskus.  Serigala itu kemudian dinamai Lupo.

Ketika mereka tiba di alun-alun kota, semua orang datang untuk menyaksikan peristiwa yang ajaib itu. Dengan serigala di sisinya, Fransiskus berkhotbah kepada penduduk kota mengenai cinta kasih Tuhan yang luar biasa serta ajaib, yang memanggil mereka semua untuk bertobat dari semua dosa-dosa mereka. Kemudian atas nama serigala, Fransiskus menawarkan perdamaian kepada penduduk kota. Penduduk berjanji dengan suara lantang bahwa mereka akan menyediakan makanan bagi serigala. Kemudian Fransiskus bertanya kepada serigala apakah ia mau hidup berdamai dengan syarat-syarat tersebut. Serigala menundukkan kepalanya dalam-dalam dan merenggangkan badannya untuk meyakinkan semua orang bahwa ia menerima janji itu. Kemudian sekali lagi serigala meletakkan tangannya di atas tangan Fransiskus sebagai tanda ikatan perjanjian.

Sejak saat itu penduduk kota menepati janji yang mereka buat. Serigala tinggal selama dua tahun lamanya di antara penduduk kota, pergi dari satu rumah ke rumah lain untuk meminta makanan. Serigala tidak menyakiti siapa pun dan tak seorang pun menyakitinya. Bahkan anjing-anjing pun tidak menyalak kepadanya. Ketika akhirnya serigala mati karena telah tua umurnya, sangat sedihlah penduduk kota Gubbio. Cara hidup serigala yang penuh damai menjadi peringatan bagi mereka akan pengaruh, kesabaran, keteladanan dan kekudusan St. Fransiskus yang menjadi simbol nyata kekuasaan dan pemeliharaan Tuhan Allah yang hidup.


2. St. Rochus (1295-1327) dan Seekor Anjing
St. Rochus (s: har22201.blogspot.com)
St. Rochus lahir di Montpellier, Prancis. Ayahnya adalah gubernur daerah itu. Pada saat kelahirannya, Dilaporkan bahwa St. Rochus ditandai secara ajaib di dadanya dengan sebuah salib merah. Ketika dia berusia 20 tahun, orang tuanya dibunuh. Meskipun dia diwarisi kekayaan dan pemerintahan Montpellier, St. Rochus menolak kekayaan itu dan memberikannya kepada orang-orang miskin. Dia menyerahkan tampuk pemerintahan Montpellier kepada pamannya.

Dia merasakan panggilan batin untuk pergi ke Italia. Menyamar sebagai peziarah miskin, ia berangkat dengan berjalan kaki. Di sepanjang jalan, dia mendapati desa demi desa terjangkit wabah penyakit. Menyadari panggilan yang sebenarnya, St. Rochus berjalan dari desa ke desa, tinggal di setiap desa selama beberapa minggu dan membaktikan dirinya untuk merawat dan menyembuhkan orang-orang yang terjangkit wabah penyakit. St. Rochus tidak pernah takut terjangkit tetapi terus-menerus membantu menyembuhkan setiap orang sakit yang ia temui. Banyak dari orang-orang desa sembuh. St. Rochus juga membantu menyembuhkan hewan ternak dan  hewan-hewan lainnya.

Setelah beberapa tahun, St. Rochus akhirnya terjangkit penyakit juga. Tidak ingin menjadi beban masyarakat, St. Rochus mengundurkan diri ke sebuah hutan yang berada di luar sebuah desa bernama Piacenza dan menunggu sampai ajal menjemputnya. Saat ia tengah berbaring dalam keadaan sekarat, seekor anjing kemudian muncul, berbaring di sampingnya dan menjilati luka-lukanya. Anjing itu secara berkala menghilang dan kembali ke sana sambil membawa sepotong makanan yang ia kumpulkan dari sekitar Piacenza. Meskipun anjing itu sendiri kurus karena kelaparan, anjing itu selalu menaruh makanan dengan pelan di dada St. Rochus untuk dimakan. St. Rochus pulih dan ditemukan oleh pemilik anjing tersebut, seorang bangsawan bernama Gothard, yang kemudian membawa St. Rochus ke tempat penampungan. St. Rochus kemudian melanjutkan karyanya menyembuhkan orang-orang di desa yang terkena wabah penyakit.

St. Rochus kembali ke kotanya. Montpellier, sambil tetap menggunakan pakaian peziarahnya dan secara fisik badannya berubah sehingga tidak dikenal. Pamannya mengira ia adalah mata-mata lalu memasukkan St. Rochus ke penjara dan beberapa hari kemudian ia meninggal. Salib merah di dadanya dan beberapa dokumen yang ditemukan membantu orang-orang mengenali bahwa ia adalah St. Rochus. Ia diberikan pemakaman publik yang layak dan mujizat-mujizat terjadi setelah ia meninggal.
 
3. St. Antonius Padua dan Seekor Keledai
St. Antonius Padua dan Keledai (s: decaminoa.blogspot.com)
St. Antonius Padua dipanggil kembali ke Italia untuk melawan ajaran-ajaran sesat. Dia pergi ke kota Rimini, di Laut Adriatik, Tenggara kota Padua. Kaum bidat (sesat) mempermainkan dia dan ketika dia berbicara mengenai Ekaristi, kaum bidat itu menjadi histeris dan mengejek dia.

Ketika kaum bidat mengolok-olok dia saat dia berbicara di pelabuhan Rimini, ia berbalik menuju laut dan berbicara kepada ikan-ikan. Ikan-ikan lalu mengangkat sebagian tubuh mereka keluar dari air dan bertengger seolah-olah berada di atas air. Mereka mendengarkan khotbat yang diberikan oleh St. Antonius. Ketika St. Antoninus selesai, lalu ia memberkati ikan-ikan itu dan ikan-ikan itu kembali ke dalam laut.

Musuh-musuh Gereja kewalahan melihat kejadian ini. Berita mengenai kejadian ini menyebar luas dan kaum bidat berbondong-bondong bertobat. Tetapi ada satu orang bernama Bonvillo yang tidak terkesan dengan cara persuasif St. Antonius. Bonvillo berkata kepadanya, �Kamu, yang telah membuat ikan terpesona, mari kita lihat apakah kamu bisa melakukan hal yang sama terhadap keledaiku.�

Tantangan pun dibuat. Bonvillo akan berhenti memberi makan keledainya selama tiga hari untuk membuatnya kelaparan. Setelah tiga hari itu berakhir, St. Antonius akan berdiri di salah satu ujung alun-alun memegang Tubuh Kristus dan Bonvillo berada di ujung lainnya dengan seember pakan favorit keledai tersebut. Bila keledai itu lebih dulu memilih pergi kepada St. Antonius, kaum bidat akan berhenti menganiaya umat Katolik.

Keledai itu tidak diberi makan selama tiga hari, sedangkan St. Antonius Padua berpuasa dan berdoa selama tiga hari. Pada hari ketiga, St. Antonius merayakan Misa Kudus di gereja setempat. Setelah Misa, St. Antonius membawa Roti yang sudah terkonsekrasi menuju alun-alun. Alun-alun itu penuh sesak dengan orang-orang, kaum sesat di satu sisi dan mereka yang sudah bertobat berada di sisi lain. Bonvillo Si Sesat pergi ke satu sisi alun-alun dengan membawa seember pakan favorit dan lezat bagi keledainya sedangkan St. Antonius pergi ke sisi lain dengan membawa Tubuh Kristus. Bonvillo berusaha merayu keledai itu dengan makanan, sementara St. Antonius memberikan khotbah singkat kepada keledai tersebut.

St. Antonius berkata, �Ciptaan Allah, dalam nama-Nya, aku memerintahkan kamu untuk datang ke sini dan menyembah-Nya, sehingga hal itu bisa memberikan kebenaran mengenai kehadiran nyata Yesus Kristus di dalam Sakramen Ekaristi kepada semua orang.� Keledai itu mengabaikan majikannya dan makanan itu, lalu pergi ke tempat St. Antonius yang sedang menunjukkan Tubuh Kristus. Keledai itu berlutut dengan kedua kakinya lalu menundukkan kepada untuk menyembah.

Ketika semua diyakinkan bahwa Tuhan telah menang atas kaum sesat, St. Antonius memberkati keledai itu yang kemudian bangkit dan pergi ke arah Bonvillo untuk memakan makanan yang ada di ember. Si Sesat Bonvillo mengikuti apa yang dilakukan keledainya. Ia berlutut, menundukkan kepalanya hingga ke tanah untuk menyembah Sakramen Ekaristi. Dia bertobat, kembali kepada iman Katolik. Sebelum St. Antonius meninggalkan Rimini, ia telah mempertobatkan semua kaum sesat di daerah tersebut.

Lihat juga: Kisah-kisah Para Kudus dan Binatang - 2

Referensi:
1. St. Fransiskus Assisi di situs Yesaya
2. St. Rochus di situs Anaflora
3. St. Antonius Padua dan Keledai di situs Discover Catholic Miracles


Pax et Bonum

Wednesday, May 2, 2012

St. Athanasius Agung dan Syahadat Athanasian

St. Athanasius Agung, Uskup Alexandria dan Doktor Gereja Katolik
St. Athanasius Agung

Pembela terbesar ajaran Gereja Katolik tentang Tritunggal MahaKudus, Keilahian Yesus Kristus dan misteri Inkarnasi (Penjelmaan) Sang Firman Allah menjadi Manusia adalah Santo Athanasius Agung, Uskup Alexandria, Mesir. Athanasius lahir di Alexandria, kurang lebih pada tahun 293 dan meninggal dunia pada tanggal 2 Mei 373. Beliau dikenal sebagai �Doktor Ortodoksi� karena perjuangannya yang besar dalam membela ajaran-ajaran iman yang lurus dan menentang ajaran-ajaran sesat yang berkembang pada masa itu.


St. Athanasius lahir di kota Alexandria (sekarang di Mesir) pada tahun 293 M dari keluarga Yunani beragama Katolik. Kotanya, Alexandria, pada masa itu adalah pusat ilmu pengetahuan terkemuka. St. Athanasius pada masa mudanya telah belajar banyak ilmu filsafat, teologi dan Kitab Suci serta karya-karya umum lainnya. Pada tahun 318, St. Athanasius ditahbiskan menjadi diakon, dan ditunjuk sebagai sekretaris Uskup Alexandria, St. Alexander. St. Alexander sendiri adalah seorang uskup tua yang juga turut membela ajaran tentang Tritunggal Mahakudus, Keilahian Yesus Kristus dan misteri Inkarnasi.

Sebagai sekretaris Uskup, ia berhubungan erat dengan para rahib padang gurun, seperti Santo Antonius, sang pertapa dari Mesir.  St. Athanasius sendiri sangat tertarik sekali dengan kehidupan para rahib itu. Akhirnya dia sendiri pun meneladani cara hidup para pertapa itu dan menjadi seorang pendoa besar.

Pada masa diakonatnya, bidaah Arianisme mulai menyebar luas. Arianisme ini dicetuskan oleh seorang imam bernama Arius dari Alexandria yang sebenarnya mengambil dasar ajaran dari imam pendahulunya Lucian dari Samosata, seorang imam dari Keuskupan Antiokia. Arianisme mengajarkan bahwa Yesus, Sang Firman Allah, diciptakan oleh Allah Bapa sehingga Yesus tidak sehakikat dan tidak setara dengan Allah Bapa.

Menanggapi ajaran sesat Arianisme, St. Athanasius bersama St. Alexander, uskupnya, pergi menghadiri Konsili Nicea (sekarang: Iznik, Turki) yang diprakarsai oleh Kaisar Konstantinus Agung pada tahun 325 M. Konsili ini sendiri dipimpin oleh Uskup Hossius dari Cordoba (Spanyol) sebagai wakil  Paus St. Silvester bersama dengan dua orang imam utusan resmi Paus, yaitu  Romo Vitus dan Romo Vinsensius. Dalam konsili itu, St. Athanasius terlibat aktif dalam diskusi-diskusi mengenai Keilahian Yesus Kristus,Pribadi kedua dalam Tritunggal MahaKudus. Pada Konsili Nicea ajaran bahwa Yesus adalah Allah yang setara dan sehakikat dengan Allah Bapa diteguhkan menghadapi ajaran Arius. Pada konsili ini, Arius diekskomunikasi Gereja.

Sekembali dari konsili itu, peranan St. Athanasius semakin terasa penting, terutama setelah meninggalnya Uskup St. Alexander enam bulan kemudian. Sebagai pengganti Uskup St. Alexander, St. Athanasius dipilih menjadi Uskup Alexandria. Dalam tugasnya sebagai uskup, St. Athanasius mengunjungi seluruh wilayah keuskupannya, termasuk pertapaan-pertapaan para rahib. Ia mengangkat seorang uskup untuk wilayah Ethiopia. Ia memimpin keuskupannya selama 45 tahun.  Pada masa kepemimpinannya Arianisme mulai timbul lagi di Mesir. Dengan tegas St. Athanasius menentang Arianisme itu.

St. Athanasius membaktikan hidupnya untuk melawan ajaran sesat ini hampir 50 tahun. Di samping St. Athanasius, ada juga St. Hilarius dari Poitiers (Doktor Keilahian Kristus, dijuluki St. Athanasius dari Barat), St. Basilius dari Caesarea (Doktor Kehidupan Membiara) dan St. Gregorius dari Nazianzen (Doktor Para Teolog). Pada masa itu, Para Bapa Gereja tersebut juga berperan besar dalam melawan bidaah Arianisme, tetapi mereka mengakui St. Athanasius sebagai pemimpin mereka. �Athanasian� seringkali digunakan sebagai nama kelompok dari kaum Katolik dalam melawan kelompok �Arian� yang menganut bidaah Arianisme. Nama St. Athanasius kerap didengungkan oleh dua kelompok, baik Katolik maupun Arian. Sinode-sinode kelompok Arian mendeklarasikan bahwa mereka menolak St. Athanasius, sementara itu setiap sinode Gereja Katolik membela dan mendukung St. Athanasius. Di dalam 5 kali masa kekaisaran serta 5 kali masa kepausan, St. Athanasius menjadi  menara penjaga utama yang teguh bagi umat Katolik masa itu yang mengalami kebingungan dan keputusasaan akibat munculnya Arianisme.

St. Athanasius banyak menghadapi tantangan dalam melawan Arianisme. Dalam masa penggembalaannya sebagai Uskup Alexandria, St. Athanasius 5 kali diturunkan secara paksa dan diasingkan oleh kaisar pendukung Arianisme atau oleh kelompok-kelompok Arian yang mendominasi keuskupannya.  Ia kerap kali diberikan tuduhan palsu oleh kelompok-kelompok yang tidak menyukainya. Setiap kali diturunkan, oleh karena dukungan Paus Roma dan Uskup-uskup Katolik lainnya serta umat Alexandria sendiri; St. Athanasius dapat menerima kembali tahta keuskupannya.

St. Athanasius dikenal sebagai seorang uskup yang banyak menulis. Dengan tulisan-tulisannya ia berusaha menerapkan dan membela ajaran iman yang benar. Ia meninggal dunia pada tanggal 2 Mei 373. Oleh karena perannya yang besar, St. Athanasius digelari �The Great� sehingga sering disebut St. Athanasius Agung.

Referensi:
The Greek Fathers Chap. 1 karya Pater Adrian Fortescue dari Inggris. Diterbitkan tahun 1908.

Syahadat Athanasian

Syahadat Athanasian atau sering disebut juga Quicumque vult, adalah salah satu dari empat syahadat otoritatif dalam Gereja Katolik. Di samping Syahadat Athanasian, tiga syahadat lain adalah Syahadat Para Rasul (Syahadat Pendek), Syahadat Nicea-Konstantinopel (Syahadat Panjang) dan Pengakuan Iman Tridentin (Professio Fidei Tridentinae). Dari keempat syahadat ini, Gereja Katolik memberikan Syahadat Para Rasul dan Syahadat Nicea-Konstantinopel tempat istimewa dalam kehidupan Gereja. (bdk. KGK 194-195). Meskipun demikian, Gereja Katolik tetap menyatakan bahwa Syahadat Athanasian tidak dapat dipandang telah kadaluarsa atau tidak bernilai (bdk. KGK 193). Syahadat Athanasian ini sendiri dengan begitu tegas dan lugas menjelaskan ajaran Tritunggal Mahakudus dan Inkarnasi Sang Firman Allah menjadi manusia.

Syahadat Athanasian umumnya diatributkan kepada St. Athanasius Agung. Meskipun demikian, tidak diketahui secara pasti siapa penulis syahadat ini. Teori umum menyatakan bahwa syahadat ini disusun di selatan Prancis pada abad ke-5 sebagai reaksi atas munculnya Neo-Arianisme.  Pada tahun 1940, �Excerpta� yang hilang karya St. Vincentius dari Lerins ditemukan dan karya ini mengandung banyak isi Syahadat Athanasian sehingga St. Vincentius dari Lerins diduga sebagai penulis syahadat ini. Salinan tertua dari Syahadat Athanasian ini ditemukan dalam koleksi homili Bapa Gereja St. Caesarius dari Arles (468-542).

Karena tidak ditemukan terjemahan resmi Syahadat Athanasian dalam Bahasa Indonesia, maka yang akan dilampirkan berikut ini adalah teks terjemahan tidak resmi Syahadat Athanasian yang diambil dari ekaristi dot org halaman 4 pada postingan Leemanto Shen untuk bagian ajaran mengenai Tritunggal Mahakudus dan untuk bagian ajaran mengenai Inkarnasi (Penjelmaan) Sang Sabda Allah menjadi manusia diterjemahkan oleh Indonesian Papist. Terjemahan Lengkap dalam Bahasa Inggris dapat dilihat di Ensiklopedia Katolik.

�Siapa yang ingin bahagia, dia harus berpegang teguh pada iman Katolik; siapa yang tidak memelihara keseluruhan secara utuh - tak pelak lagi - akan tersesat selamanya.

Inilah iman Katolik: kita menghormati Allah yang tunggal dalam Trinitas dan Trinitas dalam keesaan, tanpa pencampuran Pribadi dan tanpa pemisahan kodrat mereka. Salah satunya adalah Pribadi Bapa, Pribadi yang lain adalah Putra dan Pribadi yang lain lagi adalah Roh Kudus. Akan tetapi Bapa, Putra dan Roh Kudus hanya memiliki satu keilahian, kemuliaan yang sama, keagungan yang sama. Sebagaimana Bapa, demikian pun Putra dan Roh Kudus. Bapa tidak diciptakan, Putra tidak diciptakan, Roh Kudus tidak diciptakan. Bapa tak terselami, Putra tak terselami, Roh Kudus tak terselami. Bapa abadi, Putra abadi, Roh Kudus abadi. Namun mereka bukan tiga Yang kekal, melainkan satu Yang kekal. Mereka juga bukan tiga kenyataan ilahi yang tidak diciptakan dan bukan tiga yang tak terselami melainkan satu yang tak diciptakan dan tak terselami. Bapa mahakuasa, Putra mahakuasa, Roh Kudus mahakuasa, namun bukan ada tiga kenyataan ilahi yang mahakuasa melainkan satu kenyataan ilahi yang mahakuasa. Demikianlah Bapa itu Allah, Putra itu Allah dan Roh Kudus itu Allah, namun bukan ada tiga Allah, melainkan hanya satu Allah. Bapa adalah Tuhan, Putra adalah Tuhan dan Roh Kudus adalah Tuhan, namun tidak terdapat tiga Tuhan, tetapi hanya satu Tuhan. Sebagaimana kita mengakui seturut kebenaran Kristen bahwa setiap Pribadi adalah Allah dan Tuhan, namun Gereja Katolik juga melarang kita untuk mengakui tiga allah dan tuhan. Bapa tidak dihasilkan seorangpun, ataupun diciptakan dan diperanakkan. Putra berasal dari Bapa sendiri, tidak dihasilkan, tidak diciptakan, tetapi diperanakkan. Roh Kudus berasal dari Bapa dan Putera, tidak dihasilkan, tidak diciptakan, tidak diperanakkan, tetapi diasalkan. Jadi terdapat satu Bapa, bukan tiga bapa, satu Putra, bukan tiga putra, satu Roh Kudus, bukan tiga roh kudus. Dan dalam Tritunggal ini tidak ada yang mendahului atau kemudian, tidak ada yang lebih besar atau lebih kecil, tetapi semua tiga Pribadi adalah sama - sama kekal dan agung, sehingga seperti dikatakan bahwa baik keesaan dalam ketigaan maupun ketigaan dalam keesaan haruslah disembah. Siapa yang ingin mencapai kebahagiaan haruslah percaya akan Tritunggal Mahakudus.
Lebih jauh lagi, adalah penting untuk keselamatan kekal, bahwa ia harus mempercayai dengan benar Inkarnasi (Penjelmaan) Tuhan kita Yesus Kristus. Karena iman yang benar adalah bahwa kita mengimani dan mengakui bahwa Tuhan kita Yesus Kristus, Putera Allah, adalah Allah dan Manusia. Allah, kodrat dari Bapa, dilahirkan sebelum segala dunia; dan manusia, dari kodrat ibu-Nya, lahir ke dalam dunia. Allah sempurna dan Manusia sempurna, berada dalam jiwa yang layak dan daging manusia. Setara dengan Sang Bapa dalam hal keilahianNya, lebih rendah dari Sang Bapa dalam hal kemanusiaanNya. Yang sekalipun adalah Allah dan manusia, bukanlah dua tetapi satu Kristus. Tetapi satu, bukan dari perubahan dari keilahianNya menjadi daging, tetapi dari pengambilan kemanusiaanNya ke dalam Allah. Satu bersama-sama, bukan karena percampuran kodrat, tetapi oleh kesatuan pribadi. Karena jiwa yang layak dan daging adalah satu manusia, demikian juga Allah dan manusia adalah satu Kristus. Yang menderita untuk keselamatan kita, turun ke neraka, hari yang ketiga bangkit dari antara orang mati. Ia naik ke surga, Ia duduk di sebelah kanan Allah Bapa yang mahakuasa, dari sana Ia akan datang untuk menghakimi orang yang hidup dan yang mati. Pada kedatangan-Nya, semua manusia akan bangkit kembali dengan tubuhnya dan akan mempertanggungjawabkan perbuatan mereka sendiri. Dan mereka yang telah berbuat baik akan pergi ke dalam kehidupan kekal; mereka yang telah berbuat jahat ke dalam api yang kekal. Inilah iman Katolik yang mana kecuali seseorang percaya dengan setia dan teguh, ia tidak bisa diselamatkan.


Semoga artikel ini bermanfaat bagi kita semua. Pax et Bonum.
Artikel ini ditulis oleh Indonesian Papist pada Pesta St. Athanasius Agung, 2 Mei 2012.

Monday, March 26, 2012

Santo Josemaria Escriva Mengenai Sikap Hormat Kepada Para Imam


Santo Josemaria Escriva Mengenai Sikap Hormat Kepada Para Imam dan Refleksi Pribadi Indonesian Papist

St. Josemaria Escriva (sumber: ziarat.net)

Dalam perjalanan apologetika sepanjang hidup saya, harus saya akui bahwa terkadang saya, dalam kelemahan manusiawi, beberapa kali membuat statement di facebook  (seringnya di grup atau page, bukan di status) yang isinya mungkin bisa dianggap oleh banyak orang sebagai bentuk sindiran atau mungkin sikap tidak hormat kepada imam. Pernah pula saya malah membicarakan para imam di belakang mereka, mengkritik dan menyindir mereka di belakang, dan sebagainya. <<< Ini sebuah kesalahan.


Memang, masa-masa sekarang adalah masa-masa sulit di mana sejumlah (bisa banyak bisa sedikit, tapi sejauh saya lihat banyak) para imam justru mengajarkan apa yang tidak diajarkan Gereja atau mengajarkan apa yang ditentang oleh Gereja kepada para umat. Contoh kecilnya soal liturgi di mana para imam yang harusnya menjadi pelayan liturgi, malah justru seolah-olah menjadi pemilik liturgi yang memberikan berbagai improvisasi di sana-sini dalam liturgi.

Sebagai seorang awam Katolik, kita dapat mengoreksi para imam yang melakukan hal-hal yang keliru tentunya dengan berdasarkan pada Tradisi Suci, Kitab Suci dan Magisterium Gereja. Di masa sekarang, kita memiliki akses yang luas untuk membaca dokumen-dokumen ajaran dan aturan Gereja sehingga kita bisa memiliki dasar untuk menyampaikan koreksi kita kepada para imam tersebut.

Namun, tentunya juga manusia itu punya karakter berbeda-beda, ada imam yang menerima koreksi tersebut tetapi ada juga yang tidak. Seringkali para imam yang tidak mau menerima koreksi tersebut membuat para awam jengkel, kecewa, dan sebagainya entah dengan sikap yang tidak mau dikoreksi atau sikap meremehkan karena yang memberi koreksi adalah seorang awam biasa. Saya pun mengalami hal itu dan akhirnya menyindir atau memberikan sikap tidak hormat kepada imam tersebut.

Tapi, dalam suatu kesempatan membuka kembali tulisan St. Josemaria Escriva dalam bukunya Jalan (Camino), saya menemukan bagian �hormat dan cinta terhadap para imam� dalam Daftar Indeks Pokok di belakang buku tersebut. Indonesian Papist akan mengetikkan ulang kalimat-kalimat dari St. Josemaria Escriva ini:

66. Seorang imam, siapa pun dia, adalah selalu �Kristus yang lain�.
67. Meskipun engkau telah mengetahuinya dengan baik, saya ingin mengingatkanmu sekali lagi bahwa seorang imam adalah �Kristus yang lain�, dan bahwa Roh Kudus telah berfirman: �Nolite tangere Christos meos�, yang artinya: �Jangan sentuh Kristus-kristus-Ku!�.
68. Presbyter � imam � menurut asal-usul katanya berarti seorang yang telah lanjut usia. Jika seorang yang berusia lanjut patut untuk dihormati, maka renungkanlah seberapa besar engkau harus menghormati seorang imam.
69. Betapa rendahnya budi pekertimu dan betapa kurangnya rasa hormatmu, mempermainkan seorang imam, siapa pun dia dan dalam situasi apa pun!
70. Aku tetap bersikeras: olok-olokan atau lelucon-lelucon tentang seorang imam meskipun tampaknya tidaklah berarti apa-apa bagimu, namun paling tidak tetap saja semuanya itu kasar, menunjukkan kurangnya budi pekerti yang baik.
73. Hatimu terluka, bak tertusuk belati, mendengar orang-orang berkata bahwa engkau telah menjelek-jelekkan imam-imam itu dengan cerita-ceritamu. Aku bergembira kalau hal tersebut membuat hatimu bersedih karena sekarang aku yakin akan semangatmu yang baik!
74. Mencintai Tuhan dan tidak menghormati imam ... adalah mustahil.
75. Seperti putra-putra Nabi Nuh yang baik, tutupilah kekurangan-kekurangan yang engkau dapat pada bapamu, seorang imam, dengan kerudung cinta kasih.
526. Jika engkau tidak memiliki penghormatan yang tertinggi bagi jabatan imam dan bagi biarawan-biarawati, maka tidaklah benar bahwa engkau mencintai Gereja Allah.

St. Escriva begitu menekankan penghormatan dari setiap orang Katolik kepada para imam. Ia berkata bahwa para imam selalu merupakan Kristus-kristus yang lain. Tentu jangan kita maknai bahwa para imam itu sama secara keseluruhan dengan Yesus Kristus yang tidak berdosa dan tidak berbuat salah. Para imam sama dengan Yesus Kristus karena mereka sama-sama yang diurapi oleh Allah dan menjadi gembala bagi kawanannya. Pada porsi yang sesuai, kita menyembah dan menghormati Yesus Kristus dan kita menghormati Kristus-kristus yang lain ini.

�Barangsiapa telah melihat Aku, ia telah melihat Bapa.�, demikianlah Sabda Tuhan kita Yesus Kristus. Dalam sense tertentu, kita pun bisa mengaplikasikan ini kepada para imam, Kristus-kristus yang lain. Ketika kita melihat para imam, kita melihat kebapaan Allah Bapa. Di mana paling jelas kita melihat kebapaan para imam? In My Opinion, pada saat Sakramen Tobat, di sanalah kita bisa melihat kerahiman Allah Bapa yang begitu besar melalui para imam. Para imam memancarkan kebapaan Allah Bapa pada saat Sakramen Tobat tersebut.

Saya yakin ada di antara kita yang berkata bahwa �tetapi ada banyak imam yang buruk, yang tidak kebapaan, yang tidak kudus, yang tidak mengajarkan ajaran Gereja dan seterusnya.� Untuk hal ini pertama-tama harus kita ketahui bahwa St. Josemaria Escriva sama sekali tidak mengajarkan kita untuk bersikap �romosentris� atau mengimani dan menerima apa saja yang diajarkan oleh para imam sekalipun ada kekeliruan. St. Escriva juga tidak mengajarkan kita untuk tidak bersikap kritis ketika ada sesuatu janggal yang dilakukan atau diajarkan oleh para imam. Apa yang diajarkan St. Escriva adalah sikap hormat yang kudus kepada para imam sekalipun ada di antara para imam itu yang tidak kudus. Dan St. Escriva sendiri mengatakan supaya kita �tutupilah kekurangan-kekurangan yang engkau dapat pada bapamu, seorang imam, dengan kerudung cinta kasih.�

Apa yang bisa kita dapat dari sini? Apa maksud menutupi kekurangan imam dengan kerudung cinta kasih? Dalam perenungan pribadi saya akan kalimat tersebut, bila seorang imam melakukan atau mengajarkan kekeliruan, maka kita harus mengoreksi imam itu karena kita mengasihi imam itu, bukan untuk menjatuhkan dia atau memenangkan debat dengan dia. Dan dengan cara kasih juga kita harus mengoreksinya. Sekalipun kita tahu berbagai isi dokumen Gereja yang dilanggar oleh imam tersebut, tetaplah mengoreksinya dengan rendah hati dan hormat karena bagaimanapun juga merekalah yang menghadirkan Kristus bagi kita dalam Perayaan Ekaristi. Tangan mereka itulah yang mengkonsekrasikan roti dan anggur hingga menjadi Tubuh dan Darah Kristus. Bila ada kekeliruan yang dilakukan oleh seorang imam, adalah tuntutan bagi kita yang mengetahuinya untuk mengoreksi imam itu karena inilah salah satu bentuk kerudung cinta kasih kita bagi imam itu. Jika tidak, kita akan dimintai pertanggungjawaban kelak oleh Allah akan tindakan pembiaran kita itu. Kitab Suci menegaskan hal ini:

Yeh 3:19 Tetapi jikalau engkau memperingatkan orang jahat itu dan ia tidak berbalik dari kejahatannya dan dari hidupnya yang jahat, ia akan mati dalam kesalahannya, tetapi engkau telah menyelamatkan nyawamu.
Yeh 3:20 Jikalau seorang yang benar berbalik dari kebenarannya dan ia berbuat curang, dan Aku meletakkan batu sandungan di hadapannya, ia akan mati. Oleh karena engkau tidak memperingatkan dia, ia akan mati dalam dosanya dan perbuatan-perbuatan kebenaran yang dikerjakannya tidak akan diingat-ingat, tetapi Aku akan menuntut pertanggungan jawab atas nyawanya dari padamu.
Yeh 3:21 Tetapi jikalau engkau memperingatkan orang yang benar itu supaya ia jangan berbuat dosa dan memang tidak berbuat dosa, ia akan tetap hidup, sebab ia mau menerima peringatan, dan engkau telah menyelamatkan nyawamu."

Dan apa yang kita lakukan bila sang imam tidak mau mendengarkan koreksi dari kita? Ketika kita sudah memberikan koreksi dan berargumen seperlunya, tetapi ia tetap tidak mau mendengarkan kita, maka undur dirilah dari pembicaraan dengan imam itu dan kemudian berharap dan berdoalah untuk dia. Jangan pernah memaksa apalagi sampai kelewatan memaksa imam tersebut. Ingat, ketika kita mewartakan Injil pun, kita tidak boleh memaksa orang lain menerimanya, tetapi berharaplah dan berdoalah supaya Roh Kudus menyentuh hati orang lain tersebut agar percaya pada Injil. Demikian pulalah yang harus kita lakukan ketika kita memperingatkan para imam tersebut akan kekeliruannya.

Apa yang dapat disimpulkan dari refleksi ini adalah bahwa kita sebagai umat Katolik hendaknya memiliki sikap hormat yang kudus kepada para imam, bukan sikap asal hormat. Koreksi terhadap kekeliruan mereka juga hendaknya diberikan atas dasar kasih dan dalam sikap hormat yang kudus itu. Kita selalu dituntut untuk memperingatkan para imam ketika mereka berbuat yang keliru atau mengajarkan yang keliru. Sikap hormat yang kudus kepada para imam tidak pernah berada dalam bentuk toleransi pada ajaran, gagasan dan tindakan imam yang salah.

Pax et Bonum

Artikel ini ditulis oleh Indonesian Papist sebagai pesan bagi dirinya sendiri dan bagi siapapun umat Katolik yang membaca artikel ini.

Sunday, March 25, 2012

Mother Teresa of Calcutta Had a Say



Rekan admin, IOJC (tu scis quia amo te), melinkan sebuah video dari Youtube yang berisi berbagai kalimat-kalimat meneguhkan dari Beata Mother Teresa dari Kalkuta. Kalimat-kalimat tersebut diterjemahkan oleh Admin IOJC. Mari kita lihat. :

People are often unreasonable, illogical, and self-centered.
Forgive them anyway!

Manusia seringkali tidak masuk akal, tidak logis, dan berpusat pada diri sendiri.
Bagaimanapun, ampuni mereka!


If you are kind,
people may accuse you of selfish, ulterior motives.
Be kind anyway!
Jika engkau berbuat baik,
Orang-orang mungkin akan menuduhmu mau menang sendiri, punya motif tersembunyi.
Bagaimanapun, tetaplah berbuat baik!

If you are successful,
you will win some false friends and some true enemies.
Succeed anyway!
Jika engkau berhasil,
Engkau akan memperoleh teman-teman palsu dan musuh-musuh sejati.
Bagaimanapun, tetaplah menjadi berhasil!

If you are honest and frank,
people may cheat you.
Be honest and frank anyway!
Jika engkau jujur dan apa adanya,
Orang-orang mungkin akan mencurangimu.
Bagaimanapun jadilah jujur dan apa adanya!

What you spend years building,
someone could destroy overnight.
Build anyway!
Apa yang engkau bangun bertahun-tahun
Dapat hancur oleh seseorang dalam semalam.
Bagaimanapun, membangunlah!

If you find serenity and happiness,
they may be jealous.
Be happy anyway!
Jika engkau menemukan keheningan dan sukacita,
Mungkin orang-orang akan iri padamu
Bagaimanapun, tetaplah bersukacita!

The good you do today,
people will often forget tomorrow.
Do good anyway!
Kebaikan yang engkau lakukan,
Seringkali akan dilupakan orang esok hari.
Bagimanapun, berbuatlah kebaikan!

Give the world the best you have,
and it may never be enough.
Give the world the best you've got anyway!
Berikan pada dunia yang terbaik yang engkau miliki
Dan mungkin tidak pernah akan cukup.
Bagaimanapun, berilah dunia yang terbaik!

You see, in the final analysis, it is between you and God.
It was never between you and them anyway.
Lihatlah, pada perhitungan akhir, hanya ada engkau dan Tuhan.
Bagaimanapun, tidak pernah antara engkau dan mereka.

Beata Ibu Teresa dari Kalkuta


Kita seringkali merasa bahwa yang kita lakukan adalah seperti setitik air di samudera luas� Namun samudera luas itu akan kurang jika ada setitik air yang hilang�

~IOJC (tu scis quia amo te)~

Pax et Bonum

Recent Post