Latest News

Showing posts with label Moral Katolik. Show all posts
Showing posts with label Moral Katolik. Show all posts

Tuesday, July 26, 2011

Mengapa Wanita Tidak Dapat Menjadi Imam?



Mengapa Wanita Tidak Dapat Menjadi Imam?

Argumen paling umum yang sering ditampilkan adalah bahwa Yesus tidak pernah memilih wanita dalam pelayanan imamat. Argumen ini sungguh benar dan tepat. Tetapi argumen ini bukanlah argumen yang kuat dan argumen ini sendiri bukanlah argumen yang lengkap. Pertama-tama perlu diketahui bahwa argumen kaum feminis (mereka yang menghendaki adanya Imam wanita) didasarkan pada gagasan akan martabat dan kesetaraan derajat manusia dalam fungsi dan tugas. Hal ini seringkali jarang dibicarakan ketika isu penahbisan wanita dan kesetaraan dimunculkan.

Bagi kaum feminis, martabat dan kesetaraan tergantung pada bisa atau tidaknya dan boleh atau tidaknya seorang wanita untuk melakukan segala sesuatu yang sama dengan yang pria lakukan. Mereka menyatakan bahwa hanya dengan melakukan segala sesuatu yang sama ini atau setidaknya memiliki kemampuan untuk melakukan segala sesuatu yang sama tersebut, kedua gender ini akan menjadi setara dalam martabat. Menolak bahwa wanita mempunyai fungsi dan tugas yang sama dengan pria sama dengan menolak kesetaraan dan martabat wanita. Hubungannya mungkin terlihat logis tetapi dasar argumen ini sendiri error sekali.

Bertentangan dengan hal ini, pandangan Katolik tidak mengaitkan martabat dan kesetaraan gender dengan fungsi dan tugas yang dapat dilakukan oleh kedua gender. Pribadi manusia tidak ada yang kurang bermartabat atau tidak setara dengan pribadi manusia lainnya berdasarkan apa yang dapat dilakukan atau yang tidak dapat dilakukannya. Melakukan sebuah fungsi spesifik tidak membuat seseorang menjadi lebih layak atau bermartabat daripada seseorang lain yang tidak dapat melakukan fungsi tersebut. Inilah mengapa Gereja menghargai setiap manusia itu setara, lepas dari kriteria penilaian masyarakat terutama kaum feminis. Gereja menilai setiap manusia itu setara termasuk mereka yang terbaring lemah karena sakit parah.

Munculnya budaya euthanasia dan etika "kualitas hidup" juga didasari pada prinsip kaum feminis di atas. Dengan berdasarkan pada prinsip error ini, seseorang dapat memutuskan dan menilai seseorang lainnya yang tidak memenuhi standar "kualitas hidup" dan kemudian menilai orang tersebut untuk di-euthanasia ketimbang merawatnya dengan penuh penghargaan akan kehidupan. Prinsip error di atas mengabaikan intrinsic dignity (martabat instrinsik) manusia yang dianugerahkan Allah. Prinsip-prinsip tersebut sungguh bertentangan dengan kehendak Allah dan martabat manusia itu sendiri.


KGK 369 Pria dan wanita diciptakan, artinya, dikehendaki Allah dalam persamaan yang sempurna di satu pihak sebagai pribadi manusia dan di lain pihak dalam kepriaan dan kewanitaannya. "Kepriaan" dan "kewanitaan" adalah sesuatu yang baik dan dikehendaki Allah: keduanya, pria dan wanita, memiliki martabat yang tidak dapat hilang, yang diberi kepada mereka langsung oleh Allah, Penciptanya (Bdk Kej 2:7.22). Keduanya, pria dan wanita, bermartabat sama "menurut citra Allah". Dalam kepriaan dan kewanitaannya mereka mencerminkan kebijaksanaan dan kebaikan Pencipta.
KGK 2334 2334. "Ketika menciptakan manusia sebagai pria dan wanita, Allah menganugerahkan kepada pria dan wanita martabat pribadi yang sama dan memberi mereka hak-hak serta tanggung jawab yang khas" (Familiaris Consortio 22, Bdk. Gaudium et Spes 49,2).
Dalam diskusi dengan kaum feminis, seorang Katolik sejati harus berani menegaskan kepada mereka bahwa konsepsi/pemahaman Katolik mengenai kesetaraan dan martabat manusia berbeda dengan kaum feminis secara fundamental. Sungguh tidak tepat jika mengatakan kedua pihak, Katolik dan feminis, memandang kesetaraan dan martabat dengan cara yang sama. Feminis meyakini bahwa wanita tidak memiliki kesetaraan dengan pria dalam Gereja karena mereka ditolak oleh Gereja untuk melakukan suatu fungsi, yaitu fungsi imamat. Sedangkan Katolik meyakini bahwa wanita memiliki kesetaraan karena martabat intrinsik mereka  sebagai seorang pribadi manusia. Wanita melengkapi pria tetapi wanita tidak sama dengan pria. Sekalipun tidak sama, tetapi pria dan wanita setara.

Lalu, mengapa hanya pria yang dapat menjadi imam? Perlu dipahami oleh kaum feminis adalah tindakan liturgis dalam Misa merupakan suatu tindakan pernikahan. Itulah sebabnya mengapa Tuhan Yesus Kristus disebut sebagai mempelai pria dan Gereja sebagai mempelai wanita-Nya. Kitab Suci memberikan gambaran mengenai hal ini:

(Mrk 2:19-20)
2:19 Jawab Yesus kepada mereka: "Dapatkah sahabat-sahabat mempelai laki-laki berpuasa sedang mempelai itu bersama mereka? Selama mempelai itu bersama mereka, mereka tidak dapat berpuasa.
2:20 Tetapi waktunya akan datang mempelai itu diambil dari mereka, dan pada waktu itulah mereka akan berpuasa.

(Why 19:7-8)
19:7 Marilah kita bersukacita dan bersorak-sorai, dan memuliakan Dia! Karena hari pernikahan Anak Domba telah tiba, dan pengantin-Nya telah siap sedia.
19:8 Dan kepadanya dikaruniakan supaya memakai kain lenan halus yang berkilau-kilauan dan yang putih bersih!" (Lenan halus itu adalah perbuatan-perbuatan yang benar dari orang-orang kudus.)

(Why 21:1-2)
21:1. Lalu aku melihat langit yang baru dan bumi yang baru, sebab langit yang pertama dan bumi yang pertama telah berlalu, dan lautpun tidak ada lagi.
21:2 Dan aku melihat kota yang kudus, Yerusalem yang baru (Gereja), turun dari sorga, dari Allah, yang berhias bagaikan pengantin perempuan yang berdandan untuk suaminya.
Yesus Kristus, Pribadi kedua dari Tritunggal Mahakudus, menggambarkan dirinya sebagai seorang mempelai pria bagi Gereja yang dikasihi-Nya, para pengikut-Nya. Karena hal ini, kita kerap memanggil Gereja dengan kata ganti "dia" dalam bentuk perempuan atau "she", bukan "he". Penggunaan kata ganti tersebut memang tidak terlihat dalam bahasa Indonesia tetapi apabila kita merujuk ke bahasa Inggris maka akan terlihat dengan jelas.

Imam berdiri dalam pribadi Kristus, persona Christi. Bukanlah imam itu sendiri yang terutama bertindak, tetapi Pribadi Kristus sendiri yang bertindak melalui penampilan gerakan, sikap tubuh, dan pernyataan-pernyataan Imam selama Misa. Dan karena Kristus adalah pria, Imam yang bertindak dalam pribadi Kristus jugalah harus seorang pria dengan dasar tujuan untuk merefleksikan Inkarnasi dalam kepenuhannya.

Ketika roti dan anggur dikonsekrasi oleh imam, sang imam tersebut yang berada dalam pribadi Kristus kemudian menunjukkan Tubuh dan Darah Kristus kepada mempelai-Nya, umat Allah (Gereja). Di sinilah persatuan satu tubuh antara mempelai pria, Yesus Kristus (melalui imam sebagai instrumennya) dengan mempelai wanita, Gereja-Nya, disempurnakan. Persatuan supranatural antara Allah dan umat-Nya ini adalah refleksi mistik dan paling pokok dari pernikahan alami antara seorang pria dan wanita. Oleh karena itu Gereja sebagai mempelai wanita selalu feminin sedangkan Imam dalam Pribadi Kristus selalu maskulin. Misa mencerminkan pesta pernikahan ilahi antara Sang Mempelai Pria dengan Sang Mempelai Wanita.

Dalam masyarakat pada umumnya sekarang ini, imamat Gereja Katolik sedang direduksi dan digoyahkan oleh permainan dan usaha yang dilakukan oleh kaum feminis. Bukanlah kebetulan bahwa dorongan kaum feminis untuk terwujudnya penahbisan wanita dalam Gereja Katolik datang di saat yang sama dengan dorongan kaum homoseksual untuk melegalkan pernikahan sejenis dalam Gereja Katolik. Karena tindakan liturgis adalah cermin dari realitas pernikahan, maka "pernikahan" seorang imam wanita dengan Gereja sebagai mempelai wanita tentunya akan menunjukkan penerimaan kultural homoseksualitas secara umum dan "pernikahan" sejenis secara khusus. Ya ya ya, sekali lagi terbukti iblis sedang berusaha merongrong Gereja lagi.

Pax et Bonum 

Diadaptasi dari tulisan John Pacheco di situs catholic-legate.com

Sunday, May 22, 2011

Arsip Grup Katolik: Ajaran Gereja Mengenai Kontrasepsi

Topik yang diangkat mengenai :
Ajaran Gereja Mengenai Kontrasepsi

Berikut adalah apa yang diajarkan Gereja melalui Tradisi dan Magisterium akan sifat jahat dari kehendak untuk dengan sengaja menutup diri dari kemungkinan untuk hamil yang biasanya dilakukan secara kontraseptif:
St Clement dari Alexandria, Uskup, Bapa Gereja Awal,
Karena didirikan secara ilahi untuk pertumbuhan manusia, bibit (ie: sperma) tidak boleh dikeluarkan dengan sia-sia atau dirusak atau dibuang. (The Instructor of Children 2:10:91:2 [191 masehi]).

St. Lactantius, Bapa Gereja Awal
[Beberapa] mengeluhkan akan kurangnya kebutuhan mereka dan beralasan bahwa mereka tidak punya cukup untuk membesarkan lebih banyak anak, [berpikiran bahwa] kebutuhan mereka [didapat berdasarkan kekuatan mereka] � ataukah Allah tidak setiap hari membuat yang kaya menjadi miskin dan yang miskin menjadi kaya. Karena itu, jika ada seorangpun yang karena kemiskinan tidak mampu membesarkan anak, adalah lebih baik untuk tidak berhubungan [intim] dengan istrinya (Divine Institutes 6:20 [307 masehi]).

St. Agustinus dari Hippo, Uskup, Doktor Gereja, Bapa Gereja Awal,
Aku anggap, kalau begitu, meskipun kamu tidak berbaring [dengan istri kamu] demi menghasilkan keturunan, kamu tidak, demi birahi, menghalang-halangi penghasilan keturunan dengan doa jahat atau perbuatan jahat. Mereka yang melakukan ini, meskipun mereka disebut suami dan istri, sebenarnya bukan; dan mereka juga tidak memiliki realitas sebuah perkawinan � Kadang-kadang kekejian birahi ini sampai pada tahap sampai mereka menggunakan racun sterilisasi [kontrasepsi oral, ie: obat kontrasepsi] (Marriage and Concupiscence 1:15:17 [419 Masehi])


Pius XI, Paus
Gereja Katolik, berdiri tegak ditengah-tengah kehancuran moral yang mengelilinginya supaya dapat menjaga kemurnian dari kesatuan perkawinan yang sedang dilecehkan oleh noda jijik tersebut [ie. mentalitas kontraseptif], mengumandangkan suara melalui mulut kami memproklamirkan: penggunaan apapun dari perkawinan yang dilakukan sedemikian rupa sehingga tindakan perkawinan tersebut secara sengaja menghilangkan kemampuannya untuk menghasilkan kehidupan adalah pelanggaran melawan hukum Allah dan kodrat, dan mereka yang melakukan hal ini terkena dosa besar. Jika ada bapa pengakuan atau Pastor yang menuntun umat yang dipercayakan kepadanya menuju ke kesalahan ini atau membenarkan kesalahan tersebut dengan menyetujuinya atau mendiamkan, biarlah si bapa pengakuan dan si pastor ingat bahwa dia bertanggungjawab kepada Allah, sang Hakim Agung, atas pengkhianatan kepercayaanNya. Dan biarlah mereka mengingat perkataan Kristus �Mereka orang buta yang menuntun orang buta. Jika orang buta menuntun orang buta pasti keduanya jatuh kedalam lubang.� (ensiklik �Casti Conubii,� abridged, 31 Dec 1930)


Yohanes Paulus II, Paus
Dalam tindakan yang mengekspresikan cinta mereka, pasangan dipanggil untuk saling memberi diri mereka sendiri dalam totalitas pribadi mereka: tidak satupun dari bagian mereka mesti dikecualikan dari pemberian ini. Ini adalah salah satu alasan bagi kejahatan intrinsik dari kontrasepsi: [kontrasepsi] memperkenalkan suatu pembatasan substansial dalam sikap saling memberi [pasangan suami istri], memecahkan �hubungan tak terpisahkan� antara dua makna dari tindakan perkawinan (ie: hubungan suami istri), yaitu prokreasi (berketurunan) dan penyatuan, yang, seperti yang ditunjukkan Paulus VI, tertulis oleh Allah sendiri dalam kodrat manusia (L'Osservatore Romano, Vatican,11 Maret 1998)

Kutipan-kutipan ini bisa diperbanyak namun cukuplah kiranya karena keterbatasan halaman. Apa yang ditunjukkan oleh para pengajar Gereja ini adalah ajaran tak terputuskan dan tidak dapat salah Gereja bahwa kontrasepsi adalah sesuatu yang bertentangan dengan kehendak ilahi Allah dalam memberikan manusia sebuah �perkawinan.�

Kontrasepsi bukanlah suatu ciptaan modern. Kontrasepsi sudah ada sejak tahun 1900 sebelum masehi. Bentuk kunonya adalah berbagai ramuan-ramuan penghambat kehamilan (yang digunakan bangsawan supaya hubungan mereka dengan budak atau perempuan bukan bangsawan tidak menghasilkan anak), coitus interuptus (mengeluarkan sperma diluar tubuh wanita setelah senggama) sampai kondom dengan bahan dari kulit binatang.

Didalam Kitab Suci sendiri Onan menjadi nama yang cukup terkenal karena tindakan jahatnya yang sekarang diberi nama sesuai dengan namanya, Onani. Di Kejadian 38:8-10, Onan diperintahkan oleh ayahnya untuk berhubungan dengan janda kakaknya supaya rumah tangga sang kakak mempunyai keturunan. Onan sadar bahwa keturunan hasil hubungannya dengan kakak iparnya, Tamar, tidak akan menjadi miliknya. Kemudian Onan melakukan apa yang sekarang disebut coitus interuptus. Dia menumpahkan spermanya ke tanah supaya tidak membuahi rahim sang kakak ipar. Atas perbutan jahat ini Allah membunuh Onan.

Tindakan Allah yang membunuh Onan ini patut lebih dicermati. Sebenarnya apakah alasan Allah membunuh Onan? Menurut Taurat sendiri hukuman bagi orang yang tidak berkehendak untuk meneruskan keturunan saudaranya bukanlah kematian tapi dipermalukan di hadapan para tetua oleh ipar yang menjadi janda (Ulangan 25:7-10). Suatu hukuman yang jauh lebih ringan daripada dibunuh. Lalu mengapa Onan dibunuh? Berikut jawaban dari St. Agustinus yang dikutip oleh Paus Pius XI di ensiklik Casti Conubii:

�Hubungan intim bahkan dengan istri sendiri yang sah akan menjadi bertentangan dengan hukum dan jahat ketika konsepsi calon manusia dihalangi. Onan, anak Yudah, melakukan ini dan Tuhan membunuh dia karenanya.�

Jadi Onan dibunuh Allah karena dia telah melakukan suatu dosa yang lebih jahat daripada sekedar tidak berkehendak untuk menyambung keturunan saudaranya. Onan telah berkontrasepsi!

Mengapa kontrasepsi dilarang? Kontrasepsi dilarang karena kontrasepsi, baik alat maupun metodenya, dibuat dengan mentalitas untuk menghilangkan peranan Allah dalam penciptaan manusia. Manusia tidak diciptakan semata-mata oleh hubungan suami istri. Manusia, terutama, tercipta karena Allah. Sehingga tanpa campur tangan Allah tidaklah mungkin sebuah kehidupan baru tercipta seberapa kali manusia melakukan hubungan suami istri. Namun dalam tatanan ilahinya Allah mengatur supaya proses penciptaanNya dikerjakan melalui peran manusia ciptaanNya dalam suatu �perkawinan� (yang telah Dia agungkan dengan menjadikan perkawinan sebuah sakramen). Dengan kontrasepsi manusia secara sengaja memilih untuk menggunakan alat atau metode kontraseptif yang mencegah terjadinya penciptaan. Ini berarti menolak ajakan Allah untuk turut serta dalam karya penciptaanNya dan menolak tatanan Ilahi yang dibuat Allah. Suatu perbuatan yang sungguh jahat.

Perkawinan, sesuai kehendak Allah, mempunyai dua aspek yang saling berkaitan. Aspek yang satu lebih utama dari aspek yang kedua (sekunder). Aspek utama dari hubungan seksual adalah prokreasi (berketurunan). Aspek kedua dan sekunder adalah penyatuan (unitive). Kedua aspek ini, sesuai amanat Gereja, tidak boleh dipisahkan. Menginginkan aspek penyatuan saja membuat seseorang mempunyai mentalitas kontrasepsi dan melepas tanggung-jawab atas seksualitasnya dan seksualitas dari pasangannya. Menginginkan aspek prokreasi saja membuat seseorang memperlakukan keturunan, yang adalah ciptaan agung Allah apapun kondisinya, sebagai produk unggulan yang bisa dibuang kalau cacat dan diproduksi massal kalau bermutu (contoh: proses bayi tabung, wanita yang membeli sperma pilihan di bank sperma atau bangsawan yang istrinya tidak bisa punya anak kemudian membayar wanita untuk ditiduri untuk kemudian diambil anaknya).

Aspek prokreasi dan penyatuan pada kodratnya memang diciptakan Allah untuk saling berkaitan dan tak terpisahkan. Kedekatan, keintiman dan kenikmatan yang merupakan anugerah Allah bagi suami-istri dalam melakukan hubungan intim menciptakan suatu kondisi yang ideal bagi penerusan keturunan dan pemeliharaan keturunan. Seorang pria menemukan seorang wanita. Keduanya saling mencintai dan menikah. Dalam pernikahan cinta mereka menjadi semakin nyata dan intim dalam hubungan seksual yang menyatukan mereka menjadi satu daging (Kej 2:24). Dari situ lahirlah buah cinta mereka yang memang merupakan �buah� dari �cinta� mereka. Sang buah cinta kemudian akan dibesarkan dalam suasana cinta suami-istri, suatu suasana yang sempurna untuk perkembangan dan jiwa sang anak dimana nanti bila dia dewasa dia juga akan meneruskan daur cinta ini ketika dia menemui pasangannya sendiri.

Bersamaan dengan pelarangan keras atas mentalitas kontrasepsi Gereja juga sadar akan saat-saat dimana kehamilan sebaiknya ditunda karena kondisi yang tidak memungkinkan (ie: perang, wabah penyakit, wabah kelaparan, suami/istri sakit parah etc). Paus Paulus VI mengatakan:

�Dalam hubungan dengan kondisi fisik, ekonomi, psikologi dan sosial, peran ke-orang-tua-an yang bertanggungjawab dilaksanakan, baik oleh keputusan sengaja dan dermawan untuk membesarkan keluarga yang besar, atau oleh keputusan, yang dibuat atas motif yang serius dan dengan menghormati hukum moral, untuk menunda sementara waktu, atau untuk satu waktu yang tak ditetapkan, sebuah kelahiran baru.� (Humanae Vitae, Par.10)

Bila memang ada �alasan yang serius� maka metode yang dianjurkan Gereja karena tidak melawan hukum moral adalah KB Alami (KBA).

Pada saat ini banyak sekali kebingungan diantara umat Katolik, terutama pasangan suami-istri atau calon pasangan suami-istri, akan perbedaan antara KBA dan kontrasepsi. Seringkali mereka, atas berbagai alasan, memandang bahwa KBA sama saja dengan kontrasepsi sehingga mereka merasa tidak berdosa karena menggunakan pil-pil KB, KB suntik, kondom, melakukan vasektomi, melakukan sterilisasi atau praktek kontrasepsi lainnya.

Untuk mengerti perbedaan antara KBA dan kontrasepsi perlu diketahui satu prinsip dalam teologi moral Katolik. Menurut teologi moral, suatu tindakan menjadi tidak bertentangan dengan moral bila tindakan itu didasari �niat� yang bermoral dan dilakukan dengan �cara� yang bermoral. Sebagai contoh, tindakan tokoh fiksi Robin Hood yang mencuri dari pejabat kaya dan membagikan curiannya kepada rakyat yang tertindas dan miskin, merupakan tindakan yang bertentangan dengan moral dan karena itu merupakan dosa. Semulia apapun �niat� dari Robin Hood namun �cara� yang digunakannya jahat dan tidak sesuai dengan moral yang bersih. Contoh sebaliknya adalah seorang pejabat yang memberikan sumbangan besar kepada pihak kepolisian untuk urusan operasional polisi agar anaknya yang sedang dalam penyelidikan atas kasus perkosaan bisa dibebaskan. Disini, meskipun �cara� atau upaya yang dilakukan sang pejabat untuk meringankan beban anaknya adalah perbuatan amal yang baik (membantu polisi), namun �niat� ataupun alasan sejati dari perbuatannya adalah untuk mempengaruhi proses hukum. Hal tersebut adalah sesuatu yang bertentangan dengan moral. Karena itu, sebesar apapun nilai pemberian sang pejabat dan seberapa terbantunya kepolisian, perbuatan sang pengusaha adalah dosa besar.

Contoh tersebut bisa digunakan untuk menjernihkan perbedaan antara kontrasepsi dan KBA. Kontrasepsi pada dasarnya diciptakan dengan maksud untuk menghalangi terciptanya kehidupan baru. Karena itu pemakaian kontrasepsi sendiri adalah suatu �cara� yang jahat. Jadi, sekalipun suami-istri mempunyai �niat� yang baik untuk menunda kehamilan yang didasarkan atas �motif yang serius� (sesuai amanah Paus Paulus VI), namun bila mereka menggunakan �cara� yang jahat (ie. kontrasepsi) maka tindakan mereka berlawanan dengan moral.

Nah, berlainan dengan kontrasepsi, metode KBA tidak dibuat dengan niatan untuk menghalangi terciptanya kehidupan baru. Metode KBA dijalankan sesuai dengan kodrat manusia yang dirancang Alah sendiri. Allah memang tidak memberikan perintah absolut bagi manusia untuk selalu berketurunan dalam kondisi apapun.

Metode KBA bekerja dengan menghormati rancangan ilahi Allah yang memberikan masa tidak subur bagi wanita. Sesuai kodratnya wanita mengalami masa tidak subur dan menopause. Ini adalah rancangan Allah untuk kodrat manusia yang menunjukkan bahwa manusia memang tidak dirancang untuk selalu berketurunan. Allah sendiri ketika memerintahkan manusia untuk �beranak cucu dan bertambah banyak� melanjutkan dengan menambahkan �penuhilah Bumi� (Kejadian 1:28). Ini seakan-akan mengatakan bahwa setelah Bumi penuh (dan ini belum terjadi, lihat catatan di bawah) maka tidaklah dosa untuk berhenti berketurunan meskipun masih tidak boleh memiliki mentalitas kontrasepsi.

(catatan: namun sampai saat ini Bumi masih sangat luas dan masih banyak sekali area untuk tempat tinggal manusia. Menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa estimasi jumlah penduduk dunia saat ini adalah 6,500,000,000 orang. Luas daratan Indonesia sendiri adalah kurang lebih 1,826,440,000,000m2. Jadi bila seluruh penduduk dunia ditempatkan di Indonesia maka setiap orang, termasuk bayi, akan mendapat tanah seluas 281m2! Dengan perkiraan kasar tersebut maka pendapat bahwa Bumi sudah kepenuhan penduduk dan jumlahnya harus dikurangi adalah omong kosong dan kebohongan terbesar.)

Penghormatan KBA terhadap kodrat manusia yang dirancang Allah bisa dibandingkan dengan kewajiban mendasar manusia untuk memelihara nyawa. Meskipun manusia wajib memelihara nyawanya dan tidak menghilangkannya dengan sia-sia lewat bunuh diri atau euthanasia, manusia juga tidak diwajibkan Allah untuk memelihara nyawa dengan cara apapun. Karena itu upaya untuk menghindari kematian yang wajar dengan metode medis yang tidak manusiawi dan membebani merupakan sesuatu yang harus dihindarkan. Begitu juga dengan penerusan keturunan, ada saat-saat dimana kehamilan bisa ditunda atas �motif yang serius.� Dan memang menurut rancangan Allah sendiri, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, manusia memang tidak selalu mampu berketurunan (masa tidak subur dan menopause). Penundaan kehamilan atas �motif yang serius� memungkinkan manusia untuk bekerja dalam tatanan kodrat manusia tersebut dengan memanfaatkan masa tidak subur wanita.

Bagaimanapun patut ditekankan bahwa KBA bisa digunakan dengan mentalitas kontraseptif. Bila ini dilakukan maka penggunaan KBA sekalipun merupakan dosa.besar. Satu pasangan suami-istri yang hidup sejahtera dan mampu untuk memelihara 3-4 anak tapi memilih untuk menggunakan KBA dan memilih untuk hanya mempunyai 2 anak dengan alasan agar bisa hidup berkecukupan, telah melakukan dosa besar.

Namun, dilakukan dengan benar maka KBA tidak melanggar rancangan Allah sehingga kasih karuniaNya bagi cinta sejati suami-istri beserta anak-anak mereka yang merupakan berkah dari Allah akan semakin menguduskan keluarga suci tersebut.
 
dikutip dari ekaristi.org oleh Ivan Shurex

Recent Post