Latest News

Showing posts with label Dokumen-dokumen Gereja. Show all posts
Showing posts with label Dokumen-dokumen Gereja. Show all posts

Friday, September 7, 2012

Apologi Mengenai Perserikatan De Facto



Di dalam salah satu diskusi di sebuah grup, seorang umat Katolik memberikan pernyataan bahwa sebuah komunitas umat beriman tanpa adanya Imam Pembimbing atau Pastor Moderator adalah komunitas yang tidak sehat. Berikut ini pernyataannya: 

Intinya gini: apapun bentuk, siapa org2 di dlm komunitasnya, klo gak ada Imam pembimbing/Pastor moderator=TIDAK SEHAT. Bukan suatu komunitas yg patut diikuti oleh umat Katolik. WASPADALAH para umat Katolik!
Pernyataan ini muncul dari sebuah diskusi di mana umat tersebut mempertanyakan perserikatan tanpa imam pembimbing tempat saya dan sejumlah rekan Katolik saya saling belajar membaca, membahas dan memahami dokumen-dokumen Gereja. Saya di grup tersebut sudah memberi tanggapan yang intinya menolak pernyataan di atas.  Berikut ini responnya:


Kitab Hukum Kanonik menjamin eksistensi atau keberadaan Perserikatan De Facto, yaitu perserikatan kaum beriman yang didirikan atas persetujuan di antara anggotanya dengan peraturan yang ditetapkan bersama oleh para anggota itu sendiri tanpa ingin mencari pengakuan gerejawi otoritas Gereja setempat. Karena tidak mencari pengakuan gerejawi, maka tentu tidak akan ada ditemukan pastor atau uskup pembimbing dalam Perserikatan De Facto. Pernyataan Saudara ini jelas bertentangan dengan Kitab Hukum Kanonik apalagi sampai berkata bahwa Perserikatan De Facto = Tidak sehatkarena tidak adanya Imam pembimbing.

Pernyataan-pernyataan KHK yang terkait:
Kan. 215        Adalah hak sepenuhnya kaum beriman kristiani untuk dengan bebas mendirikan dan juga memimpin perserikatan-perserikatan dengan tujuan amal-kasih atau kesalehan, atau untuk mengembangkan panggilan kristiani di dunia, dan untuk mengadakan pertemuan-pertemuan guna mencapai tujuan-tujuan itu bersama-sama.
Kan. 299 � 1  Kaum beriman kristiani berhak sepenuhnya untuk mendirikan perserikatan-perserikatan, dengan perjanjian privat antar mereka sendiri, untuk mengejar tujuan-tujuan yang disebut dalam kan. 298, � 1, dengan tetap berlaku ketentuan kan. 301, �1.
Kan. 298 � 1  Dalam Gereja hendaknya ada perserikatan-perserikatan yang berbeda dengan tarekat-tarekat hidup-bakti dan serikat-serikat hidup kerasulan, dimana orang-orang beriman kristiani baik klerikus maupun awam atau klerikus dan awam bersama-sama, dengan upaya bersama mengusahakan pembinaan hidup yang lebih sempurna, atau untuk memajukan ibadat publik atau ajaran kristiani, atau melaksanakan karya-karya kerasulan lain, yakni karya evange- lisasi, karya kesalehan atau amal dan untuk menjiwai tata dunia dengan semangat kristiani.
Kan. 301 � 1  Hanyalah otoritas gerejawi yang berwenang berhak mendirikan perserikatan kaum beriman kristiani yang bertujuan menyampaikan ajaran kristiani atas nama Gereja atau memajukan ibadat publik, atau mengejar tujuan-tujuan lain, yang penyelenggaraannya menurut hakikatnya direservasi pada otoritas gerejawi itu.

Penjelasan terhadap Perserikatan Kaum Beriman termasuk Perserikatan De Facto dapat dibaca di tulisan seorang Lisensiat Hukum Kanonik bernama R. Michael Dunnigan, JD, JCL. (Juris Canonici Licentiatus -- Licentiate in Canon Law).

Saya kutipkan yang secara langsung berkaitan dengan Perserikatan De Facto.
However, a group need not seek any official recognition by the bishop. This is the meaning of the repeated reference by Vatican II to lay people acting "on their own initiative." Different groups have different purposes. The two values that the group must weigh are (1) recognition by the bishop, which may help some groups to accomplish their purposes, and (2) flexibility, which comes from maintaining independence from formal Church structures. The key thing to remember is that different structures fit different groups. Recognition brings both advantages and disadvantages,[15] and there is nothing wrong with a lay apostolate that does not request official status.[16] Groups that do not seek recognition are called "de facto associations" and they are entirely legitimate.[17] (Both Andrew's apostolate and the Saint Joseph Foundation are de facto associations.)
Although canon law especially recommends associations that have official status (c. 298), canonists appear to be unanimous that the faithful have a right to form and to join groups that are not recognized by the bishop.[18] The Canon Law Society of America says that "it would be a violation of this right to prohibit membership in associations that are established in keeping with the law, even though they are not organized by or under the direction of a pastor or bishop."[19]
Inti dari petikan di atas: Sebuah perserikatan umat beriman TIDAK WAJIB mencari pengakuan resmi apapun dari Uskup. Hal ini dikatakan bahwa kaum awam bertindak "atas dasar inisiatif mereka sendiri." Perserikatan yang tidak mencari pengakuan dari otoritas Gereja disebut Perserikatan De Facto dan perserikatan jenis ini sepenuhnya LEGITIM (SAH). Contohnya: Andrew's apostolate and the Saint Joseph Foundation. Adalah sebuah pelanggaran melarang kaum beriman untuk bergabung dalam perserikatan de facto ini sekalipun tidak diatur atau berada di bawah bimbingan seorang pastor atau uskup.

Jadi, pernyataan seorang Katolik di atas,walau mungkin tidak secara eksplisit melarang umat beriman bergabung dalam Perserikatan De Facto, telah dengan eksplisit merendahkan perserikatan tipe ini padahal perserikatan tipe ini sah menurut KHK.

Ket: Saya sengaja mempublikasikan dan mengarsipkannya di situs ini agar dibaca lebih luas lagi supaya umat Katolik lainnya tidak jatuh pada pemahaman "sebuah komunitas umat beriman tanpa imam pembimbing = Tidak sehat." Pemahaman seperti ini, bila ditelaah, adalah salah satu bentuk romo-sentrisme.

Pax et Bonum


Saturday, September 1, 2012

5 Kesalahpahaman Umum Mengenai Konsili Vatikan II


Menjelang  umur 50 tahun, Konsili Vatikan II yang diselenggarakan dari tanggal 11 Oktober 1962 hingga 8 Desember 1965 masih sering disalahpahami dari berbagai sisi oleh banyak umat Katolik. Penyebaran kekeliruan melalui media yang sangat cepat dan begitu intens mengenai Konsili Vatikan II semakin membuat kesalahpahaman tersebut mengakar dan tentu saja semakin sulit untuk dikoreksi. Tetapi, bagaimanapun juga, kita tidak dapat berada dalam kondisi seperti ini terus. Oleh karena itu, saya akan memaparkan sejumlah kesalahpahaman umum mengenai Konsili Vatikan II dan koreksinya.

1. Konsili Vatikan II adalah konsili dogmatis.

Apa yang dimaksudkan dari pernyataan ini adalah Konsili Vatikan II merupakan konsili yang membuat dan mendeklarasikan ajaran (dogma dan doktrin) baru yang berbeda dari ajaran Gereja Katolik sebelum Konsili Vatikan II. Ajaran-ajaran Konsili Vatikan II dipandang sebagai satu-satunya ajaran Gereja yang berlaku untuk masa sekarang, sementara ajaran-ajaran konsili-konsili ekumenis sebelumnya tidak berlaku lagi.

Pernyataan di atas adalah keliru dan tidak pernah sesuai dengan apa yang diintensikan oleh Konsili Vatikan II sendiri. Konsili Vatikan II sungguh adalah magnum opus (karya besar) Gereja Katolik pada abad ke-20 tetapi sifat atau natur dari Konsili Vatikan II bukanlah konsili dogmatis melainkan konsili pastoral. Konsili Vatikan II secara umum berbicara bagaimana ajaran-ajaran Gereja yang sudah dipegang sejak Gereja berdiri tahun 33 AD disajikan dan diteruskan kepada dunia dalam bentuk yang lebih segar sesuai dengan perkembangan zaman serta bagaimana Gereja berinteraksi dengan dunia modern tanpa mengkompromikan ajaran-ajarannya. Berikut ini saya kutipkan pernyataan-pernyataan Para Bapa Konsili Vatikan II dan Joseph Cardinal Ratzinger (sekarang Paus Benediktus XVI):
�Tujuan [Vatikan II] sejak pertama adalah pembaharuan pastoral dalam Gereja dan sebuah pendekatan baru kepada [dunia] luar.� (John Kardinal Heenan, Kardinal dan Uskup Agung Westminster, Bapa Konsili Vatikan II)
�Ada mereka yang bertanya atas otoritas apa, atas kualifikasi teologis apa Konsili [Vatikan II] berkehendak untuk memberikan kepada ajaran-ajarannya, dengan mengetahui bahwa konsili [Vatikan II] menghindari mengeluarkan definisi-definisi dogmatis yang meriah [yang] didukung oleh otoritas mengajar Gereja yang tidak bisa salah. Jawabannya [dapat] diketahui oleh mereka yang mengingat deklarasi konsili pada 6 Maret 1964 yang diulangi lagi pada 16 November 1964. Mengingat sifat pastoral dari Konsili [Vatikan II], [konsili ini] menghindari pernyataan secara luar biasa atas dogma apapun yang membawa tanda ke-tak-bisa-salah-an.� (Paus Paulus VI)
� ... Memang ada mentalitas pandangan sempit yang mengisolasi Vatikan II dan yang telah memprovokasi pertentangan ini. Ada banyak hal darinya yang memberikan kesan bahwa, sejak Vatikan II dan sesudahnya, semuanya telah berubah, dan apa yang mendahuluinya (Vatikan II) tidak mempunyai nilai atau, paling tidak, hanya mempunyai nilai dalam terang Vatikan II. ... Konsili Vatikan II tidak diperlakukan sebagai bagian dari seluruh Tradisi yang hidup dari Gereja., tapi sebagai akhir dari tradisi, sebuah awal dari nol. Padahal sebenarnya adalah konsili ini tidak mendefinisikan dogma apapun, dan secara sengaja memilih untuk tetap berada pada level yang sederhana, hanya sebagai konsili pastoral; namun banyak yang memperlakukannya (Vatikan II) seakan-akan [Vatikan II] sendiri membuat dirinya (Vatikan II) menjadi suatu superdogma yang menghilangkan pentingnya semua [Tradisi hidup Gereja] yang lain. ... Satu-satunya cara yang mana untuk membuat Vatikan II masuk akal adalah untuk menyajikannya (Vatikan II) sebagai apa adanya; [yaitu sebagai] satu bagian dari ketidakterputusan, keunikan Tradisi dari Gereja dan dari imannya (Gereja).� (Joseph Kardinal Ratzinger, sekarang Paus Benediktus XVI, di hadapan para Uskup Cile.)
Ket: Terimakasih kepada Deusvult, moderator situs ekaristi.org, atas terjemahannya.

2. Konsili Vatikan II membatalkan dogma Extra Ecclesiam Nulla Salus (Di Luar Gereja Tidak Ada Keselamatan). Konsili Vatikan II mengajarkan bahwa �di luar Gereja ada keselamatan.�

Kesalahpahaman ini adalah konsekuensi dari kesalahpahaman pertama yang saya tulis di atas. Banyak umat Katolik menganggap bahwa dogma Extra Ecclesiam Nulla Salus adalah ajaran Gereja masa lalu yang sudah dibatalkan oleh Konsili Vatikan II dan digantikan dengan ajaran �Di Luar Gereja Ada Keselamatan� bahkan ada pula yang semakin memperluasnya menjadi �Di Luar Kristus Ada Keselamatan�. Malah banyak pula yang menyatakan Extra Ecclesiam Nulla Salus tidak pernah menjadi dogma Gereja Katolik, dulu dan sekarang.  Konsili Vatikan II dipandang, oleh banyak umat Katolik sendiri, mengajarkan bahwa agama-agama lain dan gereja-gereja lain juga dapat menghantar setiap orang kepada keselamatan sama seperti Gereja Katolik menjadi tanda dan sarana keselamatan bagi semua bangsa. Dengan kata lain, agama-agama dan gereja-gereja tersebut menjadi jalan keselamatan yang komplementer terhadap Gereja Katolik.

Tentu saja hal di atas kesalahpahaman yang sama sekali tidak pernah diajarkan Konsili Vatikan II. Mengenai hal ini saya telah membahasnya secara lebih detail pada artikel: Apakah Konsili Vatikan II Menganulir Dogma EENS?. Apa yang diajarkan Gereja sebelum dan sesudah Konsili Vatikan II adalah sama termasuk Dogma Extra Ecclesiam Nulla Salus. Saya pertegas kembali; DOGMA Extra Ecclesiam Nulla Salus. Karena EENS adalah DOGMA Gereja, maka setiap umat beriman Katolik terikat kewajiban untuk mengimani dogma ini sama seperti mengimani Dogma Tritunggal, Dogma Maria Bunda Allah dan dogma-dogma lainnya. Untuk membantu memahami Dogma EENS, saya telah menuliskan artikel berjudul: Di Luar Yesus Kristus dan Gereja Katolik Tidak Ada Keselamatan. Berikut ini saya tampilkan bukti-bukti dari dokumen Gereja Katolik yang menegaskan bahwa Konsili Vatikan II tidak menganulir dogma EENS:
Maka perlulah semua orang bertobat kepada Kristus, yang dikenal melalui pewartaan Gereja, dan melalui Babtis disaturagakan ke dalam Dia dan Gereja, yakni Tubuh-Nya. Sebab Kristus sendiri �dengan jelas-jelas menegaskan perlunya iman dan babtis (lih. Mrk 16:16;  Yoh 3:5), sekaligus menegaskan perlunya Gereja, yang dimasuki orang-orang melalui Babtis bagaikan pintunya. Maka dari itu andaikata ada orang yang mengetahui bahwa Gereja Katolik itu didirikan oleh Allah melalui Yesus Kristus sebagai upaya yang perlu, namun tidak mau masuk ke dalamnya, ia tidak dapat diselamatkan.� (Konsili Vatikan II, Dekrit Ad Gentes 7)
Maka dari itu andaikata ada orang yang mengetahui bahwa Gereja katolik itu didirikan oleh Allah melalui Yesus Kristus sebagai upaya yang perlu, namun tidak mau masuk ke dalamnya atau tetap tinggal di dalamnya, ia tidak dapat diselamatkan.  (Konsili Vatikan II, Konstitusi Dogmatis Lumen Gentium 14)
Pernyataan dan Pengajaran Gereja Katolik setelah Konsili Vatikan II:
�Tidak ada keselamatan di luar Gereja. Hanya dari dialah (Gereja) kuasa hidup menuju Kristus dan RohNya mengalir secara pasti dan secara penuh, untuk memperbaharui seluruh kemanusiaan, dan karenanya mengarahkan setiap manusia untuk menjadi bagian dari Tubuh Mistik Kristus.�(Pope John Paul II, Radio Message for Franciscan Vigil in St. Peter's and Assisi, October 3, 1981, L'Osservatore Romano, October 12, 1981.)
Harus diimani dengan teguh bahwa Gereja adalah tanda dan sarana keselamatan bagi semua bangsa. Adalah bertentangan dengan iman Katolik untuk memandang berbagai agama dunia sebagai jalan-jalan keselamatan komplementer terhadap Gereja. (Kongregasi Doktrin Iman, Notifikasi Mengenai Tulisan Romo Jacques Dupuis, SJ., tanggal 24 Januari 2001)
�...adalah jelas bahwa menjadi bertentangan dengan iman, untuk menganggap Gereja sebagai satu jalan keselamatan yang ada berdampingan dengan jalan-jalan agama- agama lain, yang dilihat sebagai yang melengkapi Gereja atau yang secara hakiki sama dengannya, meskipun jika ini dikatakan sebagai pertemuan dengan Gereja menuju kerajaan Tuhan di akhir jaman.� (Deklarasi Dominus Iesus, dikeluarkan oleh Kongregasi Doktrin Iman tanggal 6 Agustus 2000)
3. Konsili Vatikan II mengamanatkan penerimaan Komuni Kudus di tangan sambil berdiri.

Konsili Vatikan II sama sekali tidak pernah mengamanatkan penerimaan Komuni Kudus di tangan sambil berdiri dalam dokumen-dokumennya. Selama berabad-abad bahkan hingga detik ini, norma resmi dan universal Gereja Katolik Latin mengenai penerimaan Komuni Kudus adalah penerimaan di lidah sambil berlutut.

Praktik menerima Komuni Kudus di tangan adalah indultatau pengecualian terhadap norma universal Gereja Katolik yang diberikan oleh Para Paus kepada konferensi-konferensi para uskup yang meminta indult tersebut di wilayahnya. Tanggal 29 Mei 1969 (4 tahun sesudah Vatikan II), dalam Instruksi Memoriale Domini, Paus Paulus VI mengamanatkan agar setiap konferensi para uskup mempertahankan norma tradisional penerimaan Komuni Kudus di lidah sambil berlutut. Namun, di samping itu juga, Paus Paulus VI menyatakan dapat memberi indult (pengecualian dari norma Gereja Universal) kepada konferensi-konferensi para uskup yang memintanya terkait penerimaan Komuni Kudus di tangan. Sejak 1970, banyak konferensi para uskup menerima indult tersebut. Romo Greg J. Markey membandingkan permintaan indult ini dengan kasus perceraian yang diizinkan Musa (bdk Mat 19:8). Karena ketegaran para uskup meminta indult Komuni di tangan, Paus Paulus VI mengizinkannya. Akan tetapi, sejak semula tidaklah demikian.

Silahkan baca berbagai artikel mengenai penerimaan Komuni di lidah yang mau tidak mau juga membahas mengenai penerimaan Komuni di tangan.

4. Konsili Vatikan II membatalkan Misa Latin Tradisional (Forma Ekstraordinaria atau Tridentin) dan menggantikannya dengan Misa Paulus VI (Forma Ordinaria atau Novus Ordo).

Banyak umat Katolik (dan juga para imam) ketika mendengar mengenai Misa Latin Tradisional menganggap Misa ini sebagai Misa pra-Vatikan II yang jadul, kuno dan sudah tidak dirayakan lagi setelah Konsili Vatikan. Konsili Vatikan II dipandang menggantikan Misa ini dengan Misa yang umum kita rayakan sekarang yang dikenal dengan nama Misa Paulus VI (Novus Ordo). Anggapan salah yang terjadi kemudian adalah bahwa Misa Tridentin tidak berlaku lagi setelah Konsili Vatikan II.

Tentu saja Konsili Vatikan II tidak pernah menggantikan Misa Tridentin dengan Misa Novus Ordo ini. Vatikan II tidak pernah mengamanatkan hal ini. Misa Paulus VI sendiri diperkenalkan dan dipromulgasikan oleh Paus Paulus VI pada 3 April 1969 melalui Konstitusi Apostolik Missale Romanum. Setelah promulgasi ini, Paus Paulus VI tetap mengizinkan Misa Latin Tradisional dirayakan di berbagai tempat termasuk Inggris dan Wales. Dua imam kudus yang terkenal, St. Padre Pio dan St. Josemaria Escriva juga masih tetap merayakan Misa Latin Tradisional sampai Allah memanggil mereka.

Paus Benediktus XVI, dalam Motu Proprio Summorum Pontificum yang dikeluarkan tanggal 7 Juli 2007, menegaskan bahwa: �Karena itu, adalah diijinkan untuk merayakan Kurban Misa mengikuti edisi tipikal dari Misa Roma, yang dipromulgasikan oleh Beato Yohanes XXIII pada 1962 dan tidak pernah dibatalkan (abrogated), sebagai suatu bentuk luarbiasa dari Liturgi Gereja.�

5. Konsili Vatikan II mengamanatkan bahwa kaum awam dapat membagikan Komuni Kudus.

Yang dapat dan berhak membagikan Komuni Kudus adalah kaum tertahbis, sementara kaum awam tidak dapat dan tidak berhak membagikan Komuni Kudus. Ini adalah norma universal-nya. Beato Yohanes Paulus II menegaskan norma universal ini dalam Dokumen Dominicae Cenae (1980). �To touch the sacred species and to distribute them with their own hands is a privilege of the ordained,

Konsili Vatikan II sama sekali tidak mengamanatkan bahwa kaum awam dapat membagikan Komuni Kudus. Sama seperti penerimaan Komuni Kudus di tangan, praktik �kaum awam membagikan Komuni Kudus� merupakan indult (pengecualian dari norma Universal) yang diberikan atas persetujuan Tahta Suci. Immensae Caritatis, sebuah dokumen Gereja yang dikeluarkan oleh Kongregasi Penyembahan Ilahi dan Disiplin Sakramen pada tahun 1973, menjelaskan kondisi-kondisi di mana seorang awam, dikecualikan dari norma universal, dapat membagikan Komuni Kudus. Kondisi-kondisi itu adalah seperti tidak adanya kaum tertahbis yang dapat membagikan Komuni Kudus; kaum tertahbis berada dalam kondisi yang tidak sehat sehingga tidak dapat membagikan Komuni Kudus; dan kondisi di mana terdapat umat dalam jumlah yang sangat besar sehingga pembagian Komuni Kudus akan memakan waktu yang sangat lama bila hanya dibagikan oleh kaum tertahbis.


Demikianlah 5 kesalahpahaman umum mengenai Konsili Vatikan. Koreksi terhadap kesalahpahaman-kesalahpahaman tersebut dibuat atas dasar kasih dalam kebenaran. Sekarang saatnya kita memandang Konsili Vatikan II dengan benar, dengan memandangnya dalam keselarasan dengan konsili-konsili sebelumnya. Mari membiasakan yang benar ketimbang membenarkan kebiasaan.

Pax et Bonum

Thursday, August 9, 2012

Pray, Pray, and Pray


"If you then, being evil, know how to give good gifts to your children, how much more shall your Father which is in heaven give good things to them that ask him?' (Mt. 7:11). He says good things, because God does not give all things to them that ask Him, but only good things." (St. Thomas Aquinas, Doctor of the Church)

"Above all I recommend to you always, recollection, that holy solitude, that inner sacred desert in which your soul ought always to be alone in the bosom of the heavenly Father, in the silence of faith and holy love." (St. Paul of the Cross)


"If He who was without sin prayed, how much more ought sinners to pray?" (St. Cyprian of Carthage)

"Do nothing at all unless you begin with prayer." (St. Ephraem the Syrian, Doctor of the Church)

"May prayer be our refuge in every necessity, and penance our safeguard against sin." (Gueranger)

"Pray, pray, pray; prayer is the key to the treasures of God. It is the weapon of combat and of victory in every battle for good over evil." (Pope Pius XII)

"The more a man is deficient in wisdom, weak in strength, borne down with trouble, prone to sin, so ought he the more to fly to Him who is the never-ceasing fount of light, strength, consolation, and holiness." (Pope Leo XIII, "Divinum Illud Munus", 1897)

"The spiritual life, however, is not limited solely to participation in the liturgy. The Christian is indeed called to pray with others, but he must also enter into his bedroom to pray to his Father in secret; furthermore, according to the teaching of the apostle, he must pray without ceasing." (Second Vatican Council)

"Redouble your prayers so that God might be with you in a greater abundance of grace, fighting and triumphing with you. Accompany your prayers with the practice of the Christian virtues, especially charity toward the needy. Seek God's mercies with humility and perseverance, renewing every day the promises of your baptism." (Pope Leo XIII, "Custodi Di Quella Fede", 1892)

"We beseech all again and again not to yield to the deceits of the old enemy, nor for any cause whatsoever to cease from the duty of prayer. Let their prayers be persevering, let them pray without intermission; let their first care be to supplicate for the sovereign good - the eternal salvation of the whole world, and the safety of the Church. Then they may ask from God other benefits for the use and comfort of life, returning thanks always, whether their desires are granted or refused, as to a most indulgent father. Finally, may they converse with God with the greatest piety and devotion according to the example of the Saints, and that of our Most Holy Master and Redeemer, with great cries and tears." (Pope Leo XIII, "Octobri Mense", 1891)

Thursday, August 2, 2012

Bolehkah Novena atau Praktik Devosi Diselipkan atau Digabungkan ke dalam Misa Kudus?

Untuk menjawab pertanyaan ini, Indonesian Papist akan mengutip pernyataan dari dokumen resmi Gereja berikut ini (silahkan klik link untuk membacanya langsung dari situs resmi Vatican):
13. The objective difference between pious exercises and devotional practices should always be clear in expressions of worship. Hence, the formulae proper to pious exercises should not be commingled with the liturgical actions. Acts of devotion and piety are external to the celebration of the Holy Eucharist, and of the other sacraments.

On the one hand, a superimposing of pious and devotional practices on the Liturgy so as to differentiate their language, rhythm, course, and theological emphasis from those of the corresponding liturgical action, must be avoided, while any form of competition with or opposition to the liturgical actions, where such exists, must also be resolved. Thus, precedence must always be given to Sunday, Solemnities, and to the liturgical seasons and days.
Since, on the other, pious practices must conserve their proper style, simplicity and language, attempts to impose forms of "liturgical celebration" on them are always to be avoided.
....

From the offices of the Congregation for Divine Worship and the Discipline of the Sacraments, 17 December 2001.

Jorge A. Card. Medina Est�vez
Prefect

Perhatikan pada pernyataan yang saya tebalkan. Poin-poin penting yang bisa didapat dari pernyataan tersebut adalah:
1. Formula yang tepat untuk praktik kesalehan dan devosional tidak boleh bercampur dengan tindakan liturgi. Tindakan devosi dan kesalehan adalah EKSTERNAL terhadap Ekaristi Kudus dan Sakramen-sakramen lainnya.
2. Seharusnya selalu dihindari praktek memasukkan praktik kesalehan dan devosional ke dalam Liturgi. Juga harus selalu dihindari memaksakan bentuk "Perayaan Liturgi" bagi praktik kesalehan dan devosional.

Pater Edward McNamara, L.C.,  Professor Liturgi Universitas Regina Apostolorum memberikan jawaban yang sama untuk pertanyaan yang sama soal Novena/Praktik Devosional selama Misa Kudus. Jawaban Beliau seutuhnya dapat dilihat di situs berita Katolik ZENIT.

Beliau juga mengutip dokumen DIRECTORY ON POPULAR PIETY AND THE LITURGY PRINCIPLES AND GUIDELINES no.13 dan memberikan konklusi/kesimpulan sebagai berikut:
�Therefore it is incorrect to mingle any devotional exercise such as a novena or non-liturgical litanies within the context of the Mass; this mixing respects neither the nature of the Eucharistic celebration nor the essence of the pious exercise. Novenas or non-liturgical litanies may, however, be recited immediately before or after Mass.�

Jadi, kesimpulan Beliau adalah TIDAK TEPAT menggabungkan praktik devosional seperti Novena atau Litani Non-Liturgis ke dalam Misa Kudus. Pencampuran/penggabungan ini sama sekali tidak menghormati sifat/natur dari Ekaristi serta esensi dari praktik devosional. Praktik devosional dapat dilakukan segera sebelum atau sesudah Misa Kudus.

Kepada Beliau diberikan juga pertanyaan apakah devosi-devosi dapat dilakukan selama Adorasi Ekaristi. Beliau mengajukan DIRECTORY ON POPULAR PIETY AND THE LITURGY PRINCIPLES AND GUIDELINES No. 165 sebagai dasar penjelasannya yang berbunyi:
� ... Gradually, the faithful should be encouraged not to do other devotional exercises during exposition of the Blessed Sacrament. Given the close relationship between Christ and Our Lady, the rosary can always be of assistance in giving prayer a Christological orientation, since it contains meditation of the Incarnation and the Redemption.�
Terjemahan Bebas: "... Secara bertahap, umat beriman harus didorong untuk tidak melakukan praktik devosional lainnya selama eksposisi Sakramen Mahakudus (Cat. Indonesian Papist: Mengangkat dan Memperlihatkan Sakramen Mahakudus kepada umat). Mengingat hubungan yang erat antara Kristus dan Bunda Maria, Doa Rosario selalu dapat menjadi bantuan dalam memberikan orientasi kristologis terhadap doa, karena Doa Rosario mengandung meditasi akan Inkarnasi dan Penebusan."

Dari pernyataan di atas, kita bisa melihat bahwa Doa Rosario secara khusus disebutkan sebagai devosi yang dapat dilakukan selama Eksposisi Sakramen Mahakudus karena memberikan orientasi kristologis. Pater McNamara, L.C., menambahkan bahwa adalah mungkin bagi devosi-devosi yang memberikan orientasi kristologis untuk dilakukan selama Eksposisi Sakramen Mahakudus. Devosi-devosi tersebut termasuk novena-novena untuk persiapan Natal dan hari raya lainnya yang dapat digunakan sebagai doa-doa vokal dan aklamasi segera sebelum Pemberkatan (Benediction). Hal ini tidak berlaku untuk novena atau devosi terhadap Para Kudus tertentu.

Semoga bermanfaat!
Pax et Bonum
Indonesian Papist
Follow this blog @Katolik_Roma



Wednesday, August 1, 2012

�Kelompok Kategorial� Menurut Kitab Hukum Kanonik Gereja Katolik

Sulit untuk menemukan istilah �Kelompok Kategorial� atau �Kelompok Kategorial Katolik� dalam dokumen-dokumen resmi Gereja Universal. Tampaknya istilah ini (dan juga istilah kelompok kategorial) hanya umum berlaku di Indonesia, diperkenalkan dalam rangka melaksanakan reksa pastoral Gereja Indonesia.   Di samping itu, terdapat pula perbedaan definisi mengenai �Kelompok Kategorial Katolik� ini dalam berbagai paroki. Dalam artikel ini akan diangkat beberapa contoh.

Paroki St. Stephanus Cilacap (Jawa Tengah) mendefinisikannya sebagai berikut:
�Kelompok kategorial adalah paguyuban umat beriman yang bersekutu berdasarkan usia, profesi, minat, devosi, dan bukan merupakan ormas. Kelompok kategorial yang ada di Paroki St. Stephanus Cilacap adalah sebagai berikut: Persekutuan Doa Karismatik, Legio Maria, Pendampingan Iman Anak (PIA), Orang Muda Katolik (OMK), Putra-putri altar (PPA), Santa Monika, Komunitas Peduli Lansia, Komunitas Tritunggal Mahakudus (KTM), Anthiokia, Choice, Kelompok Meditasi Kristiani, Kelompok Karyawan Muda Katolik (KKMK), Paguyuban Para Guru Katolik, kelompok ME, Ikatan Keluarga Karyawan Pertamina, dan Kelompok ibu-ibu katolik(WK).�

Sedangkan Paroki St. Kristoforus Grogol (DKI Jakarta) mendefinisikannya sebagai berikut:
�Kelompok Kategorial adalah wadah-wadah yang masing-masing dibentuk oleh sekelompok orang dengan visi dan misi yang mendukung dinamika reksa pastoral Paroki dan menjadi suatu wadah yang terbuka (inklusif) dan berperan-serta dalam kegiatan Paroki. ... Kelompok Kategorial yang dimaksud didalam Paroki yang ada sekarang adalah : Marriage Encounter (ME), Mudika Paroki, Legio Maria, Persekutuan Doa Karismatik Katolik (PDKK) Muda-Mudi St. Stefanus, Persekutuan Doa Karismatik Katolik (PDKK) Umum St. Kristoforus, Antiokhia, Gerakan Imam Maria (GIM), Paguyuban Wredatama Kardinal Yustinus Darmoyuwono, Wakawuri Katolik Santa Monika, Wanita Katolik Republik Indonesia (WKRI), Kelompok Karyawan Muda Katolik (KKMK), dan Kelompok Meditasi Kristiani.�

Lain dari kedua paroki di atas, Paroki St. Stefanus Cilandak (DKI Jakarta) memberikan pembedaan yang menarik.
�PELAYANAN KATEGORIAL adalah Pelayanan kepada umat awam yang berbasis pada kesamaan jenis profesi, pekerjaan atau panggilan hidup, yang memer-lukan pendampingan pastoral untuk dapat berkembang dalam hal penghayatan iman dan kerohanian. Termasuk didalamnya adalah kelompok kategorial para dokter, para guru, para medis, para ahli hukum, para usahawan, dan sebagainya.
�PELAYANAN ORGANISASI adalah Pelayanan kepada umat yang berbasis pada kesamaan motif dan minat dalam berorganisasi, yang memerlukan pendampingan agar dapat berkembang secara organisatoris maupun rohani. Termasuk didalamnya adalah paguyuban-paguyuban, seperti paguyuban para lanjut usia (lansia), para wara-kawuri, Kelompok Suara Muda (KSM), Muda-mudi Katolik (Mudika), PMKRI, Wanita Katolik R.I., Marriage Encounter (M.E.), Pasutri untuk Kristus (PASUKRIS), paguyuban seni karawitan, kelompok paduan suara, putera-puteri altar, dan lain-lain.
�PELAYANAN GERAKAN ROHANI adalah Pelayanan kepada umat yang berhimpun dalam kesamaan penghayatan rohani atau devosi, dimana pendampingan diperlukan agar gerakan tersebut dapat berkembang selaras dengan ajaran Gereja. Termasuk didalamnya adalah: Legio Maria, Kelompok Tritunggal Maha Kudus, PDKK, Kelompok Bunda Maria Bunda Gereja, Kelompok Taize, dan lain-lain.�

Dari berbagai definisi di atas, kita bisa melihat bahwa Legio Maria digolongkan sebagai kelompok kategorial di Paroki St. Stephanus Cilacap dan St. Kristoforus Grogol. Tetapi, Paroki St. Stefanus Cilandak, Legio Maria tidak digolongkan sebagai kelompok kategorial melainkan sebagai kelompok gerakan rohani.

Mari kita lupakan dulu soal definisi dari �Kelompok Kategorial� dan beranjak ke bagaimana aturan-aturan dalam Kitab Hukum Kanonik mengenai �kelompok kategorial� ini. Lebih lanjut, penulis akan menggunakan istilah resmi yang tercantum dalam Kitab Hukum Kanonik yaitu Perserikatan Kaum Beriman Kristiani.

Dalam KHK, kita bisa melihat bahwa Gereja Katolik menghendaki adanya �perserikatan-perserikatan yang berbeda dengan tarekat-tarekat hidup-bakti dan serikat-serikat hidup kerasulan, dimana orang-orang beriman kristiani baik klerikus maupun awam atau klerikus dan awam bersama-sama, dengan upaya bersama mengusahakan pembinaan hidup yang lebih sempurna, atau untuk memajukan ibadat publik atau ajaran kristiani, atau melaksanakan karya-karya kerasulan lain, yakni karya evangelisasi, karya kesalehan atau amal dan untuk menjiwai tata dunia dengan semangat kristiani.� (KHK 298�1).

Kita mengetahui bahwa di dalam Gereja Katolik terdapat begitu banyak ordo-ordo biarawan biarawati, serikat dan kongregasi Para Imam, dan sebagainya. Namun, Gereja menyadari perlunya perserikatan bagi para awam pula. Hal ini tercermin dalam Dekrit Konsili Vatikan II Apostolicam Actuositatem mengenai Kerasulan Awam.
�Sebab perserikatan-perserikatan, yang didirikan untuk kegiatan-kegiatan merasul secara bersama, mendukung para anggotanya dan membina mereka untuk merasul, lagi pula dengan cermat menyiapkan serta mengatur usaha-usaha kerasulan mereka, sehingga dari padanya boleh diharapkan hasil-hasil yang jauh lebih melimpah, daripada bila masing-masing menjalankan kegiatannya sendiri.�(Apostolicam Actuositatem 18)

Dalam Kitab Hukum Kanonik, kita bisa melihat klasifikasi tipe-tipe perserikatan yang ada dalam Gereja Katolik. Dua yang disebutkan paling pertama merupakan bentuk perserikatan yang paling umum dalam Gereja Katolik.

1. Perserikatan Privat, yaitu perserikatan yang didirikan dengan perjanjian privat antar anggota yang berada di dalamnya untuk mengejar tujuan-tujuan yang disebut dalam KHK 298�1. (bdk. KHK 299�1). Perserikatan-perserikatan privat ini diarahkan dan dipimpin oleh kaum beriman kristiani menurut ketentuan-ketentuan statuta di dalam perserikatan tersebut. Keterlibatan dan pengaruh otoritas gerejawi terhadap perserikatan ini tergantung pada level pengakuan yang dicari oleh perserikatan tersebut. Dari paling tidak terstruktur hingga paling terstruktur, perserikatan privat dikategorikan sebagai berikut: De Facto, Diakui, Dipuji atau Dianjurkan, dan Badan Hukum.

Perserikatan privat dengan kategori De Factoberdiri berdasarkan persetujuan umum di antara anggotanya tetapi tidak mendapatkan pengakuan dari otoritas Gereja. Karena perserikatan privat kategori ini tidak mencari pengakuan dari Gereja, statuta perserikatan tidak memerlukan penyelidikan dari otoritas gerejawi. Ketiadaan penyelidikan ini memberikan fleksibilitas yang besar dalam mengembangkan karyanya. Namun, struktur perserikatan yang kurang jelas dan kuat mendorong terjadinya konflik dan perpecahan yang akan berakibat runtuhnya perserikatan. Selain itu, ketiadaan penyelidikan oleh otoritas gerejawi juga mendorong terciptanya �persepsi kerahasiaan� di mana apa yang telah dilakukan oleh perserikatan ini, baik yang benar maupun yang salah, tidak dapat diketahui oleh Gereja. Oleh karena alasan ini, KHK menyatakan bahwa �tidak satu pun perserikatan privat kaum beriman kristiani dalam Gereja diakui, kecuali statutanya diselidiki oleh otoritas yang berwenang.� (KHK 299�3)

Perserikatan privat dengan kategori Diakui merupakan perserikatan privat de facto yang sudah mendapatkan pengakuan atas keberadaannya oleh otoritas gerejawi. Perserikatan privat ini mengizinkan statuta perserikatan diselidiki oleh otoritas gerejawi yang berkompeten. Dalam status Diakuiini, dialog dan kerjasama yang lebih baik di antara para anggota perserikatan privat dan hierarki Gereja perlu lebih diupayakan dan didorong. Perserikatan privat Diakui ini memiliki otonomi yang sama dengan perserikatan privat De Facto.

Perserikatan privat dengan kategori Dipuji atau Dianjurkan namun tidak memiliki status Badan Hukum memiliki otonomi dan fleksibilitas yang sama dengan dua kategori perserikatan privat sebelumnya. Perbedaan utamanya adalah pada level penyelidikan oleh otoritas gerejawi yang berkompeten. Sementara Kitab Hukum Kanonik tidak secara eksplisit menyatakan bahwa uskup atau ordinaris lokal harus menerima statuta perserikatan sebelum memuji dan menganjurkan perserikatan tersebut, tentu jelas bahwa tidak akan ada uskup yang memuji dan menganjurkan perserikatan yang tidak dia setujui keberadaannya. Bila perserikatan menghendaki pujian dan rekomendasi dari uskup, hal ini juga berarti perserikatan harus siap menerima kritik dan saran dari uskup tersebut.

Yang terakhir, perserikatan privat dapat menerima status Badan Hukum. Hal ini hanya terjadi setelah otoritas gerejawi yang berkompeten telah menyelidiki dan menerima statuta perserikatan dan mengeluarkan dekrit resmi yang memberikan status Badan Hukum. (KHK 322). Meskipun perserikatan ini merupakan perserikatan privat yang paling terstruktur, KHK 322 secara eksplisit menyebutkan bahwa penerimaan statuta oleh otoritas gerejawi tidak dapat mengubah sifat privat dari perserikatan tersebut. Hal ini secara jelas menunjukkan tujuan dari Kitab Hukum Kanonik untuk melindungi otonomi perserikatan privat dan mengizinkan umat beriman untuk diarahkan dan dipimpin oleh kaum beriman kristiani menurut ketentuan-ketentuan statuta perserikatan tersebut (bdk. KHK 321). Dengan status ini, perserikatan privat memiliki hak dan kewajibannya sendiri dalam hukum Gereja. Perserikatan privat yang paling umum kita lihat di sekitar kita adalah perserikatan privat yang sudah berstatus Badan Hukum, seperti Legio Maria, Serikat Santo Vinsensius, Konfraternitas St. Benediktus dan Corpus Christianum.

Sebagai perserikatan yang otonom dari struktur resmi Gereja, semua perserikatan privat dapat secara bebas memilih pemimpin dan pengurusnya sendiri dan bebas mengurusi harta benda yang mereka miliki. Di samping itu, perserikatan privat bila menginginkan seorang penasihat rohani, dapat dengan bebas memilihnya di antara para imam yang melaksanakan pelayanan dengan legitim di keuskupan; tetapi tetap membutuhkan peneguhan Ordinaris wilayah. (bdk. KHK 324 dan 325)


2. Perserikatan Publik, yaitu perserikatan yang didirikan oleh otoritas gerejawi yang berwenang yang bertujuan menyampaikan ajaran kristiani atas nama Gereja atau memajukan ibadat publik, atau mengejar tujuan-tujuan lain yang menurut hakikatnya menjadi kewenangan otoritas gerejawi tersebut. (bdk. KHK 301). Dalam dekrit pendirian perserikatan ini, otoritas gerejawi yang berkompeten harus memberikan status Badan Hukum terhadap perserikatan publik tersebut dan memberikan sebuah misi atau pengutusan yang secara resmi dilakukan atas nama Gereja (bdk. KHK 313). Hanya Tahta Suci, Konferensi Para Uskup dan Uskup Diosesan yang memiliki otoritas untuk mendirikan perserikatan publik (KHK 312). Sebelum mengeluarkan dekrit pendirian, otoritas gerejawi yang berkompeten harus telah menerima statuta perserikatan tersebut (KHK 314).

Hanyalah otoritas gerejawi yang berwenang berhak mendirikan perserikatan kaum beriman kristiani yang bertujuan menyampaikan ajaran kristiani atas nama Gereja atau memajukan ibadat publik, atau mengejar tujuan-tujuan lain, yang penyelenggaraannya menurut hakikatnya direservasi pada otoritas gerejawi itu (KHK. 301�1). Sebagai persekutuan publik, para anggota perserikatan bertindak dalam nama Gereja ketika memenuhi tujuan perserikatan. Karena sifat publik-nya, otoritas yang mendirikan perserikatan publik tersebut memiliki pengawasan langsung atas perserikatan dan secara khusus memiliki hak untuk meneguhkan pemimpinperserikatan publik yang terpilih, untuk mengangkatorang yang dicalonkan sebagai pemimpin perserikatan atau menunjuk seseorang menjadi pemimpin perserikatan berdasarkan statuta perserikatan; serta mengangkat kapelan atau asisten gerejawi bagi perserikatan tersebut. (bdk. KHK 317�1). Otoritas yang mendirikan perserikatan publik tersebut juga memiliki hak untuk menunjuk komisaris yang memimpin perserikatan atas namanya untuk sementara (KHK 318�1), hak untuk memberhentikan pemimpin perserikatan karena alasan yang adil, hak untuk mengurusi dan mengaudit harta-benda yang dimiliki perserikatan serta sumbangan dan derma yang diterima oleh perserikatan. (KHK 319). Contoh dari Perserikatan Publik ini adalah The Marian Catechist Apostolate dan Militia Immaculata, .

3. Perserikatan Klerikal, yaitu perserikatan-perserikatan kaum beriman yang, berada dibawah pimpinan klerikus (kaum tertahbis), mengemban pelaksanaan kuasa tahbisan suci dan diakui demikian oleh otoritas yang berwenang. (KHK 302) Contohnya Franciscan Missionaries of the Eternal Word, Work of Jesus High Priest, dan The Servants of the Sacred Heart of Jesus, Mary, and Joseph.

4. Ordo-ordo Ketiga adalah perserikatan-perserikatan yang para anggotanya dalam dunia mengambil bagian dalam semangat suatu tarekat religius dan dibawah kepemimpinan lebih tinggi tarekat itu menjalani hidup kerasulan dan mengejar kesempurnaan kristiani. Contohnya: Ordo Fransiskan Sekuler (OFS), Ordo Ketiga Karmelit (Third Order of Carmelite), Dominikan Awam, dan Passionis Awam.

Setiap perserikatan-perserikatan kaum beriman kristiani, berdasarkan Kitab Hukum Kanonik, tidak boleh menggunakan nama �Katolik� sebagai nama perserikatannya tanpa adanya izin resmi dari otoritas gerejawi yang berkompeten (KHK 216, 300, 803�3, 808). Meskipun norma ini sering tidak diketahui dan sering tidak ditaati, norma ini dibuat dengan maksud untuk melindungi umat beriman dari kelompok-kelompok yang tidak menunjukkan atau mengajarkan iman yang benar, iman Katolik. Tidak jarang ada kelompok-kelompok yang sengaja memakai nama �Katolik� sebagai namanya lalu melakukan tindakan yang tercela dan sesat. Hal ini tentu dapat pula menyesatkan kaum beriman. Mereka bisa terpengaruh, tersesatkan atau memandang negatif Gereja Katolik. Oleh karena itu, setiap perserikatan kaum beriman yang menggunakan nama �Katolik� sebagai nama perserikatannya harus memiliki bukti izin resmi penggunaan dari otoritas gerejawi yang berkompeten.

Allah menciptakan kita sebagai makhluk sosial. Dan karena kita adalah makhluk sosial pula, Kristus mendirikan Gereja sebagai persekutuan atau komunitas umat Allah yang digembalakan oleh Paus dan Para Uskup yang berada dalam persatuan dengan Paus. Gereja Katolik, sebagai satu-satunya Gereja yang didirikan oleh Kristus di atas St. Petrus Sang Batu Karang (Mat 16:18) menyadari pentingnya umat beriman berpartisipasi, mengambil bagian dalam misi Gereja di dunia. Untuk melibatkan umat beriman dalam misi Gereja, Gereja mendorong berdirinya perserikatan-perserikatan kaum beriman di setiap wilayah gerejawi. Orang-orang beriman kristiani hendaknya pula menggabungkan diri terutama pada perserikatan-perserikatan yang didirikan, dipuji atau dianjurkan otoritas gerejawi yang berwenang. Dengan demikian kita bisa melihat secara nyata Gereja sebagai Umat Allah yang berziarah di dunia ini.

Pax et Bonum, Severinus Klemens

Referensi:
1. Christifidelis, the newsletter of the St. Joseph Foundation, September 8, 1997
5. KHK 1983 (diambil dari imankatolik.or.id)

Ket: KHK di atas dipromulgasikan tahun 1983 dengan ketentuan-ketentuan yang baru mengenai perserikatan kaum beriman kristiani. Sementara itu, Legio Maria dan Serikat Santo Vinsensian berdiri jauh sebelum ketentuan-ketentuan mengenai perserikatan privat dibuat. Namun, karena penulis melihat Legio Maria dan Serikat Santo Vinsensian memenuhi kriteria yang dimaksud dalam KHK 1983 mengenai Perserikatan Publik yang berstatus Badan Hukum, penulis menggolongkan kedua serikat ini ke dalam kategori tersebut.

Recent Post