Latest News

Showing posts with label Artikel lain. Show all posts
Showing posts with label Artikel lain. Show all posts

Friday, October 11, 2013

Matikan televisimu, Nak!

Matikan televisimu, Nak! thumbnail
Ilustrasi

Matikan televisimu, Nak!

matikan siaran televisi itu nak,
aku tak mau kau terseret oleh kabar sampah yang menggunung di sana berupa silang sengketa pergunjingan para pesohor negeri ini, dan kau tahu nak, ayah sedemikian cemas kau tertular virus kebengisan yang dipancarluaskan secara berulang-ulang; ayah membunuh anak, keponakan membantai paman, adu cek-cok antar-warga, debat kusir para pembual, sampai perang tanding antar-suku, semuanya tersaji tanpa penghalang kepatutan.
Marilah nak, lebih baik kita main petak umpet, main damdas, dan saling kejar. Ayah yakin itu lebih bermanfaat bagi jiwa ragamu ketimbang berlama-lama di depan kotak elektronik yang bisa membuatmu gampang sakit dan jauh dari ayah, ibu serta saudara-saudaramu.
matikan segera televisimu nak,
sebab televisi kini telah menjelma nenek sihir yang akan menyulapmu menjadi kerbau dungu dengan tayangan-tayangan sinetron yang menghina akal sehat kita, dengan iklan-iklan yang akan membawamu ke dunia mimpi sampai membuatmu cuma kepingin membeli dan tak pernah terfikir untuk  mencipta.
matikan televisimu, nak
ayo cari kawan-kawanmu di lapangan bola, di taman-taman kota, di pinggir kali, di mushola, atau di jalanan. Percayalah, di sana ragamu bakal lebih kuat, jiwamu kian terasah, dan akalmu akan lebih cerdas memahami kehidupan (JY, matikan televisimu, nak)
Anak-anak memang menjadi pelengkap penderita dari tayangan televisi. Ini dapat dilihat dari dari hasil penelitian yang dilakukan Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia tahun 1997 tentang program tayangan di stasiun televisi Indonesia. Hasilnya ternyata cukup mengejutkan, jumlah persentase acara televisi terutama yang ditujukan bagi anak-anak masih relatif kecil, hanya 2,7-4,5 persen dari keseluruhan tayangan lainnya.
Dan celakanya, dari peresentase tayangan yang sedikit itu juga memiliki materi yang sangat mengkhawatirkan bagi perkembangan anak-anak. Salah satunya adalah banyak mengandung adegan antisosial dari pada adegan proporsional. Adegan proporsional artinya tayangan yang
mengandung nilai-nilai dan makna positif seperti disiplin, jujur rendah hati cinta keluarga, sementara tayangan antisosial mengandung nilai-nilai makna negatif seperti kekerasan, kemewahan, pornografi dan mistik.
Tak cuma kelangkaan pada program anak. Ternyata tayangan yang menjauhkan sikap pemirsa dari rasa nasionalisme juga tak sedikit. Menteri Komunikasi dan Informatika RI Tifatul Sembiring pada tahun 2010 menilai 14 persen tayangan televisi swasta merusak national character buliding. Mereka yang memberikan lisensi dalam tayangan televisi harus mempertanggungjawabkan tayangan yang disiarkan.
Source :indonesia.ucanews.com

Sunday, August 19, 2012

Tujuh Poin Checklist bagi Para Ayah Katolik


Kali ini Indonesian Papist menemukan sebuah artikel menarik bertemakan keluarga Katolik yang berbicara mengenai poin-poin penting yang harus dilakukan oleh seorang ayah Katolik dalam keluarga. Artikel ini ditulis oleh Mr. Randy Hain, penulis buku The Catholic Briefcase, di situs The Integrated Catholic Life. Artikel ini sendiri relevan juga dibaca oleh para pria dewasa yang sudah merencanakan untuk berkeluarga maupun yang belum. Saya berkesempatan untuk menerjemahkan bebas artikel tersebut sembari memberikan tambahan penjelasan yang relevan. Silahkan artikel ini dibaca pelan-pelan dengan tenang. Bila berkenan terhadap artikel ini silahkan share/berbagi dengan suami atau ayah anda masing-masing. Semoga artikel ini bermanfaat. Selamat membaca!


Tujuh Poin Checklist bagi Para Ayah Katolik

Saya berbicara dengan teman saya sesama ayah sambil makan siang baru-baru ini mengenai tantangan-tantangan dalam membesarkan anak-anak pada masa sekarang. Setelah saling bertukar cerita dan diskusi tentang pengaruh-pengaruh budaya yang buruk, teman saya meninggalkan meja sambil berkata, �Saya harus kembali ke kantor. Lain kali saat kita bertemu lagi kita sebaiknya saling mengungkapkan gagasan kita mengenai daftar periksa (Checklist) yang berguna bagi para ayah sehingga kita tidak melupakan apa yang seharusnya kita lakukan!� Pernyataan itu telah menjebak saya untuk berpikir sejak pertemuan kami tersebut dan saya memutuskan bahwa saya tidak dapat menunggu lagi sampai makan siang berikutnya untuk menggali lebih dalam mengenai topik ini. Taruhannya terlalu tinggi dan generasi anak-anak sekarang sangat membutuhkan ayah mereka untuk melangkah bersama tanggungjawab mereka.

Saya terberkati tumbuh bersama dengan orang tua yang hebat. Kami tidak memiliki banyak uang, tetapi orang tua kami memastikan saudari saya dan saya memiliki cinta kasih, disiplin, iman, nilai-nilai yang teguh dan etos kerja yang solid. Ibu saya memainkan peran penting dalam keluarga kami sama seperti yang semua ibu umumnya lakukan. Tetapi, sembari saya bertumbuh besar, saya menemukan bahwa diri saya paling menyerupai ayah saya. Saya meneruskan kepada anak-anak saya banyak pelajaran berharga yang ayah saya ajarkan kepada saya dan saya masih mengharapkan kebijaksanaan dan saran kepadanya. Mari lihat kembali didikan yang anda terima. Peran apa yang ayah anda mainkan? Apakah ada model peran lain? Sama seperti banyak dari kita menghidupi pelajaran-pelajaran yang kita pelajari di masa muda kita, anak-anak kita kelak akan meniru kita. Anak-anak kita selalu menyaksikan kita dan kita sebagai ayah harus memutuskan apakah kita akan menjadi panutan heroik mereka yang secara konsisten memberikan teladan yang benar atau melepaskan tanggungjawab kebapakan kita kepada banyak pengaruh-pengaruh sosial yang buruk. Apa yang kita pilih?

Saat saya merenungkan komentar teman saya tersebut mengenai checklist bagi para ayah, saya membuatkan daftar sejumlah tindakan yang saya sedang lakukan yang saya pelajari dari ayah saya dan pengalaman saya sendiri sebagai orang tua. Membuat daftar-daftar ini sungguh memvonis dan menantang bagi saya karena saya menjadi sangat sadar di mana saya seringkali jatuh dalam membesarkan anak-anak saya. Tetapi, merenungkan daftar ini juga telah menginspirasi saya dan saya mencoba untuk bercermin terhadap tindakan-tindakan tersebut selama waktu doa saya setiap hari. Saya memiliki jalan panjang untuk dilalui tetapi saya percaya bahwa menghidupi harapan-harapan di bawah ini akan menjaga saya berjalan menuju ke arah yang benar.
  
Berserah Diri. Kita harus berserah diri secara berkelanjutan kepada Kristus agar kehendak-Nya yang terjadi dalam hidup kita. Kita tidak dituntut sebanyak apa yang kita sendiri kehendaki! St. Ignasius dari Loyola sekali waktu berkata: �Hanya sedikit jiwa memahami apa yang Allah ingin capai dalam diri mereka [yaitu] bila mereka menyerahkan diri mereka sendiri tanpa syarat kepada Allah dan bila mereka membiarkan rahmat Allah membentuk mereka sesuai yang Allah kehendaki.�

Menjadi Seorang Lelaki Pendoa. Anak-anak kita akan lebih mungkin ingin berdoa bila kita berdoa juga. Bekerjalah mengembangkan rutinitas doa sehari-hari (tapi bukan sekadar rutinitas saja) dengan tujuan setidaknya satu jam dalam sehari dikhususkan untuk berdoa. Terdengar sulit? Pikirkanlah berapa banyak waktu menonton yang kita habiskan setiap hari. Pikirkanlah berapa banyak waktu yang kita habiskan di kendaraan kita setiap hari dan berapa banyak waktu yang kita khususkan untuk berolahraga. (Tambahan Indonesian Papist: Pikirkanlah pula berapa banyak waktu yang kita habiskan di internet dan jejaring sosial.) Kita memiliki waktu lebih dari cukup untuk berdoa bila kita merencanakan untuk berdoa, menjadwalkan untuk berdoa dan berkomitmen terhadap rencana dan jadwal tersebut.Berdoa Doa Pagi (bisa dilihat di Puji Syukur atau Madah Bakti atau buku doa lainnya) atau doa-doa lain sebelum meninggalkan rumah selama 10 menit, Rosario selama di kendaraan atau sambil berolahraga selama 20 menit, berdoa sebelum dan sesudah makan (tiga kali makan) selama 5 menit, berdoa bersama istri dan anak-anak selama 10 menit, berdoa Litani Syukur 5 menit dan berdoa Angelus atau Ratu Surga (Jam 12 Siang dan 6 Sore) selama 10 menit. Tambahkanlah itu semua dan kita telah menemukan bahwa kita telah berdoa selama satu jam setiap hari.

Memahami Panggilan Sejati Kita. Bagi kita yang telah terberkati untuk menikah dan memiliki anak, kita harus mengakui bahwa membantu keluarga kita masuk ke surga (bukan ke neraka) dan menjadi seorang suami dan ayah yang baik adalah panggilan sejati kita. Karir bisnis bukanlah panggilan sejati kita. Adalah begitu mudah mengizinkan keluarga kita untuk melayani pekerjaan kita daripada menghabiskan banyak waktu kerja kita untuk melayani keluarga... dan pada gilirannya, keluarga kita untuk melayani Tuhan. (Penjelasan tambahan dari Papist: Mengizinkan keluarga kita untuk membantu atau ambil bagian dalam pekerjaan kita (bekerja sama atau bergotong royong seturut kemampuan) akan lebih mendekatkan daripada kita bekerja sendirian saja. Seorang ayah dapat melihat kepada Allah Bapa yang memberikan kita anak-anak-Nya kesempatan untuk berpartisipasi dalam karya keselamatan-Nya seturut talenta yang kita miliki. Bila Allah saja demikian, mengapa kita sebagai ayah tidak melakukannya? Di samping itu, seorang ayah secara nyata dapat membawa keluarganya untuk melayani Allah melalui pelayanan terhadap sesama. Contoh secara nyatanya? Salah satu contohnya: Para ayah, silahkan bawa keluarga anda berkunjung ke panti asuhan atau panti jompo.)

Investasikan Waktu Kita. Anak-anak kita membutuhkan waktu kita. Taruhlah smartphone, matikan TV, batalkan kegiatan turnamen golf dan habiskan lebih banyak waktu bersama anak-anak kita. Dengan tidak adanya waktu seorang ayah bersama keluarganya, dapat anda pastikan ada pengaruh buruk yang tak terhitung jumlahnya yang siap untuk menggantikan sang ayah dan membimbing anak-anak ke arah yang salah. Saya menguraikan kata-kata Scott Hahn yang sekali waktu berkata bahwa di era modern kita sekarang ini, ayah atau ibu yang bersedia untuk meninggalkan kantor setelah bekerja 40 jam per minggu dengan tujuan untuk memiliki lebih banyak waktu bersama keluarganya adalah pahlawan sejati.

Jadilah Berani. Umat Kristiani diharapkan untuk dapat menonjol, bukan untuk larut tak kelihatan. Kita hidup di masa sulit, masa-masa penuh percobaan. Keluarga-keluarga diserang [oleh budaya-budaya yang buruk dsb], anak-anak kita berada dalam risiko, dan banyak orang menjadi buta akan perlunya menghormati dan menghargai setiap kehidupan. Di samping itu, ateis menjadi salah satu kelompok yang paling cepat berkembang di dunia. Kita sebagai ayah memiliki peluang untuk menjadi lentera terang dan teladan baik dari cinta kasih penebusan Kristus. Kita akan dihakimi suatu hari nanti seturut buat-buah kerasulan kita dan kita berharap mendengar Kristus berkata, �Kerja bagus, pelayan-Ku yang baik dan setia.�

Melepaskan Diri dari Keterikatan Duniawi.Sungguh-sungguhlah bertanya kepada diri kita sendiri apakah kita membutuhkan �hal itu� apapun bentuk atau rupa �hal itu�. Lepaskanlah �hal-hal itu� dari jalan kehidupan doa kita, kehadiran kita dalam Misa bersama keluarga, pemberian derma, membantu secara sukarela (volunteering), waktu bersama keluarga kita dan tentu saja hubungan kita dengan Yesus Kristus. �Pelepasan diri yang efektif dari segala sesuatu yang kita punya dan kita adanya adalah perlu bila kita hendak mengikuti Yesus, bila kita ingin membuka hati kita kepada Tuhan yang datang dan memanggil kita. Di sisi lain, keterikatan pada hal-hal duniawi menutup pintu kita untuk Kristus dan menutup pintu untuk mencintai dan [menutup] terhadap kemungkinan untuk memahami apa yang paling penting dalam hidup kita.� � Francis Fernandez, In Conversation with God.

Mencintai Istri Sepenuh Hati. Para Ayah, anda harus mencintai dan menghargai istri anda; jelas dan sederhana. Anak-anak akan belajar mencintai sesama dengan bagaimana mereka melihat ayah dan ibu mereka saling mencintai satu sama lain. Katakanlah �aku mencintaimu� kepada istri anda dan anak-anak anda sesering mungkin. Tunjukkanlah cinta dan respek kepada istri anda dan hargailah peran penting yang istri anda lakukan dalam keluarga anda. �Hal terpenting yang seorang ayah dapat lakukan bagi anak-anaknya adalah mencintai ibu mereka.� � Romo Theodore Martin Hesburgh, CSC.

Saya memiliki keprihatinan yang serius mengenai anak-anak zaman sekarang dan saya mengetahui tanpa ragu bahwa ayah yang kuat adalah bagian dari solusinya. Tolong sediakan beberapa menit waktu anda setelah membaca artikel ini untuk merenungkan bagaimana anda melakukan peran anda sebagai seorang ayah dan suami. Ambil dan bawalah hasil perenungan anda ke dalam doa atau ke dalam Sakramen Pertobatan dan buatlah sebuah komitmen untuk berubah bila anda rasa itu perlu. Saya yakinkan anda bahwa saya sendiri akan berada dalam Kamar Pengakuan Dosa hari Sabtu ini!

Sebagai lelaki Katolik, kita memiliki tanggungjawab untuk menjadi ayah sekaligus suami yang kuat dan teguh, pemimpin di paroki kita, pelayan yang baik di masyarakat dan pengikut Kristus yang rendah hati. Lihatlah kepada teladan yang menginspirasi dari St. Yosef, santo pelindung para ayah dan pekerja serta santo pelindung Gereja Universal; ketaatannya, kerendahan hatinya, ketidakegoisannya, keberaniannya dan cinta kasihnya yang ia tunjukkan kepada Yesus dan Maria. Bila kita dapat meniru St. Yosef meskipun sedikit saja setiap harinya, kita akan menjadi semakin dekat untuk menjadi lelaki dan ayah seturut panggilan sejati kita. 

Pax et Bonum


Saturday, August 18, 2012

Patriotisme dan Nasionalisme Menurut Katolik


Kemarin (17 Agustus 2012) saya bertanya-tanya bagaimana pandangan Katolik mengenai patriotisme dan nasionalisme. Lalu saya mencoba browsing dan kemudian menemukan penjelasan-penjelasan berikut ini.

Ada hal yang menarik terkait Nasionalisme dan Patriotisme. Dalam Katolik, salah satu dari keduanya adalah keliru dan yang lainnya adalah kebajikan Kristiani (Christian Virtue).
Patriotisme, sebagai salah satu jenis cinta, adalah sesuatu yang baik. Patriotisme harus dikontraskan dengan nasionalisme yang timbul bukan dari cinta melainkan dari kesombongan. Seorang patriotik mencintai negara apa adanya negara itu, sementara nasionalis berpikir bahwa negaranya adalah "yang terbaik" dari pada yang lain. Sebagai seorang Katolik, kita hendaknya mengembangkan patriotisme dan menghindari nasionalisme sama seperti kita mengembangkan cinta kasih dan menghindari kesombongan. (Rangkuman oleh Indonesian Papist, referensi: Karl Keating, Apologeter Katolik,Penulis buku �Katolisisme dan Fundamentalisme�)
St. Josemaria Escriva memberikan penjelasan yang juga membedakan antara nasionalisme dan patriotisme. Kutipan ini saya ambil dari buku Furrowtulisan St. Josemaria Escriva.
"Love your own country: it is a Christian virtue to be patriotic. But if patriotism becomes nationalism, which leads you to look at other people, at other countries, with indifference, with scorn, without Christian charity and justice, then it is a sin."
Terjemahan bebas: "Cintai negaramu sendiri: adalah kebajikan Kristiani untuk menjadi patriotik. Tetapi bila patriotisme menjadi nasionalisme yang membawamu melihat kepada orang lain, kepada negara lain dengan acuh tak acuh, cemoohan tanpa kemurahan hati dan keadilan Kristiani, maka itu adalah dosa."
Romo John Jay Hughes dalam tulisannya di Catholicity mengatakan:
"Our country, right or wrong! When right, to be kept right; when wrong to be put right!" That is the voice of patriotism, which is a Christian virtue. Nationalism, which is pride on a public scale, is incompatible with Christian and Catholic faith.
Di sini terlihat jelas beliau mengajarkan bahwa Patriotisme adalah kebajikan Kristiani sementara nasionalisme tidak kompatibe atau tidak selaras dengan iman Katolik. Patriotisme terlihat dengan prinsip: bila negara kita benar, pertahankan untuk tetap benar; bila negara kita salah, koreksilah.

Sementara itu, Our Sunday Visitor (OSV), salah satu organisasi non-profit Katolik terbesar di AS dalam salah satu tulisannya (lihat pada bagian �Patriotism vs Nationalism") mengatakan:
"As Catholics, we are called to be true patriots, not nationalists. The Catholic Church is universal, and thus encompasses all nations. Thus, the Catholic loves his country but knows that the citizens of other countries are also dearly beloved children of our one God."
Terjemahan bebas: Sebagai seorang Katolik, kita dipanggil untuk menjadi patriot sejati, bukan nasionalis. Gereja Katolik adalah universal, dan dengan demikian meliputi semua negara. Demikian, orang Katolik mencintai negaranya tetapi tahu bahwa warga negara lain juga adalah anak-anak terkasih dari satu Allah kita.
Terakhir, Beato Yohanes Paulus dalam bukunya tahun 2005 berjudul Memory and Identity memberikan perbedaan jelas antara nasionalisme dan patriotisme.
"Whereas nationalism involves recognizing and pursuing the good of one�s own nation alone, without regard for the rights of others, patriotism, on the other hand, is a love for one�s native land that accords rights to all other nations equal to those claimed for one�s own. Patriotism, in other words, leads to a properly ordered social love." (Memory and Identity, 67)
Terjemahan bebas: Sementara nasionalisme melibatkan pengakuan dan pengejaran kebaikan bangsa sendiri saja tanpa menghormati hak-hak orang lain; patriotisme di sisi lain adalah cinta terhadap tanah airnya yang memberikan hak-hak yang sama dengan hak-hak yang diklaim bagi dirinya sendiri kepada bangsa lain.
Dari 5 pernyataan ini, kita melihat pembedaan yang tegas antara Nasionalisme dan Patriotisme, salah satunya adalah keliru dan yang lainnya adalah kebajikan Kristiani.

Mungkin saja definisi nasionalisme dan patriotisme di berbagai negara barat sana memang dibedakan secara tegas, berbeda dengan di berbagai negara Asia, khususnya Indonesia, di mana pembedaan antara nasionalisme dan patriotisme sering kali kabur atau tidak telalu diperdulikan. Di samping itu, karena faktor pernah terjajah, nasionalisme yang muncul di Indonesia sedikit banyak tentu berbeda dengan nasionalisme di negara-negara barat. Terlepas dari perbedaan nasionalisme dan patriotisme, bagaimanapun juga kita bisa melihat poin penting bagaimana kita menjadi seorang Katolik sekaligus seorang warga Indonesia. Poin penting itu adalah kita sebagai seorang Katolik sekaligus seorang warga negara haruslah:
Mencintai tanah air dan segala sesuatu yang berkaitan dengan tanah air (seperti sejarahnya, tradisinya, bahasanya dan alamnya) dengan tetap memberikan hak-hak yang sama dengan hak-hak yang kita miliki kepada bangsa lain. Mencintai tanah air sendiri dengan tetap menghormati harkat dan martabat bangsa lain.
Tulisan sederhana ini dibuat dalam rangka merayakan Dirgahayu Republik Indonesia yang ke-67 (1945-2012). Semoga Tritunggal Mahakudus memberkati Indonesia. Amin.

Update terbaru: Menarik melihat bahwa Mgr. Soegijapranata pada saat memberikan pidato di Kongres Katolik Seluruh Indonesia di Semarang pada tahun 1954 lebih memilih menggunakan kata "patriotik" dan "patriot" ketimbang "nasionalis":
Jika kita merasa sebagai orang Kristen yang baik, kita semestinya juga menjadi seorang patriot yang baik. Karenanya, kita merasa bahwa kita 100% patriotik sebab kita juga merasa 100% Katolik. Malahan, menurut perintah keempat dari Sepuluh Perintah Allah, sebagaimana tertulis dalam Katekismus, kita harus mengasihi Gereja Katolik, dan dengan demikian juga mengasihi negara, dengan segenap hati. �Soegijapranatadikutip dalam Subanar (2005, p. 82)



Lihat juga dan mari berdoa: Doa untuk Tanah Air


Pax et Bonum

Monday, July 23, 2012

Pengetahuan Tidaklah Cukup!



Pada 20 September 2000, Paus Yohanes Paulus II berbicara kepada 40.000 orang yang berkumpul untuk mendengar audiensi umumnya: �Melalui Roh Kudus, umat Kristen dibawa ke dalam hubungan pribadi dengan Allah.� Kardinal Joseph Ratzinger (sekarang Paus Benediktus XVI), berbicara kepada sekelompok guru agama dan katekis di Vatikan secara lebih eksplisit. Beliau berkata: �Katekese tidak hanya sebatas persoalan meneruskan pengetahuan melainkan persoalan bagaimana membawa orang-orang kepada hubungan dengan Yesus.�


Kristianitas lebih dari sekadar sebuah koleksi fakta-fakta. Allah pengasih yang menciptakan kita ingin menjalin hubungan dengan kita. Ketika ditanya apa hukum yang terutama, Yesus berkata: �Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu.�(Mat 22:37). Pikirkanlah mengenai ini! Apakah kamu sungguh-sungguh percaya bahwa kamu dapat mencintai siapapun begitu besar tanpa mengetahui dan mengenal mereka?

Pada 2 Korintus 11:2, Paulus menyebut Gereja sebagai �Mempelai Kristus�. Analogi pernikahan yang dinyatakan Paulus ini sangatlah bagus karena mengillustrasikan bentuk hubungan yang seharusnya eksis/ada antara Allah dengan kita. Kamu dapat membaca sebuah biografi seseorang dan mempelajari apapun yang ada dalam buku itu untuk mengenal orang tersebut, tetapi kamu tetap tidak memiliki relasi apapun dengan orang itu. Begitu pula, kamu dapat membaca dan memahami Kitab Suci tetapi tidak serta merta kamu memiliki relasi dengan Allah. Pernikahan yang sejati adalah sebuah Perjanjian (Covenant). Sebuah Perjanjian melibatkan pemberian diri sendiri kepada yang lain. Yesus memberikan diri-Nya secara total kepada kita di kayu salib. Kita membalas cinta itu dengan rendah hati menyerahkan hidup kita kepada-Nya.


Beberapa orang Katolik yang mengakui perlunya sebuah relasi pribadi dengan Allah merasa bahwa dogma dan doktrin Gereja sebagai penghalang bagi relasi tersebut. Mereka mengabaikan dan meremehkan intelektualitas dan pengetahuan ajaran iman. Pada akhirnya, mereka secara total dituntun dan dibimbing semata-mata oleh perasaan mereka saja. Jika mereka merasa sangat yakin akan sesuatu, mereka akan mengatributkan itu kepada dorongan Roh Kudus, mereka menganggap Roh Kudus-lah yang mendorong mereka untuk yakin pada sesuatu tersebut. Meskipun diakui bahwa Roh Kudus sungguh dapat mendorong dan membimbing kita secara pribadi, tetapi dogma dan doktrin Gereja-lah yang meneguhkan bahwa suatu dorongan dan bimbingan sungguh berasal dari Roh Kudus dan bukan berasal dari dia (iblis) yang hendak menipu dan memanipulasi kita. Paulus dengan tepat memperingati Titus untuk mengajarkan �apa yang sesuai dengan ajaran yang sehat.� (Tit 2:1). Ketika kita lebih mementingkan perasaan kita daripada dogma dan doktrin Gereja, kita akan berakhir pada (a)llah yang kita ciptakan sendiri, yaitu allah yang tunduk pada (subject to) apa yang kita yakini. Kita kehilangan Allah yang memberitahu kita apa yang harus kita imani. Pada akhirnya, kita hanya akan memiliki dua pilihan: Kita mengimani Allah atau kita menolak Allah, tetapi kita tidak akan pernah bisa memberitahu-Nya bagaimana caranya Ia menjadi Allah.

Dalam Mazmur 42:1, Daud mengekspresikan kebutuhannya akan Allah, �Seperti rusa yang merindukan sungai yang berair, demikianlah jiwaku merindukan Engkau, ya Allah.� Adalah sungguh alami bagi seseorang yang memiliki relasi pribadi dengan Allah untuk memiliki kerinduan yang begitu mendalam kepada Allah. Tetapi darimana kerinduan itu berasal? Paulus memberitahu kita jawabannya dalam Filipi 4:13 di mana ia berkata: �Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku.� Segala kebaikan dapat kita lakukan tentu karena rahmat Allah yang bekerja dalam diri kita. Kita tidak melakukan segala kebaikan semata-mata karena kemampuan diri kita sendiri. Yesus sendiri berkata: Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya. Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa.�(Yoh 15:5)

Rahmat Allah diberikan kepada siapapun yang memintanya: �Oleh karena itu Aku berkata kepadamu: Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat; ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu. Karena setiap orang yang meminta, menerima dan setiap orang yang mencari, mendapat dan setiap orang yang mengetok, baginya pintu dibukakan. Bapa manakah di antara kamu, jika anaknya minta ikan dari padanya, akan memberikan ular kepada anaknya itu ganti ikan? Atau, jika ia minta telur, akan memberikan kepadanya kalajengking? Jadi jika kamu yang jahat tahu memberi pemberian yang baik kepada anak-anakmu, apalagi Bapamu yang di sorga! Ia akan memberikan Roh Kudus kepada mereka yang meminta kepada-Nya."

Sekarang, adalah sungguh benar bahwa kita menerima karunia dari Roh Kudus pada saat Pembaptisan. Tetapi, seperti sebuah kado hadiah (gift), karunia itu akan tidak berguna bila tetap berada dalam kotaknya. Banyak orang mengklaim memiliki iman sebagai karunia dari Allah, tetapi tampaknya iman itu hanya memiliki sedikit pengaruh atau bahkan tidak ada pengaruh sama sekali pada hidup mereka. Rahmat dari Allah membutuhkan sebuah tanggapan dari kita. Lalu, bagaimana cara kita menanggapi rahmat Allah? Kita dapat meminta Yesus hadir dalam hidup dengan sebuah doa komitmen sederhana seperti yang tertulis di bawah ini. Harap diperhatikan bahwa kata-kata berikut bukanlah mantra. Bila kita benar-benar menginginkan Allah, kita akan menemukan Dia. Dan ketika kita menemukan dia, kita akan tahu bahwa Damai sejahtera Allah, yang melampaui segala akal, akan memelihara hati dan pikiran kita dalam Kristus Yesus (bdk Fil 4:7).

Yesus Yang Tersayang, terimakasih karena mengasihiku. Aku menyadari bahwa aku adalah seorang pendosa. Yesus, ampunilah aku atas segala kesalahan yang telah kuperbuat. Aku menyadari bahwa aku tidak dapat menghidupi hidupku tanpa diri-Mu. Hadirlah dalam hidupku dan bantulah aku untuk menjadi pribadi seturut yang Engkau kehendaki. Amin

Pax et bonum


Saturday, June 9, 2012

Memaknai Carpe Diem


Pertanyaan:
Berkah Dalem,

Romo, biarawan/wati pengasuh FB Gereja Katolik, saya ingin tahu lebih konkret tentang makna carpe diem �petiklah hari (ini)�. Bagaimana ungkapan itu dapat diwujudkan melalui tindakan hidup beriman keseharian? Bisakah dikaitkan dengan suatu refleksi dari Alkitab agar pengertian tentang carpe diem menemukan aktualisasinya dalam kehidupan riil?


Contohnya, sebagai orang muda saya beberapa kali berpikir, masa depan sepertinya tidak pasti, sehingga membuat kami kerapkali mengusahakan diri untuk melakukan aktivitas yang sekiranya dapat meningkatkan pengalaman/kemampuan diri. Tak jarang perhatian saya menjadi teralihkan, dari yang seharusnya mencoba bersabar dalam proses pendidikan di perkualiahan menjadi semacam mencoba mempersiapkan jalan sendiri demi hari depan. Atas perkenanan dan tanggapannya, saya ucapkan terima kasih. Berkah Dalem.

Jawaban:
https://www.facebook.com/gerejakatolik/posts/10151179954534638
Setiap hari adalah rahmat Tuhan, semua hari itu baik dan diberikan Tuhan bagi kita untuk kita jalani. Carpe diem(nikmatilah hari) maksudnya supaya kita menjalani hidup kita hari demi hari seperti menaiki/menuruni tangga kita harus menginjaknya satu demi satu untuk sampai pada tujuan. Rasanya tidak mungkin kita menginjak anak tangga pertama tiba-tiba langsung kaki yang lain di tangga ke-10. Jadi kita jalani saja hari itu satu per satu, hari per hari dan kita nikmati segala rahmat Tuhan di dalamnya. Memang hidup kita tidak selalu mulus dan bahagia tiap hari, kadang ada duka ada suka, ada gembira, ada sedih. Tapi dalam Kitab Suci dikatakan 'Penderitaan sehari cukuplah untuk sehari". Itu artinya apa? Jika kita menderita hari ini atau katakanlah beberapa hari, tidak mungkin seumur hidup kita akan menderita. Setelah hujan akan timbullah pelangi. Inilah yang kita imani. Carpe diem, nikmatilah hari, adalah suatu cara kita untuk selalu melihat hal-hal positif dalam hidup. Dengan demikian kita tidak akan merasa jenuh dan bosan. Jika kita bisa membuat schedule harian kita, rasanya satu tahun seperti singkat saja. Semoga bisa membantu. (Deus Meus et Omnia)

Monday, March 26, 2012

Santo Josemaria Escriva Mengenai Sikap Hormat Kepada Para Imam


Santo Josemaria Escriva Mengenai Sikap Hormat Kepada Para Imam dan Refleksi Pribadi Indonesian Papist

St. Josemaria Escriva (sumber: ziarat.net)

Dalam perjalanan apologetika sepanjang hidup saya, harus saya akui bahwa terkadang saya, dalam kelemahan manusiawi, beberapa kali membuat statement di facebook  (seringnya di grup atau page, bukan di status) yang isinya mungkin bisa dianggap oleh banyak orang sebagai bentuk sindiran atau mungkin sikap tidak hormat kepada imam. Pernah pula saya malah membicarakan para imam di belakang mereka, mengkritik dan menyindir mereka di belakang, dan sebagainya. <<< Ini sebuah kesalahan.


Memang, masa-masa sekarang adalah masa-masa sulit di mana sejumlah (bisa banyak bisa sedikit, tapi sejauh saya lihat banyak) para imam justru mengajarkan apa yang tidak diajarkan Gereja atau mengajarkan apa yang ditentang oleh Gereja kepada para umat. Contoh kecilnya soal liturgi di mana para imam yang harusnya menjadi pelayan liturgi, malah justru seolah-olah menjadi pemilik liturgi yang memberikan berbagai improvisasi di sana-sini dalam liturgi.

Sebagai seorang awam Katolik, kita dapat mengoreksi para imam yang melakukan hal-hal yang keliru tentunya dengan berdasarkan pada Tradisi Suci, Kitab Suci dan Magisterium Gereja. Di masa sekarang, kita memiliki akses yang luas untuk membaca dokumen-dokumen ajaran dan aturan Gereja sehingga kita bisa memiliki dasar untuk menyampaikan koreksi kita kepada para imam tersebut.

Namun, tentunya juga manusia itu punya karakter berbeda-beda, ada imam yang menerima koreksi tersebut tetapi ada juga yang tidak. Seringkali para imam yang tidak mau menerima koreksi tersebut membuat para awam jengkel, kecewa, dan sebagainya entah dengan sikap yang tidak mau dikoreksi atau sikap meremehkan karena yang memberi koreksi adalah seorang awam biasa. Saya pun mengalami hal itu dan akhirnya menyindir atau memberikan sikap tidak hormat kepada imam tersebut.

Tapi, dalam suatu kesempatan membuka kembali tulisan St. Josemaria Escriva dalam bukunya Jalan (Camino), saya menemukan bagian �hormat dan cinta terhadap para imam� dalam Daftar Indeks Pokok di belakang buku tersebut. Indonesian Papist akan mengetikkan ulang kalimat-kalimat dari St. Josemaria Escriva ini:

66. Seorang imam, siapa pun dia, adalah selalu �Kristus yang lain�.
67. Meskipun engkau telah mengetahuinya dengan baik, saya ingin mengingatkanmu sekali lagi bahwa seorang imam adalah �Kristus yang lain�, dan bahwa Roh Kudus telah berfirman: �Nolite tangere Christos meos�, yang artinya: �Jangan sentuh Kristus-kristus-Ku!�.
68. Presbyter � imam � menurut asal-usul katanya berarti seorang yang telah lanjut usia. Jika seorang yang berusia lanjut patut untuk dihormati, maka renungkanlah seberapa besar engkau harus menghormati seorang imam.
69. Betapa rendahnya budi pekertimu dan betapa kurangnya rasa hormatmu, mempermainkan seorang imam, siapa pun dia dan dalam situasi apa pun!
70. Aku tetap bersikeras: olok-olokan atau lelucon-lelucon tentang seorang imam meskipun tampaknya tidaklah berarti apa-apa bagimu, namun paling tidak tetap saja semuanya itu kasar, menunjukkan kurangnya budi pekerti yang baik.
73. Hatimu terluka, bak tertusuk belati, mendengar orang-orang berkata bahwa engkau telah menjelek-jelekkan imam-imam itu dengan cerita-ceritamu. Aku bergembira kalau hal tersebut membuat hatimu bersedih karena sekarang aku yakin akan semangatmu yang baik!
74. Mencintai Tuhan dan tidak menghormati imam ... adalah mustahil.
75. Seperti putra-putra Nabi Nuh yang baik, tutupilah kekurangan-kekurangan yang engkau dapat pada bapamu, seorang imam, dengan kerudung cinta kasih.
526. Jika engkau tidak memiliki penghormatan yang tertinggi bagi jabatan imam dan bagi biarawan-biarawati, maka tidaklah benar bahwa engkau mencintai Gereja Allah.

St. Escriva begitu menekankan penghormatan dari setiap orang Katolik kepada para imam. Ia berkata bahwa para imam selalu merupakan Kristus-kristus yang lain. Tentu jangan kita maknai bahwa para imam itu sama secara keseluruhan dengan Yesus Kristus yang tidak berdosa dan tidak berbuat salah. Para imam sama dengan Yesus Kristus karena mereka sama-sama yang diurapi oleh Allah dan menjadi gembala bagi kawanannya. Pada porsi yang sesuai, kita menyembah dan menghormati Yesus Kristus dan kita menghormati Kristus-kristus yang lain ini.

�Barangsiapa telah melihat Aku, ia telah melihat Bapa.�, demikianlah Sabda Tuhan kita Yesus Kristus. Dalam sense tertentu, kita pun bisa mengaplikasikan ini kepada para imam, Kristus-kristus yang lain. Ketika kita melihat para imam, kita melihat kebapaan Allah Bapa. Di mana paling jelas kita melihat kebapaan para imam? In My Opinion, pada saat Sakramen Tobat, di sanalah kita bisa melihat kerahiman Allah Bapa yang begitu besar melalui para imam. Para imam memancarkan kebapaan Allah Bapa pada saat Sakramen Tobat tersebut.

Saya yakin ada di antara kita yang berkata bahwa �tetapi ada banyak imam yang buruk, yang tidak kebapaan, yang tidak kudus, yang tidak mengajarkan ajaran Gereja dan seterusnya.� Untuk hal ini pertama-tama harus kita ketahui bahwa St. Josemaria Escriva sama sekali tidak mengajarkan kita untuk bersikap �romosentris� atau mengimani dan menerima apa saja yang diajarkan oleh para imam sekalipun ada kekeliruan. St. Escriva juga tidak mengajarkan kita untuk tidak bersikap kritis ketika ada sesuatu janggal yang dilakukan atau diajarkan oleh para imam. Apa yang diajarkan St. Escriva adalah sikap hormat yang kudus kepada para imam sekalipun ada di antara para imam itu yang tidak kudus. Dan St. Escriva sendiri mengatakan supaya kita �tutupilah kekurangan-kekurangan yang engkau dapat pada bapamu, seorang imam, dengan kerudung cinta kasih.�

Apa yang bisa kita dapat dari sini? Apa maksud menutupi kekurangan imam dengan kerudung cinta kasih? Dalam perenungan pribadi saya akan kalimat tersebut, bila seorang imam melakukan atau mengajarkan kekeliruan, maka kita harus mengoreksi imam itu karena kita mengasihi imam itu, bukan untuk menjatuhkan dia atau memenangkan debat dengan dia. Dan dengan cara kasih juga kita harus mengoreksinya. Sekalipun kita tahu berbagai isi dokumen Gereja yang dilanggar oleh imam tersebut, tetaplah mengoreksinya dengan rendah hati dan hormat karena bagaimanapun juga merekalah yang menghadirkan Kristus bagi kita dalam Perayaan Ekaristi. Tangan mereka itulah yang mengkonsekrasikan roti dan anggur hingga menjadi Tubuh dan Darah Kristus. Bila ada kekeliruan yang dilakukan oleh seorang imam, adalah tuntutan bagi kita yang mengetahuinya untuk mengoreksi imam itu karena inilah salah satu bentuk kerudung cinta kasih kita bagi imam itu. Jika tidak, kita akan dimintai pertanggungjawaban kelak oleh Allah akan tindakan pembiaran kita itu. Kitab Suci menegaskan hal ini:

Yeh 3:19 Tetapi jikalau engkau memperingatkan orang jahat itu dan ia tidak berbalik dari kejahatannya dan dari hidupnya yang jahat, ia akan mati dalam kesalahannya, tetapi engkau telah menyelamatkan nyawamu.
Yeh 3:20 Jikalau seorang yang benar berbalik dari kebenarannya dan ia berbuat curang, dan Aku meletakkan batu sandungan di hadapannya, ia akan mati. Oleh karena engkau tidak memperingatkan dia, ia akan mati dalam dosanya dan perbuatan-perbuatan kebenaran yang dikerjakannya tidak akan diingat-ingat, tetapi Aku akan menuntut pertanggungan jawab atas nyawanya dari padamu.
Yeh 3:21 Tetapi jikalau engkau memperingatkan orang yang benar itu supaya ia jangan berbuat dosa dan memang tidak berbuat dosa, ia akan tetap hidup, sebab ia mau menerima peringatan, dan engkau telah menyelamatkan nyawamu."

Dan apa yang kita lakukan bila sang imam tidak mau mendengarkan koreksi dari kita? Ketika kita sudah memberikan koreksi dan berargumen seperlunya, tetapi ia tetap tidak mau mendengarkan kita, maka undur dirilah dari pembicaraan dengan imam itu dan kemudian berharap dan berdoalah untuk dia. Jangan pernah memaksa apalagi sampai kelewatan memaksa imam tersebut. Ingat, ketika kita mewartakan Injil pun, kita tidak boleh memaksa orang lain menerimanya, tetapi berharaplah dan berdoalah supaya Roh Kudus menyentuh hati orang lain tersebut agar percaya pada Injil. Demikian pulalah yang harus kita lakukan ketika kita memperingatkan para imam tersebut akan kekeliruannya.

Apa yang dapat disimpulkan dari refleksi ini adalah bahwa kita sebagai umat Katolik hendaknya memiliki sikap hormat yang kudus kepada para imam, bukan sikap asal hormat. Koreksi terhadap kekeliruan mereka juga hendaknya diberikan atas dasar kasih dan dalam sikap hormat yang kudus itu. Kita selalu dituntut untuk memperingatkan para imam ketika mereka berbuat yang keliru atau mengajarkan yang keliru. Sikap hormat yang kudus kepada para imam tidak pernah berada dalam bentuk toleransi pada ajaran, gagasan dan tindakan imam yang salah.

Pax et Bonum

Artikel ini ditulis oleh Indonesian Papist sebagai pesan bagi dirinya sendiri dan bagi siapapun umat Katolik yang membaca artikel ini.

Recent Post