Latest News

Showing posts with label Artikel Seputar Ajaran Katolik. Show all posts
Showing posts with label Artikel Seputar Ajaran Katolik. Show all posts

Monday, June 4, 2012

Notifikasi Kongregasi Doktrin Iman Mengenai Tulisan Sr. Margaret Farley


Gereja Katolik, melalui Kongregasi Doktrin Iman, mengeluarkan Notifikasi (Pemberitahuan) terkait pengajaran sesat Suster Margaret Farley, R.S.M dalam bukunya berjudul "Just Love".

Isinya dapat dilihat di situs berita milik Vatikan. http://www.news.va/en/news/cdf-publishes-notification-on-book-just-love

Kali ini admin akan menuliskan poin-poin kesalahannya berdasarkan notifikasi dari Gereja serta mencantumkan link dari situs yang kredibel mengenai posisi Gereja dalam poin-poin bermasalah tersebut.


Suster Margaret dalam bukunya mengajarkan banyak sekali ajaran yang bertentangan dengan ajaran Gereja dan telah menyebabkan kebingungan di antara umat beriman Katolik.
POIN-POIN Kekeliruan ajaran Suster Margaret adalah:

1. Mengajarkan bahwa Masturbasi bukanlah suatu dosa dan tidaklah salah secara moral. Masturbasi menurutnya dapat membantu banyak wanita menemukan kemungkinan dan kebaikan untuk pemuasan diri sendiri.
PENJELASAN:
http://katolisitas.org/2236/apakah-berfantasi-seks-itu-dosa

2. Mengajarkan bahwa Hubungan seks sesama jenis dapat dibenarkan dan dipertanggungjawabkan.
Mengajarkan bahwa pernikahan sesama jenis dapat dibenarkan dan dilegalkan.
PENJELASAN:
http://katolisitas.org/2432/homoseksual-dosakah-dan-dapat-sembuh-kah
http://katolisitas.org/tag/homoseksual

3. Mengajarkan bahwa pernikahan itu tidak tak-terpisahkan. Mengajarkan bahwa perceraian dan pernikahan kembali (remarriage, meski pasangan masih hidup) dapat dilakukan, dibenarkan dan dipertanggungjawabkan.
PENJELASAN:
http://katolisitas.org/tag/perkawinan (kumpulan artikel mengenai pernikahan menurut ajaran Gereja Katolik)

Lebih jauh, dalam Notifikasi ini, Gereja Katolik meminta agar para teolog mempelajari dan mengajarkan ajaran teologi moral dalam keselarasan penuh dengan prinsip-prinsip ajaran Katolik. Jangan sampai pendapat pribadi yang bertentangan dengan ajaran Gereja disebarkan sehingga menyebabkan kebingungan di antara umat beriman.

Paus Benediktus XVI menyetujui notifikasi ini dan memerintahkan untuk mempublikasikannya.



Wednesday, May 2, 2012

St. Athanasius Agung dan Syahadat Athanasian

St. Athanasius Agung, Uskup Alexandria dan Doktor Gereja Katolik
St. Athanasius Agung

Pembela terbesar ajaran Gereja Katolik tentang Tritunggal MahaKudus, Keilahian Yesus Kristus dan misteri Inkarnasi (Penjelmaan) Sang Firman Allah menjadi Manusia adalah Santo Athanasius Agung, Uskup Alexandria, Mesir. Athanasius lahir di Alexandria, kurang lebih pada tahun 293 dan meninggal dunia pada tanggal 2 Mei 373. Beliau dikenal sebagai �Doktor Ortodoksi� karena perjuangannya yang besar dalam membela ajaran-ajaran iman yang lurus dan menentang ajaran-ajaran sesat yang berkembang pada masa itu.


St. Athanasius lahir di kota Alexandria (sekarang di Mesir) pada tahun 293 M dari keluarga Yunani beragama Katolik. Kotanya, Alexandria, pada masa itu adalah pusat ilmu pengetahuan terkemuka. St. Athanasius pada masa mudanya telah belajar banyak ilmu filsafat, teologi dan Kitab Suci serta karya-karya umum lainnya. Pada tahun 318, St. Athanasius ditahbiskan menjadi diakon, dan ditunjuk sebagai sekretaris Uskup Alexandria, St. Alexander. St. Alexander sendiri adalah seorang uskup tua yang juga turut membela ajaran tentang Tritunggal Mahakudus, Keilahian Yesus Kristus dan misteri Inkarnasi.

Sebagai sekretaris Uskup, ia berhubungan erat dengan para rahib padang gurun, seperti Santo Antonius, sang pertapa dari Mesir.  St. Athanasius sendiri sangat tertarik sekali dengan kehidupan para rahib itu. Akhirnya dia sendiri pun meneladani cara hidup para pertapa itu dan menjadi seorang pendoa besar.

Pada masa diakonatnya, bidaah Arianisme mulai menyebar luas. Arianisme ini dicetuskan oleh seorang imam bernama Arius dari Alexandria yang sebenarnya mengambil dasar ajaran dari imam pendahulunya Lucian dari Samosata, seorang imam dari Keuskupan Antiokia. Arianisme mengajarkan bahwa Yesus, Sang Firman Allah, diciptakan oleh Allah Bapa sehingga Yesus tidak sehakikat dan tidak setara dengan Allah Bapa.

Menanggapi ajaran sesat Arianisme, St. Athanasius bersama St. Alexander, uskupnya, pergi menghadiri Konsili Nicea (sekarang: Iznik, Turki) yang diprakarsai oleh Kaisar Konstantinus Agung pada tahun 325 M. Konsili ini sendiri dipimpin oleh Uskup Hossius dari Cordoba (Spanyol) sebagai wakil  Paus St. Silvester bersama dengan dua orang imam utusan resmi Paus, yaitu  Romo Vitus dan Romo Vinsensius. Dalam konsili itu, St. Athanasius terlibat aktif dalam diskusi-diskusi mengenai Keilahian Yesus Kristus,Pribadi kedua dalam Tritunggal MahaKudus. Pada Konsili Nicea ajaran bahwa Yesus adalah Allah yang setara dan sehakikat dengan Allah Bapa diteguhkan menghadapi ajaran Arius. Pada konsili ini, Arius diekskomunikasi Gereja.

Sekembali dari konsili itu, peranan St. Athanasius semakin terasa penting, terutama setelah meninggalnya Uskup St. Alexander enam bulan kemudian. Sebagai pengganti Uskup St. Alexander, St. Athanasius dipilih menjadi Uskup Alexandria. Dalam tugasnya sebagai uskup, St. Athanasius mengunjungi seluruh wilayah keuskupannya, termasuk pertapaan-pertapaan para rahib. Ia mengangkat seorang uskup untuk wilayah Ethiopia. Ia memimpin keuskupannya selama 45 tahun.  Pada masa kepemimpinannya Arianisme mulai timbul lagi di Mesir. Dengan tegas St. Athanasius menentang Arianisme itu.

St. Athanasius membaktikan hidupnya untuk melawan ajaran sesat ini hampir 50 tahun. Di samping St. Athanasius, ada juga St. Hilarius dari Poitiers (Doktor Keilahian Kristus, dijuluki St. Athanasius dari Barat), St. Basilius dari Caesarea (Doktor Kehidupan Membiara) dan St. Gregorius dari Nazianzen (Doktor Para Teolog). Pada masa itu, Para Bapa Gereja tersebut juga berperan besar dalam melawan bidaah Arianisme, tetapi mereka mengakui St. Athanasius sebagai pemimpin mereka. �Athanasian� seringkali digunakan sebagai nama kelompok dari kaum Katolik dalam melawan kelompok �Arian� yang menganut bidaah Arianisme. Nama St. Athanasius kerap didengungkan oleh dua kelompok, baik Katolik maupun Arian. Sinode-sinode kelompok Arian mendeklarasikan bahwa mereka menolak St. Athanasius, sementara itu setiap sinode Gereja Katolik membela dan mendukung St. Athanasius. Di dalam 5 kali masa kekaisaran serta 5 kali masa kepausan, St. Athanasius menjadi  menara penjaga utama yang teguh bagi umat Katolik masa itu yang mengalami kebingungan dan keputusasaan akibat munculnya Arianisme.

St. Athanasius banyak menghadapi tantangan dalam melawan Arianisme. Dalam masa penggembalaannya sebagai Uskup Alexandria, St. Athanasius 5 kali diturunkan secara paksa dan diasingkan oleh kaisar pendukung Arianisme atau oleh kelompok-kelompok Arian yang mendominasi keuskupannya.  Ia kerap kali diberikan tuduhan palsu oleh kelompok-kelompok yang tidak menyukainya. Setiap kali diturunkan, oleh karena dukungan Paus Roma dan Uskup-uskup Katolik lainnya serta umat Alexandria sendiri; St. Athanasius dapat menerima kembali tahta keuskupannya.

St. Athanasius dikenal sebagai seorang uskup yang banyak menulis. Dengan tulisan-tulisannya ia berusaha menerapkan dan membela ajaran iman yang benar. Ia meninggal dunia pada tanggal 2 Mei 373. Oleh karena perannya yang besar, St. Athanasius digelari �The Great� sehingga sering disebut St. Athanasius Agung.

Referensi:
The Greek Fathers Chap. 1 karya Pater Adrian Fortescue dari Inggris. Diterbitkan tahun 1908.

Syahadat Athanasian

Syahadat Athanasian atau sering disebut juga Quicumque vult, adalah salah satu dari empat syahadat otoritatif dalam Gereja Katolik. Di samping Syahadat Athanasian, tiga syahadat lain adalah Syahadat Para Rasul (Syahadat Pendek), Syahadat Nicea-Konstantinopel (Syahadat Panjang) dan Pengakuan Iman Tridentin (Professio Fidei Tridentinae). Dari keempat syahadat ini, Gereja Katolik memberikan Syahadat Para Rasul dan Syahadat Nicea-Konstantinopel tempat istimewa dalam kehidupan Gereja. (bdk. KGK 194-195). Meskipun demikian, Gereja Katolik tetap menyatakan bahwa Syahadat Athanasian tidak dapat dipandang telah kadaluarsa atau tidak bernilai (bdk. KGK 193). Syahadat Athanasian ini sendiri dengan begitu tegas dan lugas menjelaskan ajaran Tritunggal Mahakudus dan Inkarnasi Sang Firman Allah menjadi manusia.

Syahadat Athanasian umumnya diatributkan kepada St. Athanasius Agung. Meskipun demikian, tidak diketahui secara pasti siapa penulis syahadat ini. Teori umum menyatakan bahwa syahadat ini disusun di selatan Prancis pada abad ke-5 sebagai reaksi atas munculnya Neo-Arianisme.  Pada tahun 1940, �Excerpta� yang hilang karya St. Vincentius dari Lerins ditemukan dan karya ini mengandung banyak isi Syahadat Athanasian sehingga St. Vincentius dari Lerins diduga sebagai penulis syahadat ini. Salinan tertua dari Syahadat Athanasian ini ditemukan dalam koleksi homili Bapa Gereja St. Caesarius dari Arles (468-542).

Karena tidak ditemukan terjemahan resmi Syahadat Athanasian dalam Bahasa Indonesia, maka yang akan dilampirkan berikut ini adalah teks terjemahan tidak resmi Syahadat Athanasian yang diambil dari ekaristi dot org halaman 4 pada postingan Leemanto Shen untuk bagian ajaran mengenai Tritunggal Mahakudus dan untuk bagian ajaran mengenai Inkarnasi (Penjelmaan) Sang Sabda Allah menjadi manusia diterjemahkan oleh Indonesian Papist. Terjemahan Lengkap dalam Bahasa Inggris dapat dilihat di Ensiklopedia Katolik.

�Siapa yang ingin bahagia, dia harus berpegang teguh pada iman Katolik; siapa yang tidak memelihara keseluruhan secara utuh - tak pelak lagi - akan tersesat selamanya.

Inilah iman Katolik: kita menghormati Allah yang tunggal dalam Trinitas dan Trinitas dalam keesaan, tanpa pencampuran Pribadi dan tanpa pemisahan kodrat mereka. Salah satunya adalah Pribadi Bapa, Pribadi yang lain adalah Putra dan Pribadi yang lain lagi adalah Roh Kudus. Akan tetapi Bapa, Putra dan Roh Kudus hanya memiliki satu keilahian, kemuliaan yang sama, keagungan yang sama. Sebagaimana Bapa, demikian pun Putra dan Roh Kudus. Bapa tidak diciptakan, Putra tidak diciptakan, Roh Kudus tidak diciptakan. Bapa tak terselami, Putra tak terselami, Roh Kudus tak terselami. Bapa abadi, Putra abadi, Roh Kudus abadi. Namun mereka bukan tiga Yang kekal, melainkan satu Yang kekal. Mereka juga bukan tiga kenyataan ilahi yang tidak diciptakan dan bukan tiga yang tak terselami melainkan satu yang tak diciptakan dan tak terselami. Bapa mahakuasa, Putra mahakuasa, Roh Kudus mahakuasa, namun bukan ada tiga kenyataan ilahi yang mahakuasa melainkan satu kenyataan ilahi yang mahakuasa. Demikianlah Bapa itu Allah, Putra itu Allah dan Roh Kudus itu Allah, namun bukan ada tiga Allah, melainkan hanya satu Allah. Bapa adalah Tuhan, Putra adalah Tuhan dan Roh Kudus adalah Tuhan, namun tidak terdapat tiga Tuhan, tetapi hanya satu Tuhan. Sebagaimana kita mengakui seturut kebenaran Kristen bahwa setiap Pribadi adalah Allah dan Tuhan, namun Gereja Katolik juga melarang kita untuk mengakui tiga allah dan tuhan. Bapa tidak dihasilkan seorangpun, ataupun diciptakan dan diperanakkan. Putra berasal dari Bapa sendiri, tidak dihasilkan, tidak diciptakan, tetapi diperanakkan. Roh Kudus berasal dari Bapa dan Putera, tidak dihasilkan, tidak diciptakan, tidak diperanakkan, tetapi diasalkan. Jadi terdapat satu Bapa, bukan tiga bapa, satu Putra, bukan tiga putra, satu Roh Kudus, bukan tiga roh kudus. Dan dalam Tritunggal ini tidak ada yang mendahului atau kemudian, tidak ada yang lebih besar atau lebih kecil, tetapi semua tiga Pribadi adalah sama - sama kekal dan agung, sehingga seperti dikatakan bahwa baik keesaan dalam ketigaan maupun ketigaan dalam keesaan haruslah disembah. Siapa yang ingin mencapai kebahagiaan haruslah percaya akan Tritunggal Mahakudus.
Lebih jauh lagi, adalah penting untuk keselamatan kekal, bahwa ia harus mempercayai dengan benar Inkarnasi (Penjelmaan) Tuhan kita Yesus Kristus. Karena iman yang benar adalah bahwa kita mengimani dan mengakui bahwa Tuhan kita Yesus Kristus, Putera Allah, adalah Allah dan Manusia. Allah, kodrat dari Bapa, dilahirkan sebelum segala dunia; dan manusia, dari kodrat ibu-Nya, lahir ke dalam dunia. Allah sempurna dan Manusia sempurna, berada dalam jiwa yang layak dan daging manusia. Setara dengan Sang Bapa dalam hal keilahianNya, lebih rendah dari Sang Bapa dalam hal kemanusiaanNya. Yang sekalipun adalah Allah dan manusia, bukanlah dua tetapi satu Kristus. Tetapi satu, bukan dari perubahan dari keilahianNya menjadi daging, tetapi dari pengambilan kemanusiaanNya ke dalam Allah. Satu bersama-sama, bukan karena percampuran kodrat, tetapi oleh kesatuan pribadi. Karena jiwa yang layak dan daging adalah satu manusia, demikian juga Allah dan manusia adalah satu Kristus. Yang menderita untuk keselamatan kita, turun ke neraka, hari yang ketiga bangkit dari antara orang mati. Ia naik ke surga, Ia duduk di sebelah kanan Allah Bapa yang mahakuasa, dari sana Ia akan datang untuk menghakimi orang yang hidup dan yang mati. Pada kedatangan-Nya, semua manusia akan bangkit kembali dengan tubuhnya dan akan mempertanggungjawabkan perbuatan mereka sendiri. Dan mereka yang telah berbuat baik akan pergi ke dalam kehidupan kekal; mereka yang telah berbuat jahat ke dalam api yang kekal. Inilah iman Katolik yang mana kecuali seseorang percaya dengan setia dan teguh, ia tidak bisa diselamatkan.


Semoga artikel ini bermanfaat bagi kita semua. Pax et Bonum.
Artikel ini ditulis oleh Indonesian Papist pada Pesta St. Athanasius Agung, 2 Mei 2012.

Wednesday, December 28, 2011

Natal dan Mengapa Allah Menjadi Manusia?


Kanak-kanak Yesus di Vatikan - abbey-road.blogspot.com

Kita sedang merayakan Natal, kelahiran Sang Juruselamat dunia. Sang Keselamatan itu hadir ke dunia, Sang Keselamatan itu bayi manusia yang dilahirkan di Betlehem. Allah yang mahatinggi itu menjadi manusia untuk menyelamatkan kita.

Saya yakin banyak di antara kita umat Katolik sering ditanya, �ngapain sih Tuhan repot-repot jadi manusia? bukankah Ia mahakuasa dan dengan mudah bisa menyelamatkan manusia?�

Dua tahun lalu (2009) ketika saya masuk ke sebuah grup diskusi lintas agama antara Kristen dan Islam di facebook, umat Muslim tersebut menanyakan hal yang sama kepada saya.

Sungguh benar bahwa Allah itu mahakuasa dan memang dengan mudah Ia bisa menyelamatkan manusia. Tetapi Allah yang mahakuasa itu hendak menunjukkan tidak hanya kuasa-Nya, tetapi juga kasih-Nya kepada manusia secara nyata. Oleh karena itu Ia menjadi manusia untuk menyelamatkan kita. Nah, sampai di sini, mereka bertanya �Apakah tanpa menjadi manusia, Allah tidak dapat menunjukkan kasih-Nya?�.

Untuk menjawab pertanyaan ini, kita perlu menggarisbawahi bahwa memilih menjadi manusia itu adalah kehendak bebas Allah sendiri. Allah memang mahakuasa tetapi Ia juga memiliki kehendak bebas-Nya sendiri untuk menggunakan segala kuasa-Nya tersebut. Darimana kita tahu apa saja kehendak Allah sehingga Ia memilih menjadi manusia? Dari Kitab Suci, Tradisi Suci, dan Magisterium Gereja.

Dan, apa saja kehendak Allah itu sehingga Ia memilih menjadi manusia?

1. Allah menjadi manusia sebab Ia hendak berdamai dengan kita dan dengan demikian menyelamatkan kita.
(Katekismus Gereja Katolik 457) Allah "telah mengasihi kita dan telah mengutus Anak-Nya sebagai pendamaian bagi dosa-dosa kita" (1 Yoh 4:10). Kita tahu bahwa "Bapa telah mengutus Anak-Nya menjadi Juru Selamat dunia" (1 Yoh 4:14), bahwa "Ia telah menyatakan Diri-Nya, supaya Ia menghapus segala dosa" (1 Yoh 3:5):
"Kodrat kita yang sakit membutuhkan dokter; manusia yang jatuh membutuhkan orang yang mengangkatnya kembali; yang kehilangan kehidupan membutuhkan seorang yang memberi hidup; yang kehilangan hubungan dengan yang baik membutuhkan seorang yang membawanya kembali kepada yang baik; yang tinggal dalam kegelapan merindukan kedatangan sinar; yang tertawan merindukan seorang penyelamat, yang terbelenggu seorang pelepas, yang tertekan di bawah kuk perhambaan memerlukan seorang pembebas. Bukankah itu hal-hal yang cukup berarti dan penting untuk menggerakkan Allah, sehingga Ia turun bagaikan seorang dokter yang mengunjungi kodrat manusiawi, setelah umat manusia terjerat dalam situasi yang sangat menyedihkan dan memprihatinkan" (Bapa Gereja St. Gregorius dari Nisa, or.catech. 14).
2. Allah menjadi manusia sebab Ia ingin supaya kita mengenal cinta kasih Allah.
(KGK 458) "Kasih Allah dinyatakan di tengah-tengah kita yaitu bahwa Allah telah mengutus Anak-Nya yang tunggal ke dunia, supaya kita hidup oleh-Nya" (1 Yoh 4:9). "Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal" (Yoh 3:16).
3. Allah menjadi manusia sebab Ia hendak menjadi contoh kekudusan yang sempurna bagi kita.
(KGK 459) "Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku" (Mat 11:29). "Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku" (Yoh 14:6). Dan di atas gunung transfigurasi, Bapa memerintah: "Dengarkanlah Dia" (Mrk 9:7) Bdk. Ul 6:4-5.. Yesus adalah gambaran inti dari sabda bahagia dan norma hukum yang baru: "Supaya kamu saling mengasihi, seperti Aku telah mengasihi kamu" (Yoh 15:12). Kasih ini menuntut penyerahan diri sendiri, dengan mengikutinya Bdk. Mrk 9:34..
4. Allah menjadi manusia sebab Ia ingin supaya kita mengambil bagian dalam kodrat ilahi.
(KGK 460) "Untuk itulah Sabda Allah menjadi manusia, dan Anak Allah menjadi anak manusia, supaya manusia menerima Sabda dalam dirinya, dan sebagai anak angkat, menjadi anak Allah" (Ireneus, haer. 3,19,1). Sabda Allah "menjadi manusia, supaya kita di-ilahi-kan" (Atanasius, inc. 54,3). "Karena Putera Allah yang tunggal hendak memberi kepada kita bagian dalam ke-Allah-an-Nya, Ia menerima kodrat kita, menjadi manusia, supaya mengilahikan manusia" (Tomas Aqu., opusc. 57 in festo Corp. Chr. 1).

Sang Keselamatan itu hadir secara nyata, terlihat, terekam dan masuk dalam sejarah manusia. Yesaya 35:4-6 menubuatkan bahwa Allah sendiri datang menyelamatkan manusia.
35:4 Katakanlah kepada orang-orang yang tawar hati: "Kuatkanlah hati, janganlah takut! Lihatlah, Allahmu akan datang dengan pembalasan dan dengan ganjaran Allah. Ia sendiri datang menyelamatkan kamu!"
35:5. Pada waktu itu mata orang-orang buta akan dicelikkan, dan telinga orang-orang tuli akan dibuka.
35:6 Pada waktu itu orang lumpuh akan melompat seperti rusa, dan mulut orang bisu akan bersorak-sorai; sebab mata air memancar di padang gurun, dan sungai di padang belantara;
Allah hendak datang sendiri ke dunia untuk menyelamatkan manusia. Siapakah kita yang berani melawan kehendak bebas Allah? Lagipula, bukankah Allah telah menunjukkan salah satu kuasa-Nya dimana Ia mampu  menjadi manusia sepenuhnya tanpa harus kehilangan kodrat ilahi-Nya?
"Sang Ada, yang membuat ada segala yang kelihatan dan tidak kelihatan; lahir dan rela menjadi hamba dan hampa demi segala citra-Nya. Sungguh, misteri agung yang mengagumkan yang pernah ada, tetap ada dan akan terus ada. "- Severinus Klemens
Pax et Bonum

Monday, December 12, 2011

St. Peter as a Vicar of Christ based on Tradition of the Syriac Church of Antioch


Here is Simon, whom the Lord thrice called upon (saying): �Feed Me My rams and My gentle sheep. I entrust thee with the keys of My spiritual treasury, that thou mayest bind and loose on carth and in heaven. I will install thee Vicar of the heavenly kingdom; rule justly, and govern the children of thy household (the Church)." Syro-Chaldean Liturgy in Comm. SS. Apost. Petri et Pauli. Cod. Vatic. (Syriac) 86, p. 35

Then Peter deservedly received the Vicariate (of Christ) over His people. St. Ephrem., in Sermone de Martyrio, SS. Ap. Petri et Pauli. Cod. Vatic. (Arabic); 199, p. 194, a tergo

And Simon Peter was their head (of the Apostles) ; holding the throne of Christ upon earth. Amrus Matthaei, Nestorian Hist. Cod. De Prop. (Arabic), 45, p. 63

I thas been naturally provided by the Creator that children should not disinherit their parents, but on the contrary, fathers should have authority over their children. . . . Now all perfection should prevail in the Holy Church; so that as one is the veritable Father, one His Son, our Saviour Jesus Christ, one His Spirit, the Paraclete; so also one is His faithful Vicar, Simon Barjona, who has been called (Kipho) the Rock, as (Christ) Himself had promised to him, saying: �Upon this Rock, I will build My Church.� And again, � To thee i will give the keys of the kingdom of heaven.� Nestor. Synod.,(sub Patriarch Dadishoo). Cod. De Prop. (Syriac), 27, p.277.



source: The Tradition of the Syriac Church of Antioch, written by Most Rev. Cyril Behnam Benni (Syriac Archbishop of Mosul)

Pax et Bonum

Monday, October 3, 2011

Paus Benediktus XVI, St. Siprianus dari Kartago dan Extra Ecclesiam Nulla Salus

St. Siprianus

Dalam Audiensi Umum tanggal 6 Juni 2007, Bapa Suci Benediktus XVI berbicara mengenai salah seorang Bapa Gereja abad ke-3 yang sangat terkenal akan keteguhan imannya dan kesetiaannya pada Gereja Katolik. Bapa Gereja itu adalah Santo Siprianus dari Kartago. St. Siprianus dari Kartago ini adalah Uskup Afrika pertama yang mendapatkan mahkota kemartiran. Pada artikel kali ini, saya mengangkat pembicaraan Bapa Suci Benediktus XVI mengenai St. Siprianus berkaitan dengan pengajaran Sang Santo mengenai Gereja dan Extra Ecclesiam Nulla Salus. Perlu diketahui sebelumnya, kalimat yang terkenal "Extra Ecclesiam Nulla Salus" ini pertama kali diucapkan secara eksplisit oleh St. Siprianus sekalipun pengajaran ini sudah ada sejak awal Gereja berdiri. Mari kita baca pernyataan Bapa Suci Benediktus XVI berikut ini:


Sungguh, Gereja adalah subyek pembicaraan yang paling dia (St. Siprianus) sukai. Ia membedakan antara Gereja yang tampak, hierarkis dengan Gereja yang tidak tampak, mistik. Tetapi ia menegaskan dengan keras bahwa hanya ada Satu Gereja, [Gereja] yang didirikan di atas Petrus.


Dengan tak pernah lelah diulanginya bahwa, �orang yang meninggalkan Tahta Petrus, yang di atasnya Gereja telah dibangun, menipu diri kalau mengira mereka masih di dalam Gereja.�1

Siprianus tahu betul bahwa �Di Luar Gereja tidak ada keselamatan� dan mengungkapkannya dengan kata-kata yang tegas.2 Ia juga tahu bahwa �tak seorang pun dapat mempunyai Allah sebagai Bapa kalau tidak mempunyai Gereja sebagai Ibu�3

Suatu ciri Gereja yang mutlak perlu adalah kesatuan, yang dilambangkan oleh Jubah Kristus yang tidak berjahit.4 Menurut Siprianus, kesatuan itu berdasarkan Petrus5 dan diwujudkan dengan sempurna dalam Ekaristi.6

�Allah adalah satu, dan Kristus adalah satu, dan iman adalah satu dan ada satu umat Kristiani yang dipersatukan dengan kokoh oleh semen kerukunan. Persatuan tidak dapat diputuskan. Dan apa yang karena kodratnya adalah satu tidak dapat dipisahkan.�7

[1] De Unitate 4.
[2] Epistula 4,4 dan 73,21
[3] De Unitate 6.
[4] De Unitate 7.
[5] De Unitate 4.
[6] Epistula 63,13
[7] De Unitate 23

Pax et Bonum

Wednesday, September 28, 2011

Alasan mengapa umat Protestan tidak boleh menerima Komuni Kudus dalam Perayaan Ekaristi Gereja Katolik



Dapatkah umat Protestan menerima Komuni Kudus dalam Perayaan Ekaristi Gereja Katolik? TIDAK
Dapatkah umat Katolik menerima roti dan anggur perjamuan dalam ibadah Protestan? TIDAK
Baca penjelasannya berikut ini.
-------------------------

Konsili Vatikan II dalam Konstitusi Dogmatis tentang Gereja menggambarkan Misa - �Kurban Ekaristi� - sebagai �sumber dan puncak seluruh hidup kristiani� (no. 11). Sebagai umat Katolik, kita sungguh percaya bahwa Kurban Misa, melampaui batas waktu dan ruang, secara sakramental menghadirkan kembali kurban Kristus: �Misa adalah serentak, dan tidak terpisahkan, kenangan kurban di mana kurban salib hidup terus untuk selama-lamanya perjamuan komuni kudus dengan tubuh dan darah Tuhan.� (Katekismus Gereja Katolik, No. 1382). Oleh kehendak Bapa Surgawi, dengan kuasa Roh Kudus, dan imamat Yesus Kristus, yang melalui Sakramen Imamat dipercayakan kepada imam-Nya yang bertindak atas nama-Nya, maka roti dan anggur sungguh menjadi (di-transsubstansiasi-kan menjadi) Tubuh, Darah, Jiwa dan Ke-Allah-an Kristus.


Salah satu buah terbesar dari Komuni Kudus, sesuai Katekismus No. 1396, ialah bahwa Ekaristi Kudus membangun Gereja:
�Siapa yang menerima Ekaristi, disatukan lebih erat dengan Kristus. Olehnya Kristus menyatukan dia dengan semua umat beriman yang lain menjadi satu tubuh: Gereja. Komuni membaharui, memperkuat dan memperdalam penggabungan ke dalam Gereja, yang telah dimulai dengan Pembaptisan.�
Karenanya, dengan menyambut Komuni Kudus kita sungguh dipersatukan dalam persekutuan umat beriman Katolik yang saling berbagi iman, ajaran-ajaran, tradisi, sakramen, dan kepemimpinan yang sama. 
Berdasarkan perinsip tersebut, kita dapat menjawab pertanyaan pertama: Dapatkah umat Katolik menerima komuni dalam suatu Gereja Protestan atau sebaliknya? Konsili Vatikan II memaklumkan bahwa gereja-gereja Protestan �'terutama karena tidak memiliki Sakramen Tahbisan, sudah kehilangan hakikat misteri Ekaristi yang otentik dan sepenuhnya' (UR 22). Karena alasan ini, maka bagi Gereja Katolik tidak mungkin ada interkomuni Ekaristi dengan persekutuan-persekutuan ini.� (Katekismus, No. 1400).
 
Pernyataan ini tidak beranggapan bahwa gereja-gereja Protestan tidak mengenangkan wafat dan kebangkitan Kristus dalam pelayanan perjamuan mereka atau percaya bahwa hal tersebut melambangkan persekutuan dengan Kristus. Namun demikian, teologi Protestan berbeda dengan teologi Katolik dalam hal Ekaristi Kudus mengenai kehadiran nyata Kristus, transsubstansiasi, kurban Misa, dan hakikat imamat. Karena alasan ini, kaum Protestan, meskipun mungkin Kristen yang saleh, tidak diperkenankan menyambut Komuni Kudus dalam Perayaan Misa, demikian juga umat Katolik tidak diperkenankan menerima roti dan anggur dalam kebaktian Protestan.

Bapa Suci kita, dalam ensikliknya yang indah, �Ekaristi dan Hubungannya dengan Gereja� (Ecclesia de Eucharistia) mengajarkan,
�Umat beriman Katolik, sembari menghormati keyakinan agama dari saudara-saudari yang terpisah, pantas menghindarkan menerima komuni perayaan mereka, agar tidak timbul salah paham tentang hakikat Ekaristi, dan selanjutnya tidak menyalahi kewajiban menyaksikan kebenaran dengan jelas. Yang sebaliknya akan memperlambat kemajuan upaya menuju kesatuan nyata yang penuh. Mirip dengan itu, juga tak masuk akal menggantikan Misa hari minggu dengan perayaan sabda ekumenis atau ibadat doa bersama dengan umat kristiani dari jemaat-jemaat Gereja yang disebutkan di atas, atau bahkan dengan mengambil bagian dalam ibadat mereka. Perayaan dan ibadat seperti itu, kendati dalam keadaan tertentu pantas dipuji, sebagai persiapan bagi tujuan kesatuan yang penuh, termasuk komuni Ekaristi, namun tak pantas menggantikannya� (No. 30).
Secara obyektif, jika kita mengetahui dan melanggar ketentuan ini dengan menerima komuni di gereja Protestan atau lalai merayakan Misa, kita berbuat dosa berat. 

Oleh sebab itu, hingga perbedaan-perbedaan antara Katolik dan Protestan dipulihkan, �interkomuni� yang sesungguhnya tidak dapat terjadi. Di samping itu, dengan perinsip saling menghormati perbedaan dalam keyakinan masing-masing, seorang Katolik wajib menjauhkan diri dari menerima komuni dalam perayaan Protestan, demikian juga sebaliknya, seorang Protestan dalam Perayaan Misa Katolik. Saya ingat suatu ketika saya menghadiri pemakaman seorang teman di sebuah gereja Protestan, di mana diadakan perjamuan. Pendeta mengundang setiap orang untuk menerima komuni. Saya tidak ikut menerima komuni, karena saya menghormati keyakinan mereka dan keyakinan saya sendiri: saya tidak sepenuhnya menerima segala keyakinan atau praktek kebaktian mereka, demikian juga mereka tidak menerima segala keyakinan Gereja Katolik Roma. Karenanya, menerima komuni akan berarti menyatakan, �Aku ada dalam persekutuan mereka,� padahal sesungguhnya tidak. Lebih buruk lagi, jika saya menerima komuni tersebut, berarti saya menerima sesuatu yang kudus yang mengikat saya sebagai bagian dari persekutuan mereka - setidak-tidaknya begitulah menurut pandangan Katolik - padahal sesungguhnya saya tidak pernah ikut ambil bagian dalam kebaktian mereka sesudah itu. 

Kita patut ingat bahwa menyambut komuni tidak hanya menyangkut pada apa yang diyakini individu yang bersangkutan. Menyambut komuni berarti mengikat orang ke dalam suatu jemaat / gereja, mengidentifikasikan diri sebagai anggota gereja tersebut, dan mengikatnya pada ajaran-ajaran gereja tersebut. Dengan memahami peraturan-peraturan Gereja mengenai penerimaan Komuni Kudus, kita akan lebih menghargai karunia Sakramen Mahakudus, lebih menghargai keyakinan orang lain, dan berjalan menuju persatuan - inilah cinta kasih sejati. Mengabaikan peraturan-peraturan Gereja hanya akan menciptakan rasa persatuan yang semu dan mewujudkan kasih yang dangkal, yang sungguh merupakan musuh utama cinta kasih. 


Pax et Bonum

Saturday, September 24, 2011

Yesus Turun Ke Tempat Penantian


1. Fakta. Yesus menundukkan kepala-Nya dan menyerahkan nyawa-Nya. Harga tebusan sudah dibayar dan kehidupan duniawi-Nya sudah berlalu. Sekarang Ia melewati ambang pintu kematian dan masuk ke dalam suatu fase baru penuh rahasia. Apakah yang terjadi pada saat itu? Apabila seorang manusia meninggal maka badan yang tidak berjiwa itu tertinggal. Kebenaran itu berlaku juga bagi Kristus. Orang menguburkan badan itu. Tetapi di manakah jiwa-Nya? Ia sudah menyerahkan jiwa ke dalam tangan Bapa-Nya. Ia menerima apa saja sesuai dengan kehendak Bapa. Jiwa itu turun ke Tempat Penantian. Situasi apakah yang dimaksudkan dengan perkataan �Tempat Penantian� itu? Dalam Perjanjian Lama perkataan itu pada umumnya menunjukkan suatu tempat di mana jiwa orang mati tinggal: yang saleh dan yang berdosa. Lama-kelamaan orang mengadakan pembedaan: yang berdosa dihukum di tempat itu dan yang saleh mengenyam kebahagiaan. Mereka ini berada di dalam tangan Tuhan, mereka berada dalam ketenteraman, mereka berharap akan kebebasan, kebangkitan  dan kebakaan. Dalam kelompok inilah jiwa Kristus menggabungkan diri.


Tempat Penantian ini bukanlah neraka jahanam, tetapi juga diberi nama ruang depan neraka. Tempat ini bukan juga tempat kebahagiaan sempurna, tetapi suatu tempat pengharapan akan kebahagiaan kekal yang akan datang. Sebelum Kristus masuk ke dalam kebahagiaan kekal, tidak ada seorang yang dapat masuk ke dalam surga.
Khotbah Petrus pada pagi hari Pentakosta berisikan kejadian ini.
Allah telah membangkitkan Dia dengan melepaskan Dia dari sengsara maut, karena tidak mungkin Ia tetap berada dalam kuasa maut itu. Sebab Daud berkata tentang Dia: �Aku senantiasa memandang kepada Tuhan, karena Ia di sebelah kananku, aku tidak goyah. Sebab itu hatiku bersukacita dan jiwaku bersorak sorai, bahkan tubuhku akan diam dengan tenteram, sebab engkau tidak menyerahkan aku kepada dunia orang mati dan tidak membiarkan orang kudus-Mu melihat kebinasaan......� Karena itu ia telah melihat ke depan dan telah berbicara tentang kebangkitan Mesias, ketika ia mengatakan bahwa Dia tidak ditinggalkan dalam dunia orang mati dan bahwa daging-Nya tidak mengalami kebinasaan. (Kis 2:24-27,31)
Perkataan Kristus yang ditujukan kepada kaum farisi dan ahli taurat menjadi makin terang bagi kita ketika Ia berbicara tentang nabi Yunus. Seperti Yunus tinggal di dalam perut ikan tiga hari tiga malam, demikian juga Anak Manusia akan tinggal di dalam rahim bumi tiga hari tiga malam (Mat 12:40). Badan-Nya sudah dikubur di dalam bumi; jiwanya sudah turun ke tempat penantian.

2. Keadaan Kristus selama beberapa hari antara kematian dan kebangkitan merupakan rahasia besar. Di ruang depan neraka, Kristus mengalami suasana tenang tenteram; Ia hidup dalam pandangan Bapa; sakit dan duka tidak mengganggu-Nya lagi. Ia hanya merindukan kedatangan saat di mana karena kekuasaan ilahi, Ia dapat bersatu lagi dengan badan lalu bangkit dari antara orang mati dengan kodrat yang dimuliakan.

3. Arti daripada turunnya Kristus ke Tempat Penantian. Setiap perbuatan Kristus selalu berkaitan dengan keselamatan dan kebahagiaan kita. Demikian juga di sini. Walaupun ada persamaan di antara Kristus dan manusia lain, namun selalu ada suatu perbedaan besar. Jiwa Kristus datang dan tinggal di sana bukan seperti jiwa-jiwa lain. Di dalam roh itu juga, Ia pergi memberitakan Injil kepada roh-roh yang di dalam penjara, yaitu kepada roh-roh yang dahulu pada waktu Nuh tidak taat kepada Allah (1 Petr 3:19-20). Kehadiran Kristus di tempat itu merupakan penyampaian kebahagiaan bagi jiwa yang saleh. Ia menyampaikan hasil pengorbanan-Nya kepada mereka. Tatkala Ia naik ke tempat tinggi, Ia membawa tawanan-tawanan: Ia memberikan pemberian-pemberian kepada manusia. Bukankah �Ia telah naik� berarti bahwa Ia juga telah turun ke bagian bumi yang paling bawah? (Ef 4:8-9)

Oleh Pater H. Embruiru, SVD dalam �Aku Percaya� Art. 5 No. 1

Recent Post